04. MANA IDENTITASNYA?

1023 Words
Erinco tiba-tiba saja malah jadi kepikiran dengan wanita yang tadi. Pandangan yang lurus ke depan dan juga satu tangan kirinya yang memang menumpu wajahnya. Tetapi lamunannya langsung saja buyar ketika mendengar suara ketukan pintu. Pandangannya beralih menatap ke arah pintu tersebut secara lekat. "Apa jangan-jangan wanita itu?" gumamnya yang malah jadi kepikiran terus menerus di benaknya ini. "Permisi Tuan." Erinco langsung saja menepis secara kasar pikirannya tadi. Apalagi waktu ia sudah mendengar suara orang yang memang mengetuk pintu tersebut. "Masuk." Mengizinkannya. Karna Erinco sudah tidak asing lagi dengan suara tersebut. Siapa lagi jika bukan Heri. Dan Heri yang mendengarnya langsung saja menekan gagang pintu tersebut. Masuk ke dalam ruangan Erinco. "Selamat Pagi, Tuan." Menyapanya terlebih dahulu dengan menundukkan kepalanya dan juga memperlihatkan senyum tipisnya yang terukir di kedua sudut bibirnya. Jawaban Erinco hanya menganggukkan kepalanya saja dengan tangan yang memang terulur ke arah kursi. Bahwasanya Heri sudah dipersilahkan untuk duduk. Heri yang mengerti hal itu. Ia langsung saja menundukkan dirinya di atas kursi yang memang berhadapan langsung dengan Erinco. "Ada apa?" tanya Erinco yang terlebih dahulu memulai pembicaraan. Dan ia langsung saja ke pointnya. "Maaf, sebelumnya. Pagi-pagi sudah mengganggu waktu Tuan." Jawab Heri yang memaksakan senyumnya. Kemudian ia kembali melanjutkan kembali ucapannya. "Saya ke sini hanya ingin memberitahu kepada Tuan." "Bahwa saya sudah menemukan orang yang memang akan jadi pengganti Lisa." Erinco yang mendengar hal itu tiba-tiba saja mengerutkan dahinya. "Lisa?" Tampak wajah yang bingung dan itu terlihat jelas di raut wajahnya. "Iya, Tuan. Lisa." ucap Heri yang berusaha untuk menjelaskan kebingungan Erinco. "Pelayan yang waktu kemarin meminta cuti untuk beberapa bulan. Karna memang dia mau pulang kampung." Erinco memejamkan matanya sejenak. Entah kenapa ia merasa tidak pernah menerima laporan apapun sebelumnya tentang pelayannya itu. "Maaf Tuan. Kemarin dia sendiri yang sudah meminta izin pada Tuan. Dan Tuan juga sudah memberikannya gaji untuk bulan ini." "Apalagi mendengar dia pulang kampung karna ibunya yang sakit." Jelas Heri yang tetap saja berusaha membantu ingatan Erinco. Karna sejak kejadian yang membuatnya benar-benar ketakutan Erinco memutuskan untuk mengonsumsi obat penenang pikirannya. Dan Heri sudah mengetahui hal itu. Jadi ia paham betul jika memang ingatan Erinco sedikit melemah. Padahal baru saja itu terjadi kemarin. Kemudian Erinco membuka matanya secara perlahan. Dan menganggukkan kepalanya. Ia sudah ingat sekarang dan juga mengerti arah pembicaraan Heri. "Apa Tuan sudah bisa mengingatnya. Dan tidak perlu terlalu dipaksakan. Karna saya di sini hanya ingin mengkonfirmasi saja." ucap Heri yang tiba-tiba saja melihat Erinco jadi melamun. "Tuan. Apa Tuan baik-baik saja?" tanyanya dengan nada yang sedikit khawatir. Takut terjadi apa-apa dengan Erinco. Tapi katanya sih, Bosnya ini sudah sembuh. Tetapi melihatnya yang seperti itu membuat Heri jadi takut sendiri. "Tuan...." Panggilnya dengan tangan yang dilambai-lambaikan di hadapan wajah Erinco. Dan akhirnya Erinco tersadar. "Ya, ada apa?" "Apa Tuan baik-baik saja?" Heri bertanya kembali untuk memastikannya. "Saya baik-baik. Memangnya ada apa?" "Syukurlah. Saya jadi tenang. Tapi kenapa tadi Tuan...." Menggantungkan kalimatnya sejenak. Heri tidak jadi mengucapakan hal itu. Lebih baik ia kembali ke arah topiknya yang tadi. "Maaf sebelumnya. Apa Tuan, tadi mendengar baik-baik ucapan saya?" Erinco menganggukkan kepalanya. "Baiklah jika begitu. Saya ingin melanjutkan percakapan saya yang tadi." "Silahkan." ucap Erinco yang menggaruk kepalanya tidak gatal. Entah kenapa pikirannya ini jadi tidak tenang. Dan selalu saja wanita tadi yang mengitari benaknya. "Saya lanjut. Karna Lisa mengambil izin cuti yang memang berkepanjangan. Dan otomotif nanti akan kekurangan pelayan." "Tetapi tenang saja, saya sudah mendapatkan pelayannya." Erinco memandangnya sejenak. "Siapa?" "Maaf jika wanita tadi benar-benar mengganggu Tuan. Dan memang pelayannya itu." Tiba-tiba saja hati Erinco jadi berdetak tak karuan. "Wa-wanita yang tadi?" "Wanita yang memang menaiki motor. Lalu, mengemis untuk bisa bekerja di sini?" Erinco mengucapkannya dengan nada yang cukup menaik. Dan Heru mengerutkan dahi sejenak. Berpikir, mengapa tiba-tiba Bosnya ini jadi mengingat semuanya. Bukankah dia cepat amat lupa. Tapi mungkin bisa saja karna kejadian yang baru saja beberapa jam terjadi itu masih teringat di benaknya. "Siapa namanya?" Menatapnya secara lekat. "Kenapa kamu bisa langsung menerimanya?" "Sedangkan saya sendiri saja belum menyetujuinya dan juga melihat identitasnya." "Cepat berikan identitas dia kepada saya." Tangan yang terulur ke depan. Heri yang mendengarnya benar-benar menuruki dirinya sendiri. Seharusnya tadi ia terima saja amplop coklat yang memang ingin diberikan oleh Lentera. Jika begini artinya ia harus memikirkan alasannya dahulu serta memintanya kembali. "Kenapa kamu diam?" Sergahnya cepat. Dengan layangan tatapan tajam ke arah Heri. Jujur Erinco tidak mengerti dengan dirinya sendiri yang ketika mendengar wanita itu. Ia langsung saja bersemangat untuk mengetahuinya secara dalam. "Maaf Tuan. Sepertinya nanti besok saya akan memberikan identitasnya kepada Tuan." Heri memasakkan senyumnya agar tidak terlihat bahwa memang ia yang sudah bersekongkol dengan Lentera dan juga Garson. Dengan meminta salah satu pelayan yang memang disuruh berhenti. Tetapi Heri menyuruhnya untuk berbicara kepada Erinco cuti jangka panjang. Ia begini karna memang diancam dan juga disuap oleh Garson serta Lentera agar nantinya Lentera bisa masuk ke restorannya Erinco. "Kenapa harus besok? Kenapa kamu tiba-tiba terima tanpa persetujuan saya??" Sahut Erinco yang merasa sedikit ganjal dengan ucapan Heri barusan. "Dikira ini restoran milik kamu itu? Jangan mentang-mentang saya tidak terlalu menjalankan bisnis saya yang satu ini dan terlalu sibuk dengan perusahaan." "Lalu kamu yang memang ditugaskan untuk menjalankannya. Bisa seenak-enaknya menerima orang yang bekerja di sini." "Walau memang saya tidak pernah mengurusi itu semua. Tapi bukankah hal itu harus melewati jalur seleksi saya juga?" Heri yang mendengar hal itu hanya bisa menundukkan kepalanya. Mengapa tiba-tiba Bosnya ini malah jadi marah-marah dengannya. "Saya tidak ingin ada penyusup yang masuk ke sini nantinya." gumamnya dengan menekankan kalimat 'penyusup' mengapa Bosnya ini bisa berbicara seperti itu. Apa jangan-jangan.... Heri langsung saja mengangkat kepalanya dan menampilkan senyumannya tipis. "Baik Tuan. Malam ini juga saya akan langsung mengirimkan identitas pelayan itu." "Kenapa harus malam?" tanyanya lagi dengan mengangkat salah satu kakinya di atas lutut. "Kenapa tidak bisa sekarang saja?" "Memangnya kamu tidak meminta persyaratannya untuk bisa bekerja di sini dengan wanita itu tadi?" Heri jadi gelagapan sendiri. Ia harus jawab apa jika begini. Erinco tidak tahu saja bahwa memang Lentera itu masuknya lewat orang dalam yaitu dirinya sendiri. "Atau jangan-jangan wanita itu memang tidak membawanya. Dan dia memiliki koneksi di sini agar bisa bekerja di restoran saya." "Dan koneksinya itu.... Kamu sendiri." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD