21

1511 Words

Ruangan itu masih terasa aroma campur antara keringat, ketakutan, dan udara malam yang dingin. Taran masih terisak-isak dipelukan Faten, tangannya menutupi wajah. Luka-luka kecil di punggung tangan bekas kukunya sendiri berwarna kemerahan “Gue minta maaf, Om…Gue nggak mau… Gue nggak tahu kenapa bisa…” suaranya terputus-putus Faten tidak langsung menjawab. Matanya mengamati sekeliling ruang tamu. Sofa agak tergeser, vas bunga pecah di sudut, dan di lantai dekat jendela ada jejak lumpur samar yang bukan berasal dari sepatu miliknya “Aku tahu, Sayang,” ucap Faten perlahan, “Aku di sini. Aku nggak marah.” Ia mendekat, membungkuk, lalu dengan hati-hati mengangkat tubuh Taran yang lemas. Taran membiarkan dirinya digendong, kepalanya menempel di dadaa Faten “Aku bawa ke kamar, ya? Di sini d

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD