NT 1

2338 Words
Kilauan pancaran bangunan mewah terbentang luas didepan matanya. Bangunan itu merupakan Gedung yang menjulang tinggi dengan berbagai macam fasilitas lengkap didalamnya. Sejenak kakinya terhenti untuk mengamati apa yang ada di sekelilingnya. Bangunan asing, suasana asing serta lingkungan asing menyeruak kedalam dirinya. yah, Dia hanya seorang perempuan dengan perawakan sederhana. Tidak ada kesan mewah, glamor, serta cantik yang luar biasa. Namanya Safiyah Akhyar dan biasa dipanggil dengan sebutan Fiyah. Dia tengah berada di sekolah yang cukup terkenal di kota ini. Sungguh bukan keinginannya berada disini, lingkungan yang berbeda membuat dia merasa tidak seharusnya berada di sini. Tetapi menolak pun tidak bisa, hatinya tidak sanggup menolak permintaan orang tua angkatnya agar mau pindah kesekolah ini. Sekolah dengan latar belakang pendidikan bagus, bukan hanya sekolahnya tetapi orang-orang didalamnya juga tidak biasa. Fiyah tau itu, Karena banyak mobil terpakir rapi dari berbagai macam merek. Sekolah ini juga selalu menjadi perwakilan dalam ajang olimpiade tingkat nasional. Fiyah ingat bagaimana dulu saat seleksi olimpiade tingkat provinsi dia kalah dari perwakilan sekolah ini. Dia paham untuk masuk kedalam sekolah ini hanya ada 2, kalau tidak mempunyai uang maka dia harus pintar. Beginilah yang terjadi saat ini, sistem yang dari dulu sampai sekarang tidak ada perubahannya, bukan hanya sekolah ini tetapi masih banyak sekolah dibelahan bumi sana menerapkan sistem ini. Hampir 30 menit berjalan kesana kesini tetapi hasilnya tetap nol, dia tidak menemukan ruangan kepala sekolah. Bagaimana dia bisa menemukan di lingkungan yang seluas ini. Kalau dipikir Seharusnya dia tidak perlu bersusah payah pindah karena sudah berada di kelas 12, yang berarti beberapa bulan lagi akan lulus. Akan tetapi melihat bagaimana antusias Mama dan Papa angkatnya membuat dia setuju begitu saja. "Ray tu liat keknya anak baru deh," ucap Arka yang tengah duduk di kantin sekolah sambil menghisap sepuntung rokok. Arka merupakan siswa kebanggaan sekolah dalam hal pembuat onar. Tawuran adalah kegiatan yang paling dia sukai. Penampilan Arka itu sungguh diluar nalar, dari manapun tidak akan ada yang tahu dia seorang yang nakal. "Mana mana? gue berharap dia cewek cantik, terus body bohay hahaha." Rayhan mengedarkan pandangannya untuk mencari sosok murid baru yang menjadi pusat pandang Arka. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Wkwkwk mampus Zonk lo Ray. Cewek sih cewek tapi pakaian macam mak gue mau ngelayat," cerocos Andi. Dia mempunyai mulut tajam, membuly adalah keahliannya. "Mulut Lo Ndi. Kalau lo ngomong depan mak gue abis lo di ceramahin 7 hari 7 malam." Arka menatap sosok anak baru yang terlihat dari belakang. "Salah mulu gue ya, Kaf menurut lo cewek itu cantik gak?" Andi selalu saja melihat cewek dari 2 sudut pandang kalau tidak cantik maka dia harus kaya. Kalau 2 hal itu tidak ada maka jangan harap Andi akan melirik. "Ya Pasti jelek, muka kusam. Orang kayak gitu mana paham perawatan," jawab Kahfi. Kahfi itu orangnya terlalu jujur dan kalau bicara tidak disaring terlebih dahulu. Di dunianya hanya ada tawuran, balapan, nongkrong dan games. Tidak pernah menjalin hubungan dengan perempuan selama 19 tahun umurnya. Dia berpikir perempuan itu manusia paling ribet dan manja jangan lupakan matre. "100 buat lo Kaf, berani banget tu bocah masuk sini. Gak takut apa dibuly?" ucap Arka. Penampilan yang berbeda sungguh menarik perhatiannya. "Lo lupa? dikelas 11 ada juga tu yang pakai penutup kepala kayak gitu, ya walaupun nggak lebay kayak dia." Ray mengingat-ngingat bahwa ada beberapa orang disekolahnya yang memakai hijab. "Udah ah ngapain bahas tu anak. Yang enak dibahas tu cewek cantik plus body aduhai kayak dedek Aca bikin gue pengen nerkam sumpah." Andi membayang-bayangkan lekuk tubuh adek kelasnya. "Astagfirullah, Insaf bro wkwk. Tapi iya sih, mata gue kalau liat yang begitu suka melek. Tapi yang gue tahu dari Revan si Aca tu udah habis sama dia. Keenakan tu si Revan," cerocos Arka. "Lah turun deh minat gue sama dia. Kalau udah dihabisin Revan ogah gue. Gue gak suka bekas orang wkwk," balas Andi. "Otak lo semua isinya kotoran ya, kalau Bima tahu abis lo. Nanti malam Geng Rino ngajakin balapan, Jangan lupa." Kahfi memberitahukan bahwa ada tantangan dari orang yang paling mereka tidak suka. "Aman aman, Perlu nggak kita kasih tahu ke grup? Gue yakin pasti geng Rino nggak Cuma ngajak balapan tapi sekalian ajak gorok-gorokan." Bukan menjadi rahasia umum lagi mereka terlibat sesuatu yang berbahaya. "Nggak usah lah, Kita aja udah," balas Andi. "Oke Fix kita aja, gue nanti kasih tau Bima." Mereka membubarkan diri untuk segera memasuki ruang kelas. Membolos di jam pelajaran pertama bukan tanpa alasan, mereka malas bertemu dengan guru yang selalu saja mencari perhatian mereka. *** "Lo Safiyah Akhyar ya"? "Astagfirullah..." Fiyah tentu kaget dengan kedatangan seseorang secara tiba-tiba. Seharusnya dia bisa mengucap salam terlebih dahulu. "Santai dong, lo liat gue kayak liat setan aja," ucapnya lagi. Fiyah terdiam sebentar karena masih terkejut. Dia melihat sosok didepannya ini, Kalau dilihat dari atas sampai bawah sosok di depannya ini memang mempunyai daya tarik tersendiri. "Maaf..." Fiyah membalas seadanya, dia terlalu bingung. Tidak ada undangan langsung datang begitu saja. "Oke...oke, kayaknya lo orang nya susah diajak becanda. Kenalin gue Bima mantan ketua Osis di sini." Bima merasa aneh dengan dirinya sendiri. Kenapa dia harus membawa embel-embel mantan ketua osis. "Lo nggak mau kenalin diri gitu?" "Kan kamu udah tau, kenapa harus kenalan lagi." Bima yang baru pertama kali mengalami kondisi seperti ini hanya bisa salah tingkah. "Eh Sorry, gue cuma mau nunjukin ruang kepala sekolah," ucap Bima yang merasa tidak enak hati. Bima merasakan aura yang berbeda, namun dia tidak mau terlarut didalamnya. Fiyah bernafas lega, setidaknya dia tidak berputar-putar lagi mencari sesuatu yang tidak pasti. "Ayo Gue antar," sambung Bima lagi. Fiyah mengikuti langkah Bima untuk ke ruang kepala sekolah. Tidak ada yang memulai obrolan, hanya ada bunyi langkah kaki r mereka untuk ke ruang kepala sekolah. "Gue balik ke kelas dulu, semoga kita sekelas." Bima segera beranjak pergi setelah sampai mengantarkannya di ruangan kepala sekolah. Kedua ujung bibirnya terangkat ke atas. "Sumpah tu cewek beda banget, apa kadar kegantengan gue pudar ya? Ngelirik gue aja ogah. Lo beda dan gue suka," gumam Bima sendiri sambil tersenyum. Koridor menuju kelas nya sangat sepi, pelajaran pertama sudah dimulai 1 jam yang lalu. Senyum yang biasanya jarang Bima tunjukan mendadak muncul. "Woi, siapa yang lempar ni kertas ha!!!" Bima mendapat hadiah gumpalan kertas yang mengenai wajah tampannya. "Gue, mau ngapa lo. Gue kira lo udah gila, senyum-senyum gak jelas," jawab Arka tak kalah dengan nada keras. "Diam! Gue tidur," bentak Kahfi kesal. "Lo salahin tu bocah, gue baru datang malah dilempar kertas,"adu Bima seperti anak kecil. Bima merasa kesal dengan tingkat keusilan temannya. Tapi efek pertemuan dengan Fiyah membuatnya berhasil meredahkan kekesalan yang datang. Guru yang mengajar pun datang dan memberikan isyarat untuk diam. Di tempat lain Fiyah melangkah masuk kedalam kelas barunya, tertulis diatas pintu masuk kelas XII IPA 1. Dia termasuk murid yang pintar dan memenuhi persyaratan untuk masuk kekelas unggul tersebut. Ada rasa takut di dalam diri Fiyah ketika ditatap oleh 19 pasang mata. "Ayo, perkenalkan diri kamu," suruh guru yang bername tag Abel kepada Fiyah. "Iya bu, Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat Pagi menjelang siang, Perkenalkan nama saya Safiyah Akhyar. Biasa dipanggil Fiyah. Saya pindahan dari SMA Al Ihsan Bangkinang. Semoga kita bisa berteman baik," ucap Fiyah pelan. Dia sedikit kikuk. Penghuni kelas memandang Fiyah dengan berbagai macam tatapan, ada tatapan biasa saja, tatapan tidak suka, tatapan merendahkan dan tatapan tak peduli. "Kamu duduk di kursi pojok paling belakang ya." Fiyah menurut dan mulai melangkah menuju tempat duduk barunya. "Halo, Gue Anjel" sapa Anjel dengan senyum manisnya. Posisinya berada di depan Fiyah. "Halo juga, saya Fiyah" balas Fiyah dengan tersenyum. "Semoga lo betah di kelas egois ini, dan gue harap kita bisa berteman baik," ucap Anjel dengan sedikit tertawa. Kelas dengan tingkat keegoisan diluar nalar. Tidak pernah memikirkan orang lain, yang hanya ada di pikiran mereka bagaimana bisa menjadi yang terbaik. "Iya, terima kasih," jawab Fiyah. Dia merasa nyaman untuk mengobrol ringan dengan Anjel, namun obrolan itu harus terhenti karena pelajaran yang akan di mulai. Selama pelajaran berlangsung, semua murid di kelas mendengarkan dengan serius. Fiyah memang mempunyai penampilan yang berbeda dari yang lain. Mempunyai latar belakang keluarga yang paham agama membuat ia terdidik menjadi perempuan yang menutup auratnya. Jam pelajaran ketiga keempat akhirnya selesai ditandai dengan bel yang berbunyi nyaring. Banyak murid berbondong-bondong menuju ke kantin untuk mengisi perut mereka yang sudah berdemo. "Oi lo kok bisa masuk kelas ini. Bayar berapa?" Fiyah tidak tahu kenapa seorang perempuan tiba-tiba berbicara yang tidak masuk akal. "Dia bukan lo ya Sil yang masuk ke kelas ini harus bayar dulu," geram Anjel. "Diam lo Jel, jangan sok jadi pahlawan kesiangan. Gue berurusan sama anak baru bukan sama lo." Sesil menatap tajam ke arah Fiyah. "Saya nggak bayar seperti yang kamu pikirkan." Akhirnya Fiyah berani mengeluarkan suaranya. "Alaaah... gue nggak percaya, penampilan macam pembantu gue lagi." Sesil masih tidak percaya. "Lo apaan sih Sil, dia memang pintar asal lo tahu. Dia lawan tes seleksi gue pas olimpiade matematika tingkat Provinsi. Selisih nilai gue sama dia Cuma 1 point." Bibir Sesil memucat akibat ucapan Arya. Arya adalah murid paling pintar seangkatan. Tidak ada yang bisa mengalahkan dia merebut peringkat terbaik selama 2 tahun berturut-turut. Sesil sangat takut bahwa Fiyah akan merebut posisinya yang selalu saja berada di bawah Arya. "Mampus pucat langsung kan, jadi orang jangan belagu deh. Syukur-syukur Fiyah bisa dapat peringkat 2 biar lo frustasi sekalian." Anjel tertawa meremehkan Sesil. "Anjel nggak boleh gitu, Maaf Sesil saya nggak sepintar apa yang dibilang Arya kok." Fiyah merasa tidak enak hati, baru hari pertama masuk sekolah sudah membuat keributan. "Udah nggak usah perduliin Sesil Fi, Orang nya emang gitu. Ayuk kantin dari pada liat wajah nenek lampir yang bentar lagi ngamuk." Anjel tersenyum puas membuat Sesil mati kutu. "Nggak usah," jawab Fiyah memelas. Ya namanya murid baru yang belum bisa membiasakan diri. Perbedaan sekolah baru dengan sekolah lamanya sangat jauh. "Alah santai aja kali Fi, kan sama Gue. Nanti kalau ada yang macam-macam sama lo gue cincang deh." Anjel tidak menunggu respon Fiyah, dia langsung menarik tangan Fiyah menuju kearah kantin. "Jangan macam-macam lo sama Fiyah ya Sil, seujung kuku aja dia lecet karena lo gue jamin masa-masa akhir lo di sekolah ini bakal menyeramkan," bisik Anjel tepat ditelinga sesil sebelum meninggalkan kelas. Wajah Sesil kian memucat, tidak ada yang membela ataupun berada di pihaknya. Semua seakan akan tidak perduli. Anjel merupakan perempuan yang cukup disegani disekolah. Mempunyai latar belakang keluarga yang cukup berada membuat orang mendekatinya hanya untuk dimanfaatkan. Pertama kali Anjel melihat sosok Fiyah, dia langsung yakin bahwa Fiyah berbeda dari yang lain. "Lo duduk disini, gue yang pesanin. Lo pesan apa?" tanya Anjel. Fiyah tidak merespon sedikitpun. "Fi jangan melamun deh, Ucapan sesil tadi nggak usah diambil pusing. Dia memang gitu, terlalu frustasi karena nggak bisa ngalahin Arya." Anjel tidak mau Fiyah merasakan tekanan batin dihari pertama sekolah. "Eh Maaf Jel, Tadi ngomong apa?" "Lo pesan apa?" "Saya Nasi goreng sama air meneral aja. Makasih ya!" Jawab Fiyah tidak enak hati. Anjel mengangguk paham dan berjalan kearah ibu kantin untuk memesan makanan. Ini pertama kali Anjel mau memesankan seseorang makanan, selama ini dia lah yang menyuruh teman pura-puranya untuk memesan makanan. Di arah pintu masuk kantin, terlihat 5 orang laki-laki yang membuat penghuni kantin histeris seperti melihat seorang idola. Bahkan tanpa rasa malu banyak para kaum hawa berkata "Ah Kak Bima tambah Ganteng aja" "Gantengan Arka, huft bebeb gue" "Yang paling ganteng itu Kak Kahfi lo, sumpah ganteng banget" "Kak Andi itu lebih ganteng ditabah unyu banget lagi" "Kak Ray pacarin aku dong" Dan masih banyak lagi ocehan-ocehan memuji dari penghuni kantin. "Lo sendirian aja?" tanya Bima menghampiri Fiyah dengan tiba-tiba. Kelakukan Bima sontak membuat seisi kantin merasa tidak terima, banyak cacian dan makian yang mereka lontarkan. "Lo pergi deh Bim, liat tu Fans lo marah-marah kek cacing kepanasan," tegur Anjel yang baru datang membawa pesanan. "Sirik lu Jel, kok bisa temanan lo?" ceplos Bima kaget. Dia sangat kenal dengan Anjel yang mempunyai watak keras kepala dan mulut berbahaya. Anjel sebelas dua belas dengan Andi. "Serah gue dong," ucap Anjel tajam dan sinis. Dia paling anti dengan Bima Dkk, melihatnya saja kadang membuat Anjel muak. "Udah-udah, kenapa jadi berantem. Bima ngapain kesini, ada perlu apa?" ucap Fiyah untuk menghentikan perdebatan yang tak penting. Bima langsung terdiam karena dia tidak tau harus menjawab apa. Tadi ketika memasuki kantin, kaki Bima melangkah begitu saja kearah Fiyah. "Gue pergi dulu ya Fi, kalau lo sama Anjel Gue jadi tenang," kata Bima sambil meninggalkan Fiyah dan Anjel. "Kok bisa kenal Bima Fi?" Anjel mulai penasaran, karena Fiyah merupakan anak baru disekolah ini. "Oh itu, tadi dia yang ngantar ke ruang kepala sekolah." Fiyah memulai acara makannya. Dilain tempat, 5 sekawan yang menjadi idola sekolah mulai melakukan aktifitas seperti biasanya. Sebenarnya masih banyak sosok idola yang ada di Internasional High School seperti Arya yang dikenal dengan sebutan einstan, Zafran yang terkenal kealimannya, Agra yang merupakan atlet renang dan masih banyak lagi. Hanya saja Bima, Arka, Andi, Ray dan Kahfi merupakan paket komplit yang selalu di ucapkan penghuni sekolah. "Sumpah gercap banget tu Bima sama anak baru," racau Ray sambil memainkan hpnya. "Iya, tumben dia mau dekatin cewek. Kaf lo salah wajah dia gak kusam lo wkwk," racau Arka mengingat obrolan mereka tadi pagi. Dia melihat wajah Fiyah dengan begitu jelas, namun tatapannya terhenti karena tatapannya tertangkap basah oleh Anjel. "Alah biasa aja menurut gue," balas Kahfi yang tengah fokus dengan gamenya. Sebenarnya dia tidak terlalu melihat wajah Fiyah. "Cantik sih menurut gue. Tapi sayangnya gue nggak nafsu sama tu bocah wkwk." "Otak Lo ya Ndi harus dirukiyah." Ray memukul pelan kepala Andi. "Suka suka Gue dong," balas cuek Andi sambil mengusap kepalanya. "Tertarik lo sama anak baru itu?" Ray langsung bertanya kepada Bima yang baru terduduk. "Iya, dia Beda dan gue mau nikah sama dia," jawab Bima dengan tampang tanpa dosa. "Gila, masih SMA udah nikah nikahan aja di otak lo, " geram Kahfi dengan toyoran yang mendarat di kepala Bima. "Akhh sakit Kaf," kesal Bima tanpa sadar. Dia mengusap kepalanya yang terasa sakit. "Ngaca dong, dia alim gitu lo kek gini mana cocok," ucap Arka dengan santainya. Bima terdiam sesaat, terpikir dibenaknya apakah dia cocok dengan sosok Fiyah, mereka bagaikan bumi dan langit. "Kalau Jodoh nggak akan kemana Bim." Kata yang terlontar dari mulut Andi. Sontak perkataan yang sok bijak itu membuat mereka tertawa bersama. "Ngapain muka lo kusut gitu?" tanya Bima. "Gue disuruh pulang cepet sama nyokap. Hari ini gue absen nggak ngumpul dulu," jelas Kahfi. "Gue juga sih." Andi teringat kalau dia harus mengantarkan bundanya ke bandara. "Santai aja, yang penting nanti malam jangan lupa datang. Yang tanding kali ini Lu Kaf," ucap Arka mengingatkan. Kahfi mengangguk.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD