Chapter 2. Lukisan Belanda Karya John Vaten Luxemburg

1110 Words
Lova sedikit melirik ke samping dirinya, rupanya Ne mengikutinya sedari tadi menuju rumahnya. "Kenapakah laki-laki itu mengikutiku begitu saja? Apakah yang dia cari?" tanya Lova dalam hatinya. Sedari tadi Lova diikuti Ne, ia hanya diam saja tak sedikit pun berbicara pada Ne yang mengikutinya. "Padahal saya tak mengajaknya masuk, kenapa dia mengikut saja?" katanya dalam hati. "Sedari tadi aku hanya diam saja. Tapi, kenapakah Ne itu tetap biasa-biasa saja ingin mengikutiku? Tidak anehkah dirinya mengikuti gadis pendiam sepertiku? Tenang saja pasti sebentar lagi ia akan bosan denganku?!" batin Lova. Mengingat Lova itu adalah gadis yang sangat pemalu dan pendiam. Ia sengaja seperti itu untuk membuat mereka menjadi merasa bosan, jika mengajaknya berbicara, Karena Lova dengan orang yang baru ia kenal pasti ia hanya akan berkata sepatah dua patah kata saja jika ditanya, Dan hanya menjawab Iya atau tidak dan selebihnya hanya tersenyum malu. Dan jarang sekali ia akan bertanya dengan lawan bicaranya. Jika bukan lawan bicaranya itu yang mulai berbicara padanya. Di dalam rumah ada mamahnya Lova sedang duduk di ruang tengah. Melihat Lova membawa seorang anak bule, mamahnya pun bertanya-tanya siapakah bule Indo kali ini yang bersama dengan Lova? Karena pernah setahun yang lalu Lova tiba-tiba di sampingnya ada seorang bule yang bernama, Franklin Jonanthan. Franklin Jonanthan yang kala itu sama seperti Ne. Ia bertemu dengan Lova di pekarangan rumahnya. Walau Lova itu jarang mengajak Jonanthan berbicara, Tapi Nathan tetap saja mengikuti Lova ke dalam rumahnya. Hal itu yang membuat Lova de javuan, ia kembali lagi teringat dengan Nathan yang sama-sama merupakan orang bule dan bertemu dengan Zealova pada saat dirinya ada di pekarangan rumahnya. Wajah, rupa dan gaya Ne sama seperti Nathan. Waktu itu Lova yang sangat pemalu pada Jo tak sedikit pun mengajak bicara Jo namun Jo tetap saja mengikuti dirinya ke dalam rumah Lova. Hingga di rumah Lova masih mendiamkan Jo karena tak tahu apakah yang harus ia bicarakan padanya. Namun Jo setiap hari mendatangi rumah Lova sekadar untuk berdiri di sampingnya walaupun Lova hanya terdiam menatapnya sambil tersenyum memikirkan kenapakah Jo ingin berada di sini? Hingga suatu perubahan drastis pada diri Nathan, akibat kemelut panjang yang berasal dari sejarah mereka yang dipicu oleh perbedaan etnis antara etnis asia dan warga Indo. Mamahnya pun bertanya kali ini siapakah bule itu? "Lova siapa itu?" tanya mamahnya. Belum sempat Lova mengenalkan bule itu tapi Ne keburu berkata. "Saya Nelz Van De Bergh tante bisa dipanggil Ne, Nel, atau Nelz." kata Ne. Rupanya Ne sudah terbiasa berbicara kepada orangtua. Ia pun memberitahu langsung bahwa dirinya dari keluarga Van De Bergh agar dapat dikenali. Ia pun tak sungkan-sungkan mengenalkan namanya itu pada mamahnya Lova. "Keluarga Van De Bergh? Rumahmu di sebelah itukah?" tanya mamahnya Lova. "Iya benar sekali tante. Berati kita tetanggaan ya?" kata Ne kemudian ia celingukan melihat- lihat rumah Zealova. Ne nampak tak kesulitan untuk dekat dengan orangtua Zealova. Karena sedari kecil sudah biasa, dirinya merupakan Tuan kecil di rumahnya yang besar. Tak hanya satu rumah yang ia punya tapi banyak menyebar di berbagai kota. Ne sangat leluasa sekali berada di rumah Lova, kelihatannya ia sangat tidak canggung di sana. Seperti pada kejadian setelah itu. Lova pun berjalan masuk ke kamarnya, dan Ne mengikuti Lova pergi ke sana. Lova sedikit terperangah, Ne begitu saja mengikutinya ke kamarnya padahal Lova tak mengajaknya. Lova hanya malu pada Ne, makanya ia pergi begitu saja ke kamarnya. Namun Ne itu tetap saja mengikutinya ke kamar Lova. Lova menyadari bahwa Ne itu benar-benar tidak peduli. Ia sangat bebas berjalan ke sana ke mari sesukanya, walaupun itu bukan di rumah Ne sendiri. Dan dari tadi sang pemilik rumah hanya terdiam tak tahu apa yang harus ia bicarakan pada Ne. Ternyata Ne sangat penasaran pada Lova. Ia sangat tertarik pada wajah cantik Lova. Oleh karena itu ia tak ingin jauh-jauh dari Lova. Di dalam kamar Lova nampak terdiam dirinya diikuti oleh Ne sampai ke situ. Pikir Lova kenapa Ne tak bosan dengannya? Karena dirinya tidak begitu merasa menyenangkan untuk Ne. Ia hanyalah gadis pendiam dan pemalu, hanya bisa tersenyum jika diajak bicara tanpa menanyakan balik ke si penanya begitulah pikir Lova terhadap dirinya sendiri. Sedari tadi Lova hanya diam saja di sampingnya ada Ne. Tapi Ne hanya santai saja di dalam kamar dengan Lova. Ia hanya berdiri melihat-lihat dinding berhiaskan lukisan Belanda yang terpajang di sana, Beserta perabotan-perabotan yang antik itu di dalam kamar Lova. Sesekali matanya menengok ke arah langit-langit kamar. Padangannya pun tertuju kembali ke arah lukisan Belanda itu. Terlihat nama Jonh Vaten Luxemburg 1921-1979. Di lukisan itu ada gambar karikatur keluarga Belanda dengan gaya klasik mereka seperti satu keluarga. Ne pun mengenali lukisan klasik itu berasal dari Belanda karena tulisan John Vaten Luxemburg yang tak asing baginya. Seperti nama-nama dari negara Belanda begitulah pikir Ne. Membuat Ne menjadi mengarahkan perhatian kepada Lova untuk bertanya padanya. "Lova kau punya lukisan Belanda seperti itu? Siapakah yang ada di lukisan itu? Apakah ini lukisan benar dari Belanda?" tanya Ne yang tengah tertarik pada lukisan tersebut. Lova yang dari tadi menjadi terduduk menyandar ke dinding kamarnya, setelah melihat Ne menyorot-nyoroti lukisan Belanda. Ia menengok sesaat padanya. "Rupanya Ne sedang suka dengan lukisan Belanda itu." batin Lova. Ia pun menjadi lega, karena Ne hanya sibuk dengan lukisan itu, dan menyandarkan dirinya lagi ke dinding kamar sambil terduduk. Ne pun bertanya lagi, "Jadi dari manakah kau mendapatkan lukisan ini?" tanya Ne. Setelah ditanya Ne lagi. Lova baru menengok serius ke arah Ne lalu bangkit dari duduk menyandarnya di dinding kamarnya. "Oh itu memang lukisan dari Belanda." kata Lova berusaha menjawab pertanyaan Ne yang sedang serius ingin tahu itu. "Lukisan Belanda? Kau menyimpan lukisan itu? Bagaimana caranya? Apakah keluargamu juga ada yang dari Belanda?" tanya Ne lagi yang tak menyangka. Lova tersenyum malu dengan pertanyaan dari Ne. Karena tak mungkin dirinya sebagian dari orang Belanda itu. "Bukan. Aku tak punya keluarga dari Belanda. Namun rumah ini memang bekas orang Belanda, mereka adalah teman ayahku yang menyewanya sewaktu mereka tinggal di sini." "Semua perabotan di sini juga darinya. Mereka membawanya ke rumah ini, tapi setelah kontraknya habis mereka tidak membawa lagi barang-barang mereka dan diberikan pada ayahku." jawab Lova. "Oh begitu. Pantas saja aku tidak asing berada di rumah ini karena isinya mirip sekali dengan arsitektur Belanda yang berada di rumahku." kata Ne sambil tersenyum. Dilihatnya lagi apa yang ada di kamar itu, karena memang ada perabotan bergayakan khas klasik negara Belanda. Ada sepasang lampu tidur klasik, telepon klasik yang terpajang di kanan kiri tempat tidur. Lova lega Ne suka dengan apa yang ada di kamarnya, yang mirip dengan yang ada di rumah Ne, tanpa Ne harus berbicara dengannya karena dirinya tak tahu apa yang harus ia dibicarakan dengannya? Tapi Ne ternyata sudah terhibur dengan apa yang ada di sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD