Khayalan

1445 Words
"Assalamuaikum...!" "Kak, itu Kak Erin!" ucap Emma, ia menarik tangan Yesha untuk ikut membukakan pintu. "Kak Erin, aku punya kakak baru. Cantik banget!" bangganya menunjuk kearah Yesha, Erin yang baru pulang jadi melongo heran. "Kamu usilyah Dek, Kakak siapa ini yang kamu culik?" geram Erin. "Enggak kok Kak, tanya ajah Kak Yesha" jawab gadis itu tak terima, ia bahkan sampai melipat kedua tangannya didada. "Iyah Erin, aku Yesha, Kakak Emma juga kakak kamu" Sahut Yesha sok akrab. "Aaahhkk.. Ya Allah, akhirnya Erin punya kakak cewek.!" Ternyata reaksi Erin jauh dari pikiran Yesha, sempat terlintas dipikirannya jika Erin akan ogah dengannya. Erin justru memeluk Yesha. "Tau gak Kak, capek tahu Kak punya abang cowok, sama adik cowok yang bandelnya gak ketulungan!" cerita remaja berusia 17 tahun itu. Yesha hanya mengangguk, ia begitu suka jadi tempat curhat Erin. "By the way... kok kakak bisa masuk rumahku?!" Erin memang sedikit lemot, sering kali ia malah bertanya hal penting disaat akhir. "Aku yang bawa dia!" sahut Layvi bangga. "Beeuuh.. Pacar kakak?" balas Erin kaget, memperhatikan wajah Yesha yang memerah. "Bukan... bos aku! Lagi baru pulang udah nempel, mandi dulu sana" Layvi mencubit pipi Erin gemas. "Ampun bang jago..!" ucap Erin yang malah meledek Layvi, setelahnya gadis itu berlari ke kamarnya. "Gak usah dengerin dia, kerjaannya ngvlog mulu, katanya sih pengen jadi youtuber atau selegram gitu!" cerita Layvi. "Hahhaa.. gakpapa aku seneng, adik-adik kamu lucu" "Yaudah kita makan yuk, nasi gorengnya udah mateng!" Tanpa sadar Layvi mengenggam tangan Yesha. "Wah makan, nasi goreng asik!" Erick sudah mau mengambil nasinya. "Erick yang sopan, ingat ada tamu!" titah Layvi, ia memang membebaskan adik-adiknya bertingkah, tapi tetap Layvi selalu berusaha mengajarkan norma dan adab. "Oiyah.. aku lupa! maafyah kak Yesha" "Gakpapa Erick, kamu duluan ajah!" "Tuhkan Kak, Kak Yesha ajah gak masalah!" gerutu Erick "Tetap ajah gak boleh," Layvi menengahi ia yang akan bertugas membagikan nasi gorengnya kepiring. Erin ikut bergabung di meja makan, setelah tadi selesai ganti baju. Ia tak langsung makan, tapi justru memvideokan keadaan sekitar. khas remaja zaman sekarang. "Udah dek, makan... ! Kak Yeshanya keganggu ntar!" tolak Layvi menutup kamera ponsel Erin. "Kamu suka buat videoyah?!" tanya Yesha sambil mengunyah makanannya, ia tak nampak sama sekali terganggu "Suka Kak, suka banget. Aku mau jadi selegram Kak, banyak dikenal orang. Punya banyak uang!" sahut Erin sambil merentetkan semua angannya. "Heemm.. aku bisa bantu kamu, aku juga punya kamera DSLR yang gak ke pake dirumah, nanti aku bawa buat kamu!" "Haaah.. Kamera jutawan buat Kak Erin? Kalau PS 5 ada gak kak?" celetuk Erick. Yesha langsung tersenyum mendengarnya, ia memang pernah dihadiahi oleh temannya benda itu, sampai sekarang bahkan ia malas membukanya. Anggukkan kepalanya membuat Erick bahagia luar biasa Tersisa sikecil Emma, ia menautkan kedua jemarinya, gadis itu juga kepingin keinginannya terkabul. "Kalau Emma boleh minta diajak ke Dufan gak kak!" lirihnya malu-malu, ia memasang tampang memohon sambil menarik baju Yesha yang duduk disampingnya. Yesha langsung mendekap Emma masuk kedalam pelukkkannya. "Boleh sayang, semuanya juga boleh ikut!" pekik Yesha, membuat suasana makan jadi riuh karena suara teriakan ketiga adiknya itu. Layvi hanya menggeleng, ia malu dengan kelakuan adik-adiknya. Ia juga takut hal itu jadi beban untuk Yesha. "Wah.. Kak Yesha kayak ibu peri yah Kak!" adu Erick ke Erin, Erin juga langsung mencium tangan Yesha hormat, bagaimanapun ia yang paling dewasa dan sebaiknya ia mengajarkan kedua adiknya untuk sopan. Mereka telah selesai makan, yang rencananya Yesha ingin pulang jadi berlanjut sampai waktunya makan malam, dan tadi Yesha sudah memesan pizza ukuran besar untuk dihabiskan ketiga adiknya. "Pizzanya dipotong dari gaji saya ajahyah Non!" ucap Layvi ke Yesha yang sedang duduk sendiri. "Kamu gak akan bisa ganti, pizza itu harganya sangat mahal. Karena sekotak pizza itu buat aku jadi merasa dicintai!" Ucap Yesha dengan mata berbinar menahan haru. Layvi semakin menatap Yesha, hatinya ingin bilang jika gadis itu boleh sering-sering main kerumahnya. Tapi bibirnya seakan keluh. "Maafin adik sayayah Non!" Hanya kata yang sama yang selalu terulang dari bibirnya, karena sungguh ia tak ingin ketiga adiknya jadi beban orang lain. "Mulai sekarang mereka udah aku anggep adik aku sendiri!" balas Yesha berbalik menghadap Layvi, tangannya menyentuh rahang lelaki itu. "Makasih kamu udah kasih aku kebahagiaan hari ini!" ucap wanita itu tulus. --- Setelah pamit dengan Erin dan Erick akhirnya Yesha bisa pulang, wanita itu pulang setelah menunggu Emma tidur, karena Emma seakan tak ingin melepaskan Yesha. Anak itu selalu saja bertanya kapan mereka akan ke Dufan sama-sama. Dengan diantar Layvi, Yesha sampai digerbang rumahnya. "Mobilnya kamu bawa ajah!" ucap Yesha saat Layvi ingin mengembalikan kuncinya. "Hah.. gak Non! saya bisa pulang naik angkot kok!" "Lav... jangan bikin saya kesel, kamu tahukan hari ini saya bahagia banget.!" ancam Yesha. "Tapi Non...!" "Cuppp...!" Tanpa aba-aba Yesha kembali mengecup pipi Layvi dan keluar dari mobilnya, tangannya melambai kearah Layvi yang masih mematung. "Besok pagi jemput akuyah, gak boleh telat! Lelaki itu hanya mengangguk, karena nafasnya seakan tercekat di tenggorkannya. Deru jantungnya tak bisa ia hindari tapi Layvi sekali lagi takut, jika sampai ia jatuh cinta dengan gadis kaya raya seperti Yesha. --- Pagi hari, Layvi sudah datang menjemput Nona besarnya sesuai janji, ia berdandan cukup rapi. Bahkan rambutnya sengaja diolesi pomade agar terlihat lebih necis. Tak pernah sekalipun lelaki dewasa itu bergaya seperti itu. "Hahahaha... rambut, rambut kamu kenapa?!" Yesha tak bisa menyembunyikan tawanya karena gaya Layvi pagi ini. "Baguskan Non!" sahutnya tak terima. Yesha mendekat, beruntung ia memakai heelsnya jadi ia tak perlu berjingke. Tangannya mengelus rambut Layvi agar tatanannya kembali seperti semula. "Kamu kayak gini ajah udah ganteng, udah gak usah coba-coba makin ganteng. Awas kamu!" ancamnya yang mirip sebuah rayuan gombal dipagi setenang ini. Layvi menarik nafasnya, mulai sekarang ia coba tahan dengan godaan Bosnya. --- "Yes.. Yes...!" bisik Letta seraya melambaikan tangannya ditanggapi Yesha hanya dengan menaiki alisnya bingung. Tak memperdulikan Letta, ia tetap masuk keruang kerjanya dengan Layvi mengekor dibelakangnya. "Barry! Ngapain lo duduk dibangku gue?" pekik Yesha kesal. "Hahaha.. gimana kemarin, lo pasti keselkan udah banyak wartawan yang ambil berita tentang lo!" "Hemm.. gak tuh, sama sekali enggak! Justru kemarin gue bahagia banget!" jujur Yesha. Barry yang kesal ikut berdiri didepan mantan calon tunangannya. "Gue kasih tahu lo, mulai sekarang hidup lo gak akan tenang karena udah nampar gue waktu itu!" ancamnya, Layvi terus menatap Barry, ia tak berusaha ikut campur. Tapi ia siap mematahkan jari jemari pria itu seandainya saja berlaku kasar ke Nona besarnya. "Gue kira lo cuma penghianat, ternyata banci juga!" sarkas Yesha enteng. Barry mengepal tangannya yang hampir ingin menampar Yesha, tapi pelototan Layvi membuatnya merasa kalah. "Minggir lo!" Sebelum pergi Barry mendorong Layvi, beruntung ia tak sampai jatuh. "Kamu gakpapa?" "Gak Non, kata Nonkan kaki saya harus kuat!" Yesha hanya tersenyum mendengar penuturan lelakinya. "Letta...Letta..!" "Iyah Bos!" "Besok- besok jangan ijinkan siapapun juga masuk ruangan saya, cuma saya dan Layvi yang boleh!" Letta mengangguk, tapi matanya menatap kearah Layvi bingung. "Kenapa? Sekarang keluar dan jangan ganggu saya!" balas Yesha yang gugup dengan tatapan kepo Letta. Layvi juga ingin keluar mengikuti Letta. "Kamu mau kemana? Kamu masih ada tugas yang harus dikerjakan!" Ide jahil melintas di otak cantiknya. Layvi menurut, ia mengangguk samar ke Letta, sedang Letta terus tersenyum, setidaknya ia tahu apa yang menjadi rencana sahabatnya itu. "Yesha.. Yesha.. demen banget sih godain anak kecik!" gumamnya setelah menutup pintu. "Kamu sini!" pinta Yesha yang sudah berdiri di depan bangkunya. "Iyah Non!" sahut Layvi "Duduk sini!" Ia menujuk bangkunya yang tadi di duduki Barry. "Duduk!" Tangannya mendorong bahu Layvi agar duduk, setelahnya ia duduk dipangkuan Layvi. "Non!" pekik cowok itu salah tingkah. "Kenapa sih? Kamukan pengawal saya. Sudah seharusnya kamu cek semua benda didekat saya, bisa ajah kan tadi Barry naroh sesuatu di bangkunya!" sahutnya ngarang. "Empuk jugayah!" Tanpa merasa dosa, Yesha menggoyangkan bok*ngnya di paha Layvi, mau tak mau ju-nior lelaki itu tegang sempurna. Seperti ada sengatan listrik yang membuat tubuhnya langsung bereaksi "Iih apa ini yang nonjol?!" tanyanya yang malah semakin merapatkan pinggulnya, ia menengok kearah Layvi yang susah payah menahan gairah. "Itu" kamu diri?!" tanyanya hati-hati dengan mata minta penjelasan. Layvi hanya menggeleng cepat seraya menutup matanya, tapi bisa dilihat jelas cowok itu menikmatinya. "Kamu sekarang lagi mikir apa hayo?!" "Saya lagi bayangin, Non!" "Oohyah... bayangin apa?" "Non gak pake baju..!" ceritanya dengan nafas yang berat. Apalagi tangan Yesha dengan jahil meremas lembut ju-nior Layvi. Sebenarnya kelakuan Yesha sudah bisa dikategorikan pel*cehan, tapi Layvi sangat menyukainya. Layvi semakin menutup matanya erat. "Habis saya gak pakai baju" lanjut wanita itu iseng. "Terus saya ada di atas Non!" "Ngapain di atas saya?!" Layvi sadar ia membuka matanya, bicara apa tadi dirinya dengan Yesha?. Tapi ia justru semakin kelimpungan karena matanya menatap bibir seksi Yesha. Ia menenggak salivanya kasar. "Astagfirullah al adzim, maaf Non!" Ia ingin segera berdiri, tapi Yesha tak ingin bangun dari pangkuannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD