Suasana tegang di trotoar sedikit mereda saat Faten berhasil membawa Taran menjauh dari kerumunan preman. Mereka berjalan cepat, tangan masih tergenggam erat, meski Taran masih gemetar Di tengah jalan, telepon Faten berdering video call dari ibunya “Jawab,Om. Ibumu,” desis Taran dingin, melepaskan genggamannya Faten menghela napas, lalu menerima panggilan “Fat, kamu di mana? Ibu khawatir.” “Kami di luar, Bu. Mau pulang sebentar.” “Jangan pulang ke rumahmu malam-malam gini, bahaya. Ibu nggak tenang. Mending nginep sini aja. Kamar kamu masih seperti dulu.” Faten ragu, melihat Taran yang memalingkan muka “Ibu, nggak usah…” “Ayo, Nak. Demi ibu. Bawa istrumu juga. Biar ibu tenang.” Ibu Faten memutuskan panggilan sebelum Faten bisa menolak Rumah keluarga Faten tampak gelap dan sunyi k

