Chapter 3. Di Kamar Ada Dia

1017 Words
Lova nampak lega karena Ne teralihkan dengan yang ada di sana tanpa harus berkata-kata banyak padanya. Karena Lova bingung apa yang harus ia lakukan pada Ne. Apakah dirinya harus banyak bercerita pada Ne, tapi ia tidak tahu harus bercerita apa yang biasa Ne suka? Oleh karena itu Lova hanya terdiam saja ada Ne di depannya. Tak sepatah kata pun ia berbicara pada Ne, kecuali Ne yang bertanya duluan padanya. Sifat Lova yang merasa demikian membuat Lova merasa Ne sebentar lagi akan jenuh padanya. Namun tidak demikian pada Ne. Ia merasa tak bosan walau Lova hanya bisa tersenyum saja jika ia berada dekat dengannya. Setelah puas melihat benda-benda yang berada di kamar Lova, kini Ne berbalik arah menghadap ke belakang dirinya. Terlihat olehnya rupanya Lova sedang terduduk menyandar di dinding kamarnya. Ne tersenyum melihatnya, lalu ia juga ikutan duduk bersandar di samping Lova. Sekarang ia berada di samping Lova mengikuti tindakannya menyandar yang demikian Ne suka sekali iseng mengikutinya sambil tersenyum dengan mata tajam ke arah Lova setelah dirinya melihat-lihat perabotan seisi kamarnya. Ne menatapi Lova demikian, dengan senyuman yang hanya dirasa Ne yang paling mengerti. Ia mendekatkan wajahnya ke arahku seperti memandangiku untuk beberapa waktu. Aku hanya melihat mata birunya memandangiku dan hanya ada aku dan dia saja di kamar. Dilihatnya Ne yang tersenyum demikian membuat Lova merasa terperanjat tak enakan ditatapi Ne seperti itu. "Kenapakah Ne melihatku seperti itu?" pikir Lova dalam hatinya. Untuk sekejap kami saling berpandang-pandangan dan terasa aura hangat tubuh Ne terasa menghangatkan dirinya seperti menemaninya. "Aku akan datang setiap hari menemui mu." kata Ne tiba-tiba. Lova malu dengan kata-kata Ne yang demikian. Terlihat mukanya memerah dan tersenyum malu. Tapi juga bingung pada Ne menurut Lova, "Pasti Ne hanya berkata seperti itu sesaat, nanti pasti lama-lama akan bosan padaku ... " pikir Lova dalam hatinya. Tapi senyum Ne membuat diri Lova merasa tak enakan berada sekamar dengan Ne, Ia juga merasa sedikit agak risih disenyumi dengan tatapan wajah Ne yang semakin mendekat dengannya. Ia melihat bola mata Ne yang merasa tak canggung menatapinya tapi tidak dengannya ia sangat canggung melihat Ne. Ia berusaha menghindari tatapan Ne yang mendekati wajahnya. Setelah berkata itu pada Lova, Ne lalu bangkit dan berdiri dari kamar Lova. Sambil tersenyum pada Lova lalu beranjak keluar kamarnya. Lova mengikuti Ne keluar dari kamarnya. Setelah sampai di depan rumah Ne tersenyum pada Lova kemudian ia pergi ke rumahnya. Lova yang melihatnya berlalu dari ambang pintu, merasa heran dengan sikap Ne tadi. Dari kejauhan Ne pergi keluar pagar. Semakin jauh dan tak terlihat lagi. Besokan paginya Lova harus di antar ibunya ke sekolah. Setiap hari ibunya mengantar Lova pergi ke sekolah karena di sekolah kerap kali murid-murid di sana sering menjahili Lova, Karena perbedaan etnis sangat mencolok di sana dan mereka sangat nakal sekali. Kadang buku Lova diam-diam diambil dan sengaja dibawa pulang oleh anak nakal itu. Tak luput juga tempat pensil bahkan apa saja yang menarik perhatian mereka pasti mereka mengambilnya tanpa sepengetahuan Lova. Lova juga kerap kali dicubiti oleh anak perempuan yang nakal. Ada yang juga suka menyuruh Lova mengerjakan seluruh pr-pr nya. Lova sudah sering mengadukan hal ini pada guru. Tapi murid-murid di sana tidak takut dan pasti mengulangi lagi perbuatan nakal itu. Setiap pulang sekolah Lova selalu menceritakan kelakuan nakal teman Lova pada dirinya. Ia sering menangis tidak mau lagi bersekolah di sana. Ibunya pun akhirnya mendatangi sekolah itu dan menceritakan kenakalan anak murid di sana. Ini sudah ke sekian kalinya Ibu Lova mewanti-wanti wali kelasnya agar Lova tidak diperbolehkan duduk sebangku dengan orang-orang tertentu. "Ibu guru tolong ya saya tidak mau Lova duduk sebangku dengan Angga lagi. Dia anak nakal. Kemarin tempat pensil Lova diambil sama dia. Terus buku-bukunya juga hilang semua. Tolong bilangin Angga itu jangan nakal sama anak saya. Biarin dia dikasih hukuman saja yang berat bu. Kasian kan anak saya dinakalin melulu. Belum lagi sama Novi, anak saya habis dicubitin sama dia. Pulang-pulang anak saya nangis katanya habis dicubitin di sekolah. Kayaknya mereka itu nggak bisa diam banget ya kalo di kelas, ada-ada aja kelakuannya." pesan mamahnya Lova. "Ia bu nanti saya lebih mewanti-wanti mereka bu ... " kata wali kelas. Mamahnya Lova yang kerap kali mondar-mandir ke sekolah hanya untuk mewanti-wanti teman-teman Lova yang nakal agar tak menjahili lagi anaknya. Kadang mamahnya menyamperin anak nakal tersebut. "Mana yang namanya Angga?" panggil mamahnya Lova pada kerumunan anak yang berdiri di depan kelas. Setelah menghetahui mana si Angga anak nakal itu dari telunjuk teman-teman yang mengarah pada Angga. Mamahnya yang jutex lalu berkata, "Angga kemarin kamu yang ngambil tempat pensilnya Zealova ya? Kemarin pas Lova nggak tahu kamu langsung umpetin kan?" kata mamahnya. Tapi Angga itu mengeles, "Enggak." jawab anak itu. "Kamu nggak mau ngaku ya? Awas ya kalo kamu bandel lagi nanti saya aduin sama guru-guru di sini." kata mamahnya Lova. Dan kini mamahnya Lova mengantar Lova hingga ke kelasnya. Di sana ada wali muridnya, ia pun tak segan-segan berpesan pada guru itu agar memperhatikan Lova yang kerap kali dicubitin oleh seorang anak perempuan yang nakal bernama Novi. Novi sering mencubitin Lova tatkala guru itu sedang tak memantaunya dan tak ada murid lain yang memperhatikannya. Sambil guru itu mengantar mamahnya Lova ke luar ruangan. "Bu guru tolong ya sekali lagi anak saya jangan sampai anak yang lain nakalin Lova. Saya nggak mau Lova dicubitin dama mereka kayak mereka siapa aja. Saya aja nggak pernah ngomelin anak saya. Pokoknya bu tolong jangan sampai dideketin Lova sekelompok sama anak-anak bandel tadi. Saya nggak mau nanti pulang sekolah Lova nangis ya bu." pesan ibunya Lova agar guru itu benar-benar memperhatikan anak yang nakal dan bertindak tegas dengan mereka. "Iya bu nanti saya lebih perhatikan lagi murid-murid itu ya bu." kata guru itu sambil manggut-manggut. Lova sebenarnya sangat tidak kerasan bersekolah di situ karena kebandelan anak nakal di sana. Maklumlah anak nakal itu biasanya bersekolah di sekolahan swasta. Rupanya Lova salah memilih sekolahan. Sekolahan di tempatnya kini tidak begitu banyak murid tapi anak nakalnya sangat banyak. Oleh karena itu Lova berkeinginan tidak akan lagi memilih sekolahan swasta nanti dan ia ingin melanjutkan SMP nya di sekolah negeri yang rata-rata bisa masuk di sana karena harus melalui seleksi nem.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD