2. Meminta

978 Words
Satu jam bersama Sarah membuat Erick terlambat bekerja ponselnya sedari tadi berbunyi. Sekretarisnya terus menghubungi menanyai keberadaannya. Enggan mengangkat, karena memang ia sedang sibuk bersama Sarah. Satu persatu ia memakai pakaiannya kembali. Sarah sudah bergegas ke kamar mandi karena tak tahan dengan keringat yang membanjiri tubuhnya. Ia tahu betul wanita itu tak suka dengan sesuatu yang jorok. Satu tahun lamanya menjalin hubungan secara diam-diam membuat Erick tahu sedikit banyaknya kebiasaan dan kepribadian Sarah. Wanita itu manja, kadang dewasa dan mandiri. Tak suka diatur dan penyayang. Itulah sebabnya ia terpikat dengan Sarah. Berbeda lagi dengan istrinya. Reyea memang wanita lemah lembut bahkan tak pernah marah kepadanya dan penurut. Dan mungkin alasan itu yang membuat pernikahannya selama hampir dua tahun harus bermasalah. Jujur, Erick suka berpetualang. Ia rasa semua pria seperti itu. Pria itu suka tantangan baginya hidup dengan tantangan akan lebih seru dan Erick membuktikannya dengan seperti sekarang ini. Mungkin para pria di luaran sana sama sepertinya hanya saja, sugguhan yang ada dirumah lebih nikmat di bandingkan di luar. Begitulah kiranya. "Sayang mau bareng berangkatnya?" Teriak Erick, ia rasa Sarah tak akan mendengar gemercik air menganggu suaranya Tapi tak lama, suara gemercik itu terhenti digantikan dengan pintu kamar mandi yang terbuka. Sarah menghampiri Erick lalu duduk di sisi ranjang. "Nanti kamu terlambat. Aku masih mau dandan, lagi pula kalau kita berangkat bareng nanti ketahuan." "Gak perlu dandan, kamu udah cantik. Aku gak suka ada pria lain yang melirik mu." Sarah mencebik. "Dasar curang! Kamu aja boleh dilirik dan melirik cewek lain." Pria itu tertawa, lalu memeluk Sarah dengan sayang. Entah mengapa, walaupun hubungan dan perasaan itu tak benar tetap saja ia tak bisa membohongi perasannya bahwa Erick jatuh cinta sejatuh-jatuhnya dengan Sarah. Sarah melepas pelukan "Udah ah, main peluk aja nanti ujung-ujungnya aku tau kok." Katanya lalu memperbaiki posisinya. Erick nyengir kuda, lalu merubah posisinya. "Aku berangkat dulu ya?. Kalau mau makan siang bareng telfon saja. Oke baby?" "Hmmm." Jawab Sarah acuh "Kok gitu jawabnya?" Erick merasa bingung "Ceraikan istrimu mas." Tuturnya lalu berjalan menuju lemari pakaian. Erick termenung, masih berdiri di tempat dengan pikirannya. Selalu saja seperti ini, setiap bersama wanita itu, Sarah akan meminta untuk ia menceraikan Reyea. Jelas itu sulit, Reyea masih ada di dalam hatinya walau tak banyak. Belum lagi ayah Reyea yang akan membencinya nanti mengingat pria paruh baya tersebut begitu percaya dengannya. "Aku berangkat dulu." Ujarnya lemah, lalu pergi meninggalkan Sarah yang sedang mengenakan pakaian kerjanya. Sarah terduduk di lantai, kepergian Erick membuatnya lebih leluasa dalam meratapi hidupnya, kesedihannya yang membabi buta. Sarah tahu semua salah, tapi hati dan perasaanya meminta kepastian ingin semuanya, seutuhnya hanya milik Sarah. Air matanya mulai menetes, perlahan makin deras karena tak kuasa menahan beban hidupnya. Jika dipikir, perekonomiannya tak begitu sulit bahkan ia sekarang bekerja di salah satu cabang perusahaan Erick walaupun tak memegang jabatan tinggi. Hanya saja, apa gunanya memiliki harta berlimpah kalau kesepian?. Wanita itu selalu merasa kesepian saat tak mempunyai teman sekedar berbincang. Saat ini, hanya Erick yang mengerti semua tentangnya, teman hidup terbaiknya dan Sarah sulit meninggalkannya. °°°° "Hei Sarah!" Sarah berbalik, mendapati Heru yang berlari kecil menyusulnya. Wanita itu membalas dengan senyuman "Kamu sudah sarapan?" Tanya Heru "Belum sih, kenapa memangnya?" Heru tersenyum nampak malu-malu. "Ayo sarapan denganku?" "Sekarang?" Pria itu mengangguk dengan penuh harap menunggu persetujuan Sarah "Okelah, pak bos belum datang kan?" "Belum." Heru lalu menggenggam jemari Sarah, mereka ahkirnya berjalan menuju warung terdekat. Hanya dengan berjalan kaki mereka sudah sampai di warung makan biasa mereka sarapan. Terkadang pria itu mengajaknya untuk sekedar berjalan-jalan, perlu di ingat Heru dan Sarah dulunya punya kedekatan tetapi pertengkaran membuat mereka berpisah. "Tumben kamu kesiangan?" Sarah memilih duduk di samping Heru lalu meletakan tas kerjanya di sampingnya. "Biasa, banyak pekerjaan rumah yang belum aku kerjakan." "Kamu masih sering membersihkan rumah sendiri?" Tanya Heru tak percaya Sarah mengangguk. "Kamu bisa mencari pembantu kan Sarah?, Jangan terlalu capek." Kata Heru penuh perhatian, matanya begitu mengisyaratkan kekhawatiran "Aku lebih suka mengerjakannya sendiri Her. Kayak kamu gak tau aku aja." "Kamu memang keras kepala." Sarah tertawa. Heru terdiam, mengamati ekspresi wanita didepannya yang begitu membuat hatinya menghangat. Heru masih sangat mencintai Sarah, wanita itu mampu memporak porandakan hidupnya. "Ini Baksonya," pelayan tersebut meletakan di atas meja "ini mie ayamnya. Selamat menikmati." "Terima kasih." Jawab Heru, pelayan tersebut tersenyum lalu beranjak pergi. "Bakso disini memang paling enak!" Pekik Sarah saat setelah menyeruput kuah bakso tersebut Heru tersenyum, "Mie ayamnya apalagi." Katanya menanggapi "Bagaimana harimu?" Heru mencoba untuk membuka obrolan lebih dalam lagi "Selalu baik." Ucapnya sembari mengunyah bakso "Kamu mau cobain Mie ayamnya?" Pria itu menyuapkan kearah mulut Sarah, dengan senang hati wanita berambut sebahu tersebut menerimanya. "Enak." Katanya saat lidah itu mulai merasakan perpaduan bumbu-bumbu yang nikmat "Kamu mau?, Kita habisin sama-sama." Kalimat tersebut membuat Sarah tertegun. Ia jadi mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu dengan orang yang sama. Dulu, saat mereka masih menjalin hubungan hampir setiap hari pria tersebut mengajaknya makan bersama menghabiskan makanan sepiring berdua. Sungguh romantis. "Aku kenyang." Jawab Sarah ahkirnya "Baiklah. Aku bayar dulu ya?" "Eh tunggu, gak perlu. Aku bayar sendiri aja." "Jangan sungkan Sarah. Aku senang melakukannya." Ia ahkirnya mengalah dan tersenyum. Lalu menunggu Heru di halaman luar warung. "Ayo." Mereka ahkirnya berjalan menuju kantor. Tak jauh hanya bersebrangan dengan kantornya. Heru masih setia menggandeng tangannya, saat ingin menyebrang tak sengaja mata Sarah melihat mobil Erick yang melintas di depannya. Masih terlihat wajah penuh amarah Erick yang memperhatikannya ia yakin pria itu melihatnya. Susah payah Sarah menelan ludahnya, wanita itu sontak menghentakan tangan Heru. Pria itu terkejut, Sarah tersenyum merasa bersalah. "Bos sudah datang." Alih Sarah "Oh iya. Ayo." Jawab Heru masih kebingungan dan kecewa. Jantung Sarah berpacu tak wajar, wanita itu merasa ketakutan melihat aura wajah yang ia lihat dari Erick tadi. Pria tersebut sepertinya cemburu dengan sikapnya pada Heru. Mungkin nanti Sarah akan menjelaskan yang sebenarnya terjadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD