Tamu Tengah Malam

1557 Words
Raihan berulang kali mengubah posisi tidurnya. Kenapa ranjang empuk ini berubah menjadi duri yang membuat tubuhnya tak nyaman. Sekarang sudah jam sepuluh malam, besok dia harus menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk, gara-gara penyamaran menjadi tukang ojek sejak beberapa hari yang lalu. Aksi gila seperti kurang kerjaan padahal dia orang yang sangat sibuk. Bagaimana bisa wanita yang sebenarnya amat biasa itu terlihat begitu menawan. Raihan bisa gila, wajah cantik yang terbayang-bayang nyata di matanya. Dua hari dia memendam rindu yang tak berkesudahan, rindu yang bisa diobati hanya dengan membayangkan wajah saja. Rindu yang menggila, yang tak ada obatnya selain bertemu dengan sang pujaan hati. "Ada apa denganku?" Raihan bangkit, mengacak rambutnya putus asa. Dia bagaikan pengguna n*****a yang sakau. Dia merasa aneh, tak mungkin dia terkena guna-guna, bukan? Pemuda tampan itu bangkit dari ranjangnya sambil meneguk air putih yang terletak di atas nakas. Sejenak dia merenung. Renungan yang akhirnya memiliki kesimpulan. Lalu, dengan cepat dia menyambar kunci motornya sambil mengumpat. "Sial! Ada apa denganku?" Hati menolak, tapi tubuh bergerak. Dia sudah memutuskan akan mendatangi wanita itu malam ini, dia butuh bertemu walaupun satu detik saja. Gila, dia sudah gila. Raihan pastikan jaket tebalnya, tidak lupa kaos kaki dan sarung tangan agar tidak beku. Jarak desa Via dari sini sekitar dua jam jika motor melaju dengan kecepatan tinggi. Raihan tidak pernah merasa gila ini, apa yang telah diberikan wanita itu padanya sampai-sampai dia memutuskan mencarinya tengah malam begini karena tak bisa tidur. Di tempat berbeda, Via masih berkutat dengan tumpukan kertas di hadapannya. Ratusan lembar hasil Try-out ini harus selesai dikoreksi. Matanya yang dipaksa untuk terbuka sudah memerah menahan kantuk. Jam satu malam, seharusnya dia sudah meringkuk dan menggulung dirinya dalam selimut. Mungkin ini salahnya yang suka menunda-nunda pekerjaan, dia berfikir, memeriksa ratusan jawaban ini adalah perkara kecil. Via baru saja membalikkan satu lembar jawaban yang selesai diperiksanya saat mendengar pintu diketuk pelan. Gadis cantik itu waspada, sejauh ini desa ini sangat aman. Tidak pernah ada perbuatan kriminal, tapi siapa yang datang malam-malam begini? Jam satu dini hari, bahkan semua orang sudah hanyut dalam mimpinya. Ia berusaha mengabaikan, namun pintu kembali diketuk tak sabaran. Via agak kesal bercampur waspada. Dengan cepat dia meraih jilbab panjangnya, sambil mencari palu yang biasa dia simpan di kolong tempat tidur. Via berjalan mengendap, berjalan ke arah jendela itu perlahan-lahan. Dia melihat, punggung lebar dan tubuh tinggi menjulang. Tubuh itu tampak tak asing. Via melirik motor yang terparkir manis di halaman kos. Dia ingat, itu si Mas ojek. Tapi mau apa dia malam-malam begini? Via membuka kunci pintu untuk menuntaskan rasa penasarannya. Belum sempat dia membuka mulut, dia sudah didorong tak sabar masuk kembali ke dalam rumah bersama dengan pria itu yang juga ikut menerobos. Klik! Pintu dikunci pria itu tanpa meminta persetujuan. Via kaget dan tidak senang, laki-laki itu bahkan meminta izin untuk masuk. "Apa yang Mas lakukan?" Via menampakkan raut wajah kesalnya. Raihan melepas helmnya, menarik nafas perlahan. "Di luar terlalu dingin, Mbak." "Tunggu, tunggu! Apa maksud semua ini? Mas datang malam-malam masuk tanpa permisi dan mendorong pintu kos saya." Mata Via menyipit, dia berusaha menahan diri agar tidak terpancing emosi. Raihan bukannya meminta maaf, tapi kaki yang panjang malah maju membuat Via terdesak ke dinding. Gadis itu membentengi dirinya sendiri dengan menyilangkan tangan di depan d**a. Raihan memejamkan matanya, lalu menatap gadis cantik itu dengan pandangan putus asa. "Aku merindukanmu, sampai-sampai aku tidak bisa tidur." Mata Via terbelalak tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Apa laki-laki ini sedang tidak waras? "Maaf," Via tersenyum hambar. "Apa maksud semua ini?" Via menengadah menatap Raihan sengit. "Aku merindukanmu, sampai sampai aku berubah gila." Kalimat itu diucapkan dengan frustasi. Raihan kembali melangkah mendekat, meraih lengan jenjang yang dibalut gamis longgar bewarna hijau muda. Namun, ditepis Via dengan kasar. "Jangan macam-macam, Mas! Keluar dari rumah saya!" Mata Via berapi- api. Raihan tidak menyerah, dia malah lebih maju meninggalkan jarak satu jengkal di antara mereka. Sedangkan Via semakin panik. "Boleh aku memelukmu? Setelah itu aku akan pergi." Avia menggeleng panik. "Pergi! Sebelum saya...." "Peluk aku sekali saja. Setelah itu aku akan pergi." Raihan tak menyerah, dia mendekat sampai kepala Via menabrak dadanya. Gadis itu mendorongnya kuat, tapi tenaganya yang kecil berhasil membuat Raihan mundur walaupun satu langkah. "Pergi!" perintahnya membentak. "Aku jatuh cinta padamu, " aku Raihan yang sudah putus asa, semua perasaan itu harus dikatakan oleh nya agar tidak menyesakkan dadanya. Via tercekat dan terbelalak tak percaya. Dia menggeleng sambil berkata, "jangan konyol, Mas! Keluar sekarang juga, Anda sudah bertingkah seperti maling yang masuk rumah orang tanpa permisi." Via berseru panik, entah keberanian dari mana, Raihan malah mendekat lalu memeluk paksa gadis itu. Via meronta kasar, satu kali dorong, Raihan berhasil tersentak mundur. Plak! Tangan halus itu mendarat kasar di pipi Raihan. Mata lugu milik gadis itu menatapnya benci. *** Via kehabisan akal membujuk Raihan untuk keluar dari kos-kosannya. Setelah aksi menampar tadi, laki-laki yang ditampar memasang raut datar tanpa merasa bersalah sedikit pun. Yang membuat Via jengkel, bagaimana bisa si Mas tukang ojek itu mengeluh lapar setelah kena tampar. Pada akhirnya Via tak punya pilihan lain selain mengambilkan sepiring nasi beserta lauk apa adanya untuk pria itu. Via memandang kesal wajah tak bersalah laki-laki yang tengah lahap menghabiskan hidangan yang disajikan tak ikhlas di depannya. Via masih berdiri sambil bersidekap dan memasang raut permusuhan, menunggu pria itu untuk keluar dari rumah kos miliknya, namun lima menit setelah menghabiskan sepiring nasi, tak ada niat laki-laki itu beranjak menuju pintu ke luar. "Mas, ini tidak lucu." "Aku tidak tertawa." Raihan pura-pura bodoh. Melihat itu, Via semakin meradang. "Mas, keluar!" Via menunjuk pintu keluar disertai suara meninggi. Raihan bangkit berjalan mendekat, Via langsung mundur mempersiapkan diri untuk melawan. "Jangan keras-keras, Nona! Kalau warga tau, kita bisa dinikahkan malam ini juga. Dan itu akan menguntungkanku." Ada kesan mengejek dari kalimat yang dilontarkan Raihan. Via menutup mulutnya. Kemudian memijit keningnya lelah, bahkan dia sangat mengantuk saat ini. "Saya mohon, Mas! Jangan seperti ini, apa yang Mas lakukan sangat berbahaya bagi saya." Via memelas. "Seperti apa? Aku cuma bertamu, tak ada apa pun yang terjadi." "Ya Allah," keluh Via." Sekarang terserah Mas, pilih saja! Dari pada saya mendapatkan fitnah, lebih baik saya menginap di rumah sebelah. Tempat pemilik kos." Raihan tersenyum sekilas dengan kepanikan wanita itu. Panik saja dia cantik, apa lagi kalau tersenyum. Melihat wajah cemas itu menjadi hiburan tersendiri bagi Raihan. "Berapa umurmu?" "Saya sedang tak berniat untuk berkenalan, Mas," ketusnya. "Biar kutebak, melihat tubuhmu yang kecil, kau masih berusia dua puluh tahun." "Saya tidak sekecil itu." Via tak terima dikatakan masih dua puluh tahun. Bahkan dia genap dua puluh delapan bulan depan. "Hmmm ... berarti dua puluh satu." "Dua tahun lagi saya tiga puluh, asal Mas tau saja." Raihan bersorak dalam hati, gadis ini tak sadar perhatiannya sedang dialihkan. "Kamu lebih cocok berusia dua puluh satu." "Terserah Mas saja. Sekarang keluar, Mas!" Via membuka pintu lebar-lebar. Dia sudah putus asa menghadapi laki- laki di depannya. "Kamu sudah punya pacar?" "Maaf?" "Jika kau menjawab aku akan pergi." Via membuang nafas menetralkan emosi yang kembali naik. "Pacaran hukumnya haram. Jadi tak ada istilah pacaran dalam hidup saya." "Artinya kau belum ada yang punya?" Raihan semakin bersemangat. Dia menatap lekat wajah cantik itu yang dibalas dengan pandangan sinis. "Saya kepunyaan jodoh saya." "Jodohmu itu aku," jawab Raihan penuh tekad. "Keluaaar!" Via mengamuk sambil berkacak pinggang. "Berjanjilah besok kamu akan menunggu di pangkalan, mulai besok aku yang akan mengantarmu pulang pergi mengajar." "Apa?" Mata Via membulat. "Mas sudah gila? Kurang waras? Atau mas ini seorang kriminal? Memaksa orang sesuka hati mas adalah Perbutan tak menyenangkan." "Aku gila karenamu." Raihan mendekat. Sedangkan Via meraih sapu di dekatnya. Mengacungkan tangkai sapu ke wajah Raihan. Raihan malah tertawa dan merasa terhibur, dia gemas sendiri dengan tingkah Via. Andaikan saja wanita itu tidak sesuci itu, dia akan menggendongnya dan mencubit pipinya sampai puas. Tapi dia hanya perlu bersabar, karena dia sudah bertekad, akan menjadikan Via istrinya secara suka rela atau secara paksa. "Keluar! Apa mas tak mengerti bahasa manusia?" Via semakin marah. "Aku hanya mengerti bahasa cinta." Raihan semakin mengerjai gadis itu. Via kehabisan akal, ini bahkan jam dua dini hari. Dia belum tidur sepicing pun. Bahkan saat ini penglihatannya mulai tidak fokus, perut yang belum terisi, tidur yang belum terlaksana ditambah lagi kehabisan energi menghadapi laki- laki aneh di depannya. Pegangan pada sapu melemah dan detik berikutnya Via kembali merosot dan jatuh pingsan kembali. Untung saja Raihan menangkap dengan tangkas. "Via, hari ini aku mendapat rejeki dua kali." Raihan menggeleng dan menggendong wanita itu menuju ke kamarnya. Andai saja wanita itu sadar, mungkin dia akan kembali mendapat ucapan terimakasih berupa tamparan. Raihan heran, tangan kecil itu memiliki kekuatan yang luar biasa. Pipinya sekarang masih kebas. Raihan tersenyum miris, seperti kata wanita itu. Dia sudah tidak waras, apa yang dilakukannya saat ini bukanlah dirinya, yang benar saja! Mencari wanita itu tengah malam dan bertingkah seperti kekasih sekaligus dokter pribadi wanita itu. Akan tetapi, ini benar dan salah secara bersamaan. Baru kali ini Raihan merasa kembali bahagia setelah hatinya yang beku selama bertahun-tahun. Dia menjadi gila dan mabuk kepayang, kenapa begitu cepat pesona Via meleburkan hatinya. Raihan mengamati wajah cantik itu, menumpukan dagunya ke jemarinya dan meletakkan kepala di atas tempat tidur sambil berjongkok. Dia tak memungkiri, wanita ini sangat cantik. Cahaya wajah yang bersinar, serta mata bening seperti bayi yang tidak berdosa. Bagaimanapun, wanita ini harus menjadi miliknya. Sekali lagi, suka rela atau terpaksa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD