Bab 3 Hadiah yang Mempertaruhkan Nyawa

1828 Words
Saat aku mendorong pintu untuk masuk ke dalam rumah, tiba-tiba saja aku menemukan seorang pria di ruang tamu. Ibu mertuaku sedang mengobrol bersama pria tersebut dengan raut wajah berseri-seri! Di sisi lainnya, aku dapat melihat Mi Cai yang tampak amat dekat dengan pria itu, terlihat dari keakrabannya dengan pria itu. “Kamu sudah pulang,” Mi Cai menyapaku, tetapi nada suaranya terdengar acuh tak acuh. “Bibi, ini siapa?” tanya pria itu. Ibu mertuaku dengan cepat menjawab, “Ah, ini kakak sepupu jauh Mi Cai. Ia datang ke kota untuk bermain dan kemudian tinggal di rumah kami untuk sementara waktu.” Pria itu menyapaku, “Oh, begitu. Halo, kak!” Saat mendengar kata-kata ibu mertuaku, dadaku langsung membara dengan kemarahan. Wanita tua itu bahkan menyebut diriku sebagai kakak sepupu jauh Mi Cai. Namun, hal yang paling membuatku semakin geram adalah sikap Mi Cai yang diam seolah-olah wanita cantik itu mengakui kalau aku ini memang kakak sepupunya. Dengan kata lain, diriku sebagai suaminya tidak memiliki status sama sekali dalam rumah ini. “Kembalilah ke kamarmu dulu, di sini bukan urusanmu!” kata ibu mertuaku sambil mendorong diriku dengan paksa seolah merasa takut kalau kehadiranku akan mencampuri urusannya. Wanita tua itu memang berniat jahat, setidaknya begitulah wanita itu di mataku! Kalau aku yang dulu, aku pastilah akan segera masuk ke kamar, tetapi hari ini, aku bertekad untuk melawan. Aku langsung menghampiri mereka, lalu duduk di seberang Mi Cai dan berkata dengan dingin, “Ada apa? Apa ada sesuatu yang tak boleh kudengar?” Sambil memutar bola matanya, ibu mertuaku mendengus dan berkata dengan nada bercanda, “Boleh kok, tapi aku khawatir kau tidak bisa menerima apa yang kami bicarakan. Bagaimanapun juga kau berasal dari desa terpencil! Kemarilah, aku akan memperkenalkan dirimu, ini Zhang Jie, teman sekelas Cai’er dulu. Saat ini dia bertanggung jawab atas 500 perusahaan asing teratas. Selain itu, keluarganya juga memiliki anak perusahaan. Omset per tahunnya hampir 10 juta yuan. Kau mengerti konsep jutaan, ‘kan? Berapa banyak uang yang kau dapat dalam sehari, kau bekerja sepuluh tahun pun belum tentu dapat segitu, huh!” Aku melirik sekilas ke arah Zhang Jie, pria asing yang sedang tersenyum puas dengan ekspresi wajah bangga. Mi Cai yang duduk di sampingnya tidak berusaha untuk menghargaiku sama sekali. Wanita itu malah membaca majalah mode. Aku merasa sangat sedih. Meskipun diriku hanyalah seorang karyawan biasa sejak dulu hingga sekarang, aku selalu sadar diri. Aku berusaha untuk selalu bersikap perhatian dan lembut padanya selama dua tahun ini. Nyatanya, apa yang aku dapat? Ibu mertuaku memandang rendah diriku, sedangkan istriku pun bersikap dingin dan tak peduli padaku. Aku sama sekali tidak takut dengan tatapan ibu mertuaku yang penuh dengan kebencian, tetapi sifat Mi Cai yang tidak peduli itu-lah yang benar-benar menyakiti hatiku! Ibu mertuaku kembali menyalak layaknya seekor anjing, “Ah, sebaiknya kau segera kembali ke kamarmu, aku khawatir topik yang sedang kami bicarakan akan menyakitimu!” “Oh, tidak. Kau mungkin malah tidak akan mengerti apa yang sedang kami bicarakan. Pepatah bilang, kalau dari lingkaran sosial berbeda, memang sulit berbaur!” lanjut si wanita tua itu dengan nada mencibir. Kalimat demi kalimat yang diucapkan oleh ibu mertuaku begitu menusuk hati. Zhang Jie terlihat jelas sedang menahan diri agar tidak tertawa. Aku langsung tampak seperti orang bodoh, dipermalukan oleh tiga orang sekaligus. Wanita tua itu tidak menghargaiku sama sekali, tetapi aku juga tidak takut lagi dengannya. Aku tiba-tiba bangkit berdiri dan duduk di sebelah Mi Cai, lalu memeluk erat pinggangnya. Gerakan berani seperti ini tidak pernah kulakukan sebelumnya. Pinggang istriku terasa sangat lembut dan ramping, telapak tanganku merasakan sedikit kehangatan di sana. Mi Cai terlihat jelas merasa ketakutan, tatapan matanya dipenuhi keraguan dan kemarahan. Ibu mertuaku bahkan memukul tanganku dan memberi isyarat agar aku menyingkir. Aku tak mungkin pergi, kenapa aku harus menyingkir? Aku mengeratkan pelukanku di pinggang wanita yang telah menjadi istriku, kemudian berkata kepada pria di hadapanku dengan penuh percaya diri, “Saya Mu Feng, suami Mi Cai yang baru saja dipecat bos dan sekarang ini menjadi pengangguran sekaligus gelandangan. Ini pertama kalinya saya bertemu dengan Anda, mohon bimbingannya. Selain itu, saya lihat Anda hanya tersenyum saat mendengar identitas saya sebagai kakak sepupu jauh.” Ibu mertuaku benar-benar murka karena ucapanku. Wanita tua itu tidak menyangka kalau diriku yang ia anggap sebagai orang yang tak berguna ini akan bersikap begitu berani sekarang! Ia langsung saja berteriak, “Cih, aku tidak akan menyembunyikannya lagi hari ini. Biarkan aku menjelaskannya. Mu Feng, aku rasa kau sama sekali tidak pantas untuk Cai’er-ku! Hanya lelaki seperti Zhang Jie yang cocok untuk Cai’er!” Sudut mulut wanita tua itu bergerak-gerak sambil menunjuk ke arah hidungku. Menanggapi hal ini, Zhang Jie hanya tersenyum dan berpura-pura merendah dengan berkata, “Bibi terlalu memujiku, aku sebenarnya biasa-biasa saja, tidak terlalu menonjol. Keluargaku hanya memiliki beberapa perusahaan yang terdaftar dan pendapatan tahunan sekitar lima juta yuan. Pendidikanku tidak terlalu tinggi, aku baru saja meraih gelar master.” “Dengar tuh dengar, kau lihat orang lain, dibandingkan dengan orang lain, kau itu bukan apa-apa!” tanggap ibu mertuaku. Wanita tua itu lalu mengeluarkan hadiah yang dibeli Zhang Jie untuk Mi Cai, sebuah kantong besar berisi tas dan kosmetik. Ia langsung saja menunjukkan padaku sambil tertawa mencibir, “Lihat ini, tas Chanel, harganya lebih dari 5.000 yuan! Kau lihat parfum ini, ini parfum Dior yang harganya beratus-ratus yuan. Begitu juga gaun ini. Barang-barang ini harganya mahal semua! Bagaimana denganmu? Apa yang telah kau belikan untuk Cai’er? Semuanya barang kios pinggir jalan, barang murahan!” Mendengar ini, Mi Cai mengusap dahinya. Raut mukanya terlihat jelas menggambarkan kekecewaan padaku. Sementara, ibu mertuaku nyaris mengamuk dalam amarah. Namun, begitu ia akan melampiaskan amarahnya kepadaku dengan lidah setajam pisau, bel pintu tiba-tiba berbunyi. Sekelompok tamu misterius muncul dari luar pintu! Aku tetap duduk di sofa, aku tak mau bergerak sedikit pun dan tak berniat untuk melepaskan tanganku yang sedang memeluk pinggang Mi Cai dengan erat. Setelah wanita cantik itu berjuang melepaskan diri selama beberapa saat tanpa hasil, Mi Cai akhirnya menunjukkan kemarahannya. Terlihat dari dadanya yang naik-turun, tetapi aku tak peduli! Ibu mertuaku berteriak padaku, “Anak kurang ajar, kau akan berurusan denganku nanti!” Wanita tua itu langsung bangkit dari sofa untuk membukakan pintu, terlihat sepasang pria dan wanita yang mengenakan setelan hitam yang datang dari luar seolah mereka dari orang-orang dalam film Matrix. Aku merasa sangat kebingungan. Sama halnya denganku, ibu mertuaku juga bingung. Ia bahkan terlihat lebih bingung dariku, ia terlihat jelas sangat ketakutan dengan kedatangan orang-orang itu. Kepribadian ibu mertuaku memang seperti ini. Dia biasanya hanya bersikap kasar dan tidak masuk akal di rumah. Namun, jika benar-benar terjadi sesuatu, dia ketakutan seperti anak kecil! Aku merasa bingung, tetapi seorang pria tua yang baru saja masuk terlihat ramah. Ia sepertinya adalah pemimpin sepasang pria dan wanita dengan setelan hitam itu. Mi Cai segera bangkit dan bertanya dengan sopan pada si pria tua, “Halo, bolehkah saya bertanya untuk apa Anda datang ke rumah saya?” Zhang Jie, si pria kaya yang menaksir Mi Cai, juga langsung berdiri saat melihat bahwa mereka mengenakan pakaian yang jelas terlihat sangat berharga dan lebih mahal daripada pakaiannya. Mereka pastilah bukan orang biasa. Pria itu sangat mahir dalam mengeluarkan kata-kata manis untuk menjilat mereka. Ia segera mengeluarkan kartu nama dan menyodorkannya pada mereka sambil tersenyum, “Halo, saya Zhang Jie, direktur penjualan Grup XX. Ini kartu nama saya.” Namun, orang-orang itu tampak tidak peduli karena mereka bahkan tidak menaruh perhatian padanya sama sekali. Hal ini membuat Zhang Jie sejenak merasa malu, seolah-olah dirinya baru saja makan kotoran. Setelah beberapa saat, pria tua yang berdiri di depan berkata sambil tersenyum, “Halo, Nyonya, kami datang kemari khusus untuk memberi salam pada Tuan Muda. Kami datang terburu-buru. Saya harap Anda tidak keberatan.” “Tuan muda? Tidak ada tuan muda di keluarga kami. Apakah Anda tidak salah rumah?” tanya Mi Cai pada mereka. Aku tahu betul siapa yang pria tua itu maksud. Suaranya juga begitu mirip dengan orang yang meneleponku saat itu jika aku mendengarkan suaranya. Kemungkinan besar, pria ini adalah kepala pelayan ibuku! Pria tua tersebut tersenyum dan menggelengkan kepalanya, ia kemudian berjalan ke arahku. Dia membungkuk sambil tersenyum dan berkata, “Halo, Tuan Muda!” Setelah si Kepala Pelayan menyapaku, sepasang pria dan wanita itu juga membungkuk dan menyapaku dengan hormat. Aku bergegas menghampiri dan membalas sapaan mereka dengan sopan, “Cepat bangun. Kalian tidak perlu membungkuk padaku ke depannya, terima kasih sudah datang.” “Tuan Muda Mu, kami datang sedikit terlambat. Saya harap Anda tidak keberatan,” kata si Kepala Pelayan dengan hormat. Aku mengangguk, “Ya, aku senang kalian datang kemari.” Aku tersenyum dan mengalihkan pandanganku ke ibu mertuaku. Ia tampak seperti orang bodoh, ia tertegun diam di tempatnya. Sama halnya dengan Mi Cai yang terdiam. Si Kepala Pelayan lalu meminta seseorang untuk mengeluarkan kotak besar dan berkata pada Mi Cai, “Anda pastilah Nyonya Muda. Ini ada sedikit hadiah kecil untuk Anda. Tuan Muda yang memerintahkannya secara khusus.” Pria tua ini sudah jelas berusaha menyelamatkan kehormatanku dengan mengatakan bahwa hadiah-hadiah itu diperintahkan olehku. Perkataannya benar-benar menghangatkan hatiku. Satu per satu kotak dibawa masuk ke dalam rumah mertuaku. Ibu mertuaku segera membuka kotak-kotak itu. Ternyata kotak-kotak itu berisi tas bermerek dengan edisi terbatas! Aku melihat ada merek-merek ternama seperti Chanel, Gucci, dan lain-lainnya. Tidak hanya tas, ada juga kosmetik bermerek yang sama sekali tidak dapat dibandingkan dengan hadiah dari Zhang Jie. Jika dibandingkan, apa yang diberikan Zhang Jie terlihat seperti barang-barang dari kios pinggir jalan! “Apa kamu yang menyuruh mereka membeli barang-barang ini?” tanya Mi Cai sambil menatapku dengan ekspresi wajah yang sulit kutebak yang kubalas dengan anggukan pelan. Pada saat itu, Zhang Jie dengan cerdasnya menyimpulkan sesuatu. Dia kemudian berbisik di samping Mi Cai dan ibu mertuaku. Detik berikutnya, ekspresi wajah mencibir ibu mertuaku muncul lagi, “Hehe, Mu Feng, apakah menurutmu kau dapat menarik hati kami dengan bertingkah seperti ini? Tas? Lipstik? Itu semua barang palsu, ‘kan? Tuan Muda? Ya Tuhan, tahun berapa ini? Kau masih berpikir kalau kau ini adalah anak miliarder?” Ibu mertuaku masih tidak memercayaiku. Dia berpikir bahwa itu semua adalah tipu daya yang telah kuatur dengan sedemikian rupa untuk menyelamatkan mukaku. Mi Cai yang berada di sampingku juga memercayai kata-kata Zhang Jie dan menghela napas padaku sambil berkata, “Kamu telah sangat mengecewakanku! Aku tak pernah membayangkan bahwa kamu akan berbohong padaku. Aku tidak mau produk berkualitas rendah yang tidak tulus seperti ini!” Mi Cai terlihat marah padaku. Sayang, matanya tidak dapat mengenali barang-barang asli. Aku pun merasa geli, merasa kalau mereka itu menyedihkan. Memang benar kalau ketidaktahuan itu merupakan sebuah dosa! Melihat ekspresi wajahku, Zhang Jie semakin meyakini dugaannya. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum. “Sobat, aku mengerti keinginanmu untuk menjadi kaya dalam semalam. Itu keinginan terdalam dari orang-orang kalangan bawah, tetapi kau juga harus realistis. Bersikap ini akan menyakiti dirimu sendiri nantinya. Ayolah, menghabiskan uang banyak untuk berbelanja seperti ini. Aku merasa iba hanya dengan melihatnya! Lebih baik uangnya digunakan untuk mengobati penyakit ayahmu,” nasihatnya dengan nada mencibir.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD