Bab 2

2073 Words
Cinta terbangun karena suara berisik ynag mengusik tidurnya. Rambut dan pipinya juga serasa ada yang mengusap. Perlahan gadis itu membuka mata. Sungguh ia masih sangat mengantuk, tetapi ia sudah tidak bisa melanjutkan tidur lagi. Satu lagi kebiasaan buruk Cinta, ia tidak akan bisa lagi tidur kalau sudah terbangun. Baik itu tengah malam atau kapan pun. Makanya selama ini Cinta selalu tidur di atas jam sepuluh malam. Ia tidak mau terbangun tengah malam lagi yang akan membuatnya loyo dan tidak bersemangat keesokan hari. Wajah tampan Andra yang tersenyum manis adalah yang pertama dilihat Cinta setelah netra cokelatnya terbuka. Pemuda itu mengambil tangan kanannya, membawa ke mulut dan mengecupnya hangat. Menimbulkan rona merah pada pipi mulus Cinta. "Halo, Putri Tidur," sapa Andra. "Udah bangun?" tanyanya sambil mengusap pipi gadisnya yang memerah. Andra sangat suka melihat wajah Cinta kala gadis itu bangun tidur. Cinta makin terlihat manis tanpa polesan apa pun di wajahnya. Definisi kecantikan fisik seorang perempuan bagi Andra, terutama wajah, adalah saat perempuan itu bangun tidur. Kalau si perempuan tetap terlihat cantik dan manis saat itu, berarti perempuan itu benar-benar cantik alami bukan polesan. Dan itu yang ditemukan Andra pada Cinta. "Iya," jawab Cinta dengan suara serak khas bangun tidurnya. Gadis itu mengangguk lemah kemudian menguap. Cinta menutupi mulutnya yang terbuka menggunakan tangan kirinya yang bebas. Andra mengusap alis gadisnya lembut. "Maaf ya udah bangunin kamu, tapi aku sama Nenek Ratna udah nutup toko." Mendengar kata toko, mata bulat Cinta melebar. Ia baru sadar kalau ia masih berada di toko, pantas saat membuka mata tadi ia merasa sedikit asing dengan suasana kamar. Ternyata ia tidak berada di kamarnya, ia masih di tempat kerja. Cinta mendesah kecewa, menyesali kecerobohannya yang tertidur di tempat kerja. Cinta duduk dengan cepat, dan setelahnya gadis itu memijit pelipis. Pusing karena tiba-tiba duduk menyergapnya. Andra segera yang sejak tadi memang sudah duduk di sisi kosong tempat tidur langsung memeluk gadisnya. Sebelah tangannya kembali mengusap pelipis Cinta, membantu meredakan pusing. "Udah berapa kali coba aku bilang jangan duduk cepat-cepat pas bangun tidur, kok ngeyel sih?" tanya Andra lembut. Cinta meringis. Andra memang selalu bersikap lembut seperti ini padanya saat ia bangun tidur. Namun pemuda itu akan berubah menjadi keras kalau ia lupa mengisi perut. Cinta tersenyum, menggerakkan sepasang tangannya melingkari punggung Andra. "Udah mendingan?" tanya Andra lagi. Cinta tidak menyahut, ia hanya mengangguk. Meskipun tidak melihat, tetapi Cinta yakin Andra merasakan anggukannya. "Ya udah, sekarang kamu cuci muka ya." Kan? Andra sangat peka, dapat merasakan sedikit saja gerakannya. Cinta mengangguk lagi, membiarkan Andra mengurai pelukan. Gadis itu perlahan turun dari ranjang, melangkah keluar kamar menuju ke kamar mandi yang berada di belakang toko. Andra tidak mengikutinya, pemuda itu kembali ke depan menemui Nenek Ratna yang sedang berkemas. "Nenek mau pulang sekarang?" tanya Andra melihat Nenek Ratna memasukkan barang terakhir ke dalam Tote bag miliknya. Perempuan paruh baya itu menoleh kemudian mengangguk. "Iya, Ndra," jawabnya. "Biar nanti Cinta sama kamu yang ngunci toko." "Nenek nggak nunggu Cinta dulu? Cinta udah bangun," ucap Andra menunjuk kamar mandi. "Oh ya udah kalo gitu, Nenek nunggu Cinta dulu." Nenek Ratna mengangguk, kemudian menjatuhkan b****g pada kursi plastik tempat ia menaruh tasnya tadi. Andra tersenyum melihat Cinta keluar dari kamar mandi. Wajah cantik gadis itu terlihat lebih segar, Cinta sudah mencuci muka. "Udah?" tanya Andra. Cinta mengangguk. Gadis itu menghampiri Nenek Ratna, menarik sebuah kursi plastik lainnya untuk diduduki. "Maafin Cinta ya, Nek, tadi Cinta ketiduran," ucap Cinta dengan kepala tertunduk. Dari nada suaranya sangat kentara kalau ia menyesal. Tangan kanan Nenek Ratna terangkat mengusap pucuk kepala gadis itu. "Nggak apa-apa, Nduk," sahutnya. "Kan kamu lagi sakit tadi, wajar kamu tidur." "Tapi kan Nenek jadi sendiri." Cinta perlahan mengangkat kepala. Nenek Ratna menggeleng, senyum hangat menghiasi bibir tuanya. Ia sangat mengerti perasaan gadis ini. Cinta pasti merasa sudah lari dari tanggung jawab. Padahal tidak seperti itu. Ia memaklumi, sakit maag cinta tadi kambuh kan? Wajar saja kalau tadi ia tertidur. Rasa tanggung jawab Cinta yang besar sehingga gadis itu merasa bersalah. "Kata siapa Nenek sendirian? Nggak kok. Andra dari tadi menemani Nenek. Andra juga yang melayani pembeli. Nenek cuma duduk-duduk aja di sana." Nenek Ratna bercerita dengan semangat. Telunjuknya mengarah pada meja kasir saat mengucapkan kalimat terakhir. Tatapan Cinta mengikuti arah yang ditunjuk Nenek Ratna. Gadis itu mengembuskan napas lega. Cinta mendongak, menatap Andra yang berdiri di sampingnya sejak tadi. "Makasih," ucap Cinta tanpa suara. Andra tersenyum. Membungkukkan tubuh dan mengecup bibir Cinta sekilas. "Sama-sama," balasnya berbisik. Bola mata Cinta melebar. Andra menciumnya di depan Nenek Ratna! Kesal, Cinta memukul d**a pemuda tak tahu malu itu. Tatapannya mengancam tertuju pada Andra. "Andra!" seru Cinta dengan pipi memerah. Gadis itu kembali melayangkan pukulan, kali ini pada lengan Andra. Andra hanya terkekeh. Dengan usil pemuda itu membingkai pipi Cinta dan kembali mendaratkan ciuman kilat di bibir gadisnya itu. Cinta semakin kesal. Andra sukses membuatnya malu di depan Nenek Ratna. Sementara Nenek Ratna hanya tertawa kecil menyaksikan tingkah sepasang remaja di depannya. Hati tuanya menghangat melihat kemesraan mereka. "Kalian tetap seperti ini ya sampai tua nanti," pesan Nenek Ratna. Tangannya mengusap pucuk kepala Cinta. "Nenek rasanya tenang kalo liat kalian kayak gini." Cinta tertunduk malu, pipinya terasa semakin memanas. "Maafin Cinta, Nek," ucapnya lamat-lamat. "Andra nyebelin banget!" Kepala bersurai hitam itu kembali terangkat. Menatap tajam ke arah Andra yang masih saja tersenyum usil. Cinta memukul Andra sekali lagi. "Lho, kamu kan nggak salah kenapa minta maaf, Sayang?" tanya Nenek Ratna. Perempuan itu menggeleng pelan kemudian mengalihkan tatapan pada Andra. "Jaga Cinta ya, Ndra. Jangan tinggalin Cinta," pintanya. "Nggak bakalan Andra ninggalin Cinta, Nek," sahut Andra cepat. "Andra sayang banget sama Cinta!" Nenek Ratna mengangguk. Senyum hangat masih menghiasi wajah tuanya yang keriput. Nenek Ratna terlalu sibuk bekerja sehingga melupakan perawatan wajah. Lagipula perawatan itu sangat mahal, nyaris tidak terjangkau olehnya. Selain itu juga ia tak dak memerlukan segala macam perawatan, ia selalu bersyukur dengan semua pemberian Sang Pencipta. Cinta menggigit bibir. Gadis itu sangat terharu mendengar perhatian Nenek Ratna yang begitu besar padanya, sampai-sampai dia bukit benda bening menuruni pipinya. "Makasih, Nek," bisik Cinta. *** "Kamu mau langsung pulang ya?" tanya Cinta begitu ia menginjakkan kaki kembali di rumahnya. Andra yang mengantar Cinta hanya mengangguk. Pemuda itu menurunkan sepeda gadisnya dari bagasi mobilnya. "Bang Andre udah pulang, Ci," sahut Andra. Cinta hanya mengangguk. Gadis itu membuka pintu rumahnya yang sudah tidak terkunci. Ia tahu tentang Andre, Andra sering menceritakan tentang saudara kembarnya itu. Ia juga pernah bertemu Andre beberapa kali. Pemuda itu sangat mirip dengan Andra, hanya saja Andre tak pernah tersenyum. Wajah tampannya selalu terlihat datar. Andre juga sangat jarang bicara. Hanya sepatah dua patah kata yang keluar dari mulutnya saat mereka berjumpa beberapa waktu yang lalu. "Aku pulang sekarang aja ya," pamit Andra setelah memarkirkan sepeda Cinta di ruang tamu. Pemuda itu mengecup pelipis Cinta dan melangkah keluar setelah mendapat anggukan dari gadisnya itu. Cinta mengantarkan Andra sampai di depan pintu rumahnya. Menutup pintu setelah mobil Andra tidak kelihatan lagi. Cinta segera memasuki kamarnya, ia perlu membersihkan diri. Tadi ia hanya sempat mencuci muka, padahal biasanya ia selalu menyempatkan diri untuk mandi baru bangun tidur, tetapi tadi karena masih di toko ia tidak mandi. Alhasil badannya terasa tidak enak dan lengket. Selesai mandi, Cinta langsung menyantap seporsi mie goreng yang dibelinya bersama Andra saat pemuda itu mengantarkannya pulang tadi. Sebetulnya Cinta tidak terlalu menyukai makanan yang dijual di pinggir jalan, ia lebih suka memasak makanan sendiri. Lebih ekonomis dan terjaga kebersihannya. Hanya karena Andra memaksa saja ia menuruti. Andra melarangnya mengerjakan apa-apa, pokoknya ia harus beristirahat. Cinta mendesah mengingat pesan Andra. Ia harus berada di tempat tidur untuk beristirahat total malam ini. Jangan kemana-mana, jangan mengerjakan apa-apa. Berdiam saja di kamar dan di atas tempat tidur. Cinta beruntung ada pesawat televisi di dalam kamarnya, sehingga ia tidak bosan selaku berada di kamar sebelum tidur. Beruntung juga Andra tidak menginap di sini malam ini, sehingga ia tidak perlu menuruti perkataan pemuda itu. Cinta melangkah keluar kamar, memeriksa kamar Andra. Ia lupa apakah sudah membersihkan kamar itu atau belum. Napas lega dihela gadis itu, kamar yang biasa di tempati Andra saat pemuda itu menginap di sini sudah bersih. Cinta lupa kalau Andra sudah beberapa hari tidak menginap di rumahnya sehingga kamar itu tak tersentuh. Cinta kembali ke kamarnya. Memeriksa jam digital di nakas setelah duduk di tempat tidur. Sudah jam sepuluh malam, pantas saja ia sudah mengantuk. Tadi juga beberapa kali ia menguap. Cinta berbaring, menarik selimut, dan memejamkan mata. Sekarang saatnya ia berkelana ke alam mimpi. *** "Gue kira lu belum pulang, Bang," ucap Andra begitu ia memasuki rumah. Pemuda itu mengusap tengkuk. Ia memang sudah terbiasa dengan sikap dingin dan irit bicara saudara kembarnya, tetapi rasanya tetap saja sedikit aneh. Apalagi Andre juga tidak menatapnya. Masih tak ada jawaban. Padahal sudah beberapa menit yang lalu Andra menegur saudara kembarnya, tetapi pemuda itu tetap diam saja. Andra menghela napas, memang sudah sikap Andre seperti ini ia tidak bisa apa-apa lagi. Andra tidak tahu almarhumah Mama mereka ngidam apa dulu sehingga bisa mempunyai anak kembar dengan sikap yang sangat bertolak belakang seperti mereka. Baiklah, Andra menyerah. Mungkin sebaiknya ia akan ke kamar saja dan membiarkan Andre sendirian di ruang tamu mereka yang sedikit berantakan. Ia belum merapikannya tadi. Andra berharap diamnya Andre tidak ada hubungannya dengan ruang tamu mereka. Pemuda itu hanya berharap kalau kakak kembarnya hanya sedang tidak ingin bicara. Atau Andre sedang ada masalah dengan kliennya. Andra bangkit dari sofa yang didudukinya. "Gue ke kamar dulu, Bang," pamitnya. "Mau mandi." "Hn." Akhirnya dua konsonan khas Andre keluar juga. Andra merasa sedikit lega. Pemuda itu mengembuskan napas sebelum melangkah menuju kamarnya di lantai dua. Tinggal Andre sendirian di ruang tamu yang lampunya belum dihidupkan. Namun tak masalah, ia lebih menyukai keadaan gelap seperti ini daripada terang. Hiduonua juga sudah berkecimpung di kegelapan sejak dulu. Andre mengepal. Memang tidak ada gunanya menyesali jalan hidup yang telah diambilnya, yang penting ia bisa mencukupi kebutuhan dirinya sendiri dan Andra. Andre mendongak, mata kelamnya menatap langit-langit rumahnya yang nyaris tak terlihat. Perlahan mata hitam itu terpejam. Kilasan-kilasan kejadian selama beberapa hari ini melintas. Andre mengepal semakin kuat. Ia harus melupakan semua yang sudah dilaluinya beberapa hari ke belakang. Seperti selama ini. Perlahan Andre bangkit. Pemuda itu membawa kakinya menaiki tangga. Ia juga akan ke kamarnya. Ia sangat lelah dan sungguh-sungguh membutuhkan istirahat tanpa ada gangguan sedikit pun. Di ujung tangga paling atas Andre bertemu Andra yang sudah tampak rapi. Adik kembarnya itu sudah membersihkan dan sepertinya Andra akan keluar lagi. "Gue mau beli makan dulu, Bang. Males masak," ucap Andra tanpa diminta. Tak ada jawaban, Andre hanya mengangguk sebagai respon kemudian langsung masuk ke kamarnya. Andra juga tidak masalah dengan itu. Ia tahu kalau kakaknya lelah setelah bekerja beberapa hari ini. Ia juga akan seperti itu setelah bekerja. Hanya saja, karena Andre lebih terkenal, Andre lebih sering mendapatkan klien dan dikontrak sampai berhari-hari. Kadang Andra merasa kasihan pada Andre. Kakaknya bekerja sekeras itu untuk mencukupi kebutuhan mereka berdua. Namun sudah lebih dari satu tahun ini ia mulai membantu kakaknya, sehingga Andre bisa memiliki waktu istirahat lebih banyak. *** Sesampainya di kamar Andre bukannya tidur melainkan langsung masuk ke kamar mandi. Berdiri di bawah shower selama lebih dari lima belas menit dengan pakaian lengkap. Bahkan sepatu pun masih terpasang di kakinya. Entah apa yang dipikirkan pemuda itu. Ia hanya ingin membersihkan saja agar tenang saat tidur nanti. Andre miliki kebiasaan yang sedikit aneh. Setelah pulang dari bekerja, ia tidak akan bisa tidur sebelum ia merasa tubuhnya benar-benar bersih. Karena itu ia selalu menghabiskan waktu lebih lama di kamar mandi setelah pulang bekerja. Pekerjaannya yang sedikit berbeda dari pekerjaan kebanyakan orang memang memerlukan lebih banyak tenaga. Maka dari itu ia kelelahan pulang dari bekerja. Pekerjaannya juga terbilang ekstrim, tidak banyak orang yang mau bekerja sepertinya kecuali terpaksa. Begitu pun dengan dirinya. Ia juga sangat terpaksa menjalani pekerjaan beresiko tinggi seperti pekerjaannya sekarang. Kalau tidak karena dorongan ekonomi, tidak mungkin ia menjalani pekerjaan ini. Sebagai kakak, ia ingin memberikan kehidupan yang layak bagi adik satu-satunya. Mereka memang kembar, tetapi kondisi fisik Andra lebih lemah dibandingkan dirinya. Andra juga sudah manja sejak kecil dan selalu bergantung padanya. Masih banyak lagi alasan yang membuat Andre mengambil jalan pintas dalam mencari uang. Pekerjaannya tidak memerlukan waktu lama untuk mendapatkan bayaran. Ia hanya tinggal menuruti keinginan klien maka mereka akan membayarnya berapa pun yang ia minta. Pekerjaan sebagai gigolo memang bukan yang diinginkannya, tetapi ini semata-mata agar ia bisa melanjutkan hidupnya dan Andra.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD