Bab 2 Menjadi Orang Kaya Itu Menyenangkan

1916 Words
Perawat itu dengan beraninya menyahuti teriakanku, “Apa yang sedang kau lakukan? Berteriak-teriak seperti memanggil setan, apakah ayahmu sedang sekarat? Tidak perlu buru-buru untuk menghampiri ranjangnya dan mengganggu pasien lain, ‘kan!” Mataku memerah karena aku begitu cemas dengan ayahku. Aku segera menanyai perawat sialan itu, “Kenapa kau tidak mengganti popok ayahku? Kenapa kau tidak merawat ayahku dengan baik? Aku sudah membayar biaya perawatan bulan ini!” “Ya, kau memang sudah membayar biaya perawatannya, tetapi orang lain membayar untuk tiga bulan sekaligus. Kau bayar tagihan per bulan saja suka terlambat. Apa kau membayar tiga bulan sekaligus? Kalau tidak bisa, jangan banyak tingkah! Selain itu, berapa umur ayahmu? Jujur saja, dia sudah tua dan seperti mayat hidup! Jadi, untuk apa dia menghabiskan waktunya di sini setiap hari? Jika kau benar-benar anak yang berbakti, kau pasti akan memindahkan ayahmu ke ruang perawatan atas secepatnya, kau bisa mengganti dan mencuci popoknya di sana!” Jika bukan karena aku masih memegang sopan santun, wanita seperti ini pasti sudah akan aku … Sambil tersenyum masam, aku mengangguk dan kemudian berkata, “Panggil kepala perawatmu. Aku ingin mengganti ruang perawatan untuk ayahku!” Perawat wanita itu mencibirku, “Ya ya, aku mengerti sekarang. Coba kau katakan lebih awal! Akhirnya, aku terbebas dari orang tak berguna ini. Tunggu sebentar, aku akan mengatur agar ayahmu sekamar dengan si tua Liang, si tua Li, dan si tua Liu sehingga tiga bersaudara ini bisa bersatu kembali.” “Aku ingin ruang perawatan terbaik, aku ingin perawat terbaik, apa kau mengerti?” pintaku sambil menaikkan kembali volume suaraku. “Hehe, apa aku tidak salah dengar? Kau minta yang terbaik? Apa kau tahu berapa biaya per hari untuk yang namanya pelayanan terbaik itu? Apakah gaji bulananmu cukup? Hehe, orang zaman sekarang ini sangat menarik! Masih menumpang di mertua saja sudah bertingkah!” cibir perawat itu, memancing tawa dari para pasien bangsal. Cibiran itu begitu menyakitkan hatiku. “Kau tidak salah dengar, aku ingin kamar terbaik, perawatan terbaik untuk ayahku. Uang? Aku punya uang!” kataku. Aku tahu pasti bahwa tiga kata terakhir merupakan tiga kata terberat dalam hidupku! Setelah mengganti popok ayahku dan membereskannya, aku langsung mengarah ke kantor kepala perawat yang katanya sama saja dengan bawahannya. Alasan mengapa perawat wanita itu begitu arogan dan sok berkuasa ketika berhadapan denganku adalah karena kepala perawat itu melindungi si perawat wanita sialan itu. Jika kita memberi mereka “amplop” pada kawanan perawat yang bertingkah seperti ini, mereka otomatis akan memperlakukan pasien dengan baik. Bisa dibilang perawat di sini tidak memiliki profesionalisme sama sekali. Tentu saja, tidak semua perawat seperti ini. Situasi seperti ini tidak akan dijumpai sama sekali di pusat perawatan utama rumah sakit. “Kepala perawat, aku ingin pindah ruang perawatan,” kataku dengan marah. “Ya,” jawab si kepala perawat yang bahkan tidak mengangkat kepalanya ketika aku berbicara dengannya. Aku kembali memintanya, “Aku mau pindah ke gedung sebelah dengan pusat perawatan terbaik. Cepat kau urus!” Mendengar kata-kata “pusat perawatan terbaik”, kepala perawat itu tak sanggup menahan tawanya. Ia kemudian mengangkat kepalanya perlahan-lahan dan menatapku, “Anak muda, apa kau tahu berapa biaya per hari di sana?” “Aku tidak tahu,” jawabku sekadarnya. Ia langsung membalas, “Kau tidak tahu? Baiklah, biar aku beri tahu, biayanya 3.000 yuan per hari! Hehe! Masih mau pindah ke sana sekarang? Oh iya, jangan lupa untuk membayar biaya perawatan untuk bulan depan! Kalau tidak, aku tidak menjamin ayahmu tidak akan ditelantarkan.” Sebelum datang kemari, aku sudah mengambil uang tunai sebesar 100.000 yuan. Kesabaranku habis, aku langsung mengeluarkan segepok uang dan melemparkannya dengan keras ke wajah kepala perawat itu. Sang kepala perawat dengan seketika menjadi marah, ia mengira telah dilempar dengan sesuatu. Namun, begitu ia menyadari yang aku lempar itu segepok uang berwarna cerah, raut mukanya langsung berbeda dari beberapa saat yang lalu. “Wow, apa kau baru menang lotre?” cibirnya. “Kau tidak perlu tahu! Yang itu untuk biaya perawatan selama sebulan, bantu aku mengurus kepindahan ayahku! Selain itu, kalau kau tidak ingin dipecat, tolong segera pecat perawat wanita yang merawat ayahku itu!” perintahku dengan tegas. “Hehe, aku tidak punya wewenang untuk melakukan hal itu,” katanya dengan santai. Saat melihat dia tertawa, aku pun menyeringai dan berkata sambil mencibir, “Baiklah, kalau begitu aku akan bicara dengan atasanmu. Terus terang saja, belakangan ini kadang-kadang tinju tidak bisa menyelesaikan masalah, tapi aku yakin uang bisa berbicara!” Setelah mengatakan itu, aku meninggalkan ruangan tersebut sambil melirik sekilas dari sudut mataku. Aku dapat melihat wajah marah si kepala perawat sialan itu. Aku langsung meninggalkan kantor kepala perawat itu dengan murka dan segera pergi ke ruangan direktur rumah sakit. Ternyata baru saja dilangsungkan interaksi dokter-pasien di rumah sakit. Sang direktur rumah sakit kebetulan sedang berada di ruangannya. Saat melihat diriku yang begitu murka, sang direktur sepertinya dapat menebak sesuatu telah terjadi. “Halo, Pak Direktur. Saya kemari untuk memberitahu Anda sesuatu,” kataku dengan sopan. “Ya, anak muda, bicaralah. Silakan duduk dan katakan pelan-pelan,” kata sang direktur sembari menyuruh seseorang untuk menuangkan segelas air untukku. Aku langsung menceritakan pada sang direktur, “Ayah saya berada di pusat perawatan daerah dan ia diabaikan oleh perawat yang bertugas. Perawat itu tidak hanya mengabaikan tugasnya dalam merawat ayah saya, tetapi dia juga mengusir kami. Saya pikir rumah sakit Anda harus menangani masalah ini dengan serius.” Setelah mendengarkan apa yang kukatakan, sang direktur mengangguk dan terdiam sejenak. Aku tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya. Dibandingkan dengan si kepala perawat tadi, sang direktur rumah sakit tidak berbicara kasar kepadaku, tetapi memperlakukanku dengan sikap yang lembut. “Anak muda, apakah Anda sudah membayar biaya perawatan ayahmu?” tanyanya. Aku balik bertanya kepada sang direktur, “Apakah biaya perawatan bulan depan terkait dengan urusan bulan ini? Saya tidak punya uang sepeser pun bulan ini. Mengapa rumah sakit Anda masih menerapkan aturan seperti itu?” Sikap kerasku membuat ekspresi wajah sang direktur terlihat serius. Kemudian, aku melanjutkan, “Tahun depan saya akan memindahkan ayah saya ke ruang perawatan di Area A, dan saya akan membayar biaya perawatannya untuk setahun penuh. Saya merasa bahwa perawatan rumah sakit Anda di Area C sangat buruk. Sayang sekali. Saya merasa perlu untuk memberitahukan hal tersebut.” Akhir-akhir, kota ini sedang menghadapi perselisihan antara dokter dan pasien. Sang direktur pastinya tidak mau terkena masalah. Ia segera berkata, “Anak muda, jangan khawatir, saya akan segera membantu Anda mengurusnya! Sejujurnya, perawatan di Area C memang tidak bisa dibandingkan dengan Area A, tetapi bagaimanapun juga hal ini tidak boleh menjadi alasan bagi kami untuk melalaikan tugas. Anda tidak perlu khawatir, saya akan segera menanganinya!” Setelah berbicara demikian, direktur itu menelepon seseorang yang seharusnya adalah si kepala perawat. Setelah beberapa saat, sang direktur berkata sambil tersenyum, “Anak muda, terima kasih karena Anda segera melaporkan hal ini. Keharmonisan antara staf medis dan pasien membutuhkan kerja sama dari kita semua. Tenanglah, perawat itu telah dipecat dari pekerjaannya dan sudah diminta membuat laporan tertulis. Selain itu, saya pribadi yang akan mengatur ruang perawatan untuk ayah Anda. Semoga ayah Anda cepat sembuh.” Sambil tersenyum, aku mengangguk dan berterima kasih, “Oke, jika demikian, saya tidak akan mengganggu Pak Direktur lagi, Anda pasti sibuk.” Aku segera pergi dari ruangan direktur rumah sakit ke bangsal ayahku dirawat. Setibanya di sana, tanpa disangka-sangka aku menyaksikan kalau perawat yang sedang membersihkan wajah ayahku saat ini adalah wanita kejam yang sebelumnya berkata-k********r. Sekarang, dia menyeka wajah ayahku dengan penuh kesabaran sambil memasang senyum hangat di wajahnya. Perawat itu benar-benar tampak seperti seorang malaikat berpakaian putih yang lembut dan baik hati. Akan tetapi, aku merasa yakin bahwa apa pun yang sedang diperlihatkan oleh perawat ini pastilah karena sesuatu yang dikatakan oleh si kepala perawat sebelumnya. Aku berteriak dengan kasar pada si perawat sialan itu, “Keluar dari sini, aku tidak butuh kau untuk menyeka ayahku!” “Tuan, saya benar-benar minta maaf! Saya minta maaf atas perilaku kasar saya sebelumnya. Saya harap Anda bisa memaafkan saya. Di masa yang akan datang, saya akan membantu mengurus ayah Anda dengan sebaik-baiknya! Saya akan memberi ayah Anda makan tiga kali sehari, menyuguhkan teh dan air putih, tanpa ditunda-tunda sedetik pun!” janji si perawat itu dengan penuh rasa hormat. Aku memasang seringai yang menghina wanita itu, aku mau tak mau menghela napas dengan penuh emosi saat memandang wajahnya. Itu benar-benar menjijikkan! Aku tidak sudi melakukannya. “Minta maaf? Hah, aku tidak akan memaafkanmu! Menyingkirlah, apa kau dengar?” teriakku. “Tuan, saya bersalah. Tuan, saya benar-benar salah,” si perawat kembali memohon padaku dengan nada yang terdengar sedikit cemas, tidak searogan sebelumnya. Wanita itu bahkan melangkah maju untuk memegang tanganku. Aku segera menepis tangannya dan tidak membiarkan ia sekali pun mendekatiku. Aku tidak ingin terkotori oleh perilakunya yang menjijikkan! Ia kembali memohon, “Tuan Mu, tolong jangan lakukan ini pada saya! Saya tidak ingin dipecat, saya benar-benar tidak mau dipecat, saya mohon-” Aku langsung memotongnya dengan cibiran, “Kau dipecat atau tidak, apa hubungannya denganku?” “Saya mohon, tolong kasihanilah saya! Saya harus membiayai orang tua dan anak saya, saya tidak punya pekerjaan lain jika saya meninggalkan tempat ini!” pinta wanita itu sambil menangis, tetapi aku tetap tidak bergeming bahkan ketika ia mengeluarkan trik ini. Aku mengeluarkan perasaan yang telah aku pendam, “Mengasihanimu? Pada saat aku tidak punya uang, aku memohon pada kalian untuk memberiku sedikit kelonggaran waktu untuk melunasi tagihan, apa kau pernah mengasihani aku? Tagihan demi tagihan dan pada saat itu kau mengusirku, ‘kan? Siapa yang menyangka kalau orang yang harus enyah dari hadapanku saat ini adalah kau. Dasar sampah! Kau tidak pantas menjadi seorang perawat! Menurutku, kau telah m*****i profesi suci ini!” Bersamaan dengan itu, si kepala perawat masuk sambil tersenyum lebar dan berkata dengan penuh hormat kepadaku, “Tuan Mu, ruang perawatan untuk ayah Anda sudah disiapkan dengan sebaik-baiknya. Akan ada seseorang yang merawatnya selama 24 jam sehari. Selain itu, saya juga telah membantu Anda untuk menghubungi dokter spesialis dari luar negeri, jika dananya mencukupi, operasinya dapat dilakukan bulan depan. Dengan demikian, ayah Anda juga akan pulih lebih cepat.” “Aku mengerti, aku benar-benar berterima kasih padamu, Bu Kepala Perawat!” jawabku sambil menyeringai. Faktanya, si kepala perawat juga sama halnya dengan perawat wanita yang memohon-mohon padaku. Kedua orang ini adalah orang yang paling aku benci. Mereka telah menelantarkan ayahku, padahal itu sudah tugas mereka. Benar-benar menjijikkan! “Tidak perlu berterima kasih pada saya, semua itu merupakan tanggung jawab saya. Selain itu, ini kartu Anda. Sisa uangnya tersimpan di kartu ini, tolong Anda simpan,” katanya dengan hormat. Aku merasa sedikit tersanjung mendengar sapaan “Anda” dari mulutnya. Wanita ini biasa memanggilku dengan “kau”. Senang rasanya menjadi orang kaya! Berbanding terbalik dengan perawat yang telah mengabaikan tugasnya dengan merawat ayahku, si kepala perawat melihatnya dengan tidak sabar. Wanita itu segera membentak si perawat, “Kau sudah dipecat, apa yang sedang kau lakukan di sini? Kau sudah melalaikan tugasmu. Keluar sana!” Si perawat sekarang memohon kepada kepala perawat, “Kepala Perawat, saya mohon jangan pecat saya! Saya pasti akan berubah ke depannya! Bisakah saya mencobanya?” “Di mana satpam? Satpam!” Setelah menyelesaikan prosedur pemindahan ayahku, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Aku membayar satu juta yuan lagi untuk biaya perawatan ayah yang ternyata cukup untuk biaya perawatan selama setahun penuh. Saat aku mendudukkan diriku di kursi taksi selama perjalanan pulang ke rumah, beban berat dalam hatiku tiba-tiba terangkat. Aku kembali bersorak di dalam hati, ‘Menjadi orang kaya itu memang menyenangkan!’
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD