bc

LINTAS DWI WARNA

book_age16+
75
FOLLOW
1K
READ
time-travel
independent
confident
bxg
mystery
medieval
another world
ancient
like
intro-logo
Blurb

Terlempar ke masalalu membuat Tiffany hidup sebagai sosok nimala wanita bangsawan penuh aturan, melihat pendidikan semrawut membangkitkan semangat Tiffany untuk berusaha lebih keras, terjebak di masalalu membuat Tiffany juga menemukan sosok pria idamannya menjadikan dirinya egois untuk sesaat melupakan indititasnya sebagai Tiffany.

chap-preview
Free preview
Chapter 1 - Nona Tiffany
Tempat Dojo salah satu di Jakarta pusat terlihat ramai akan orang yang ingin belajar ilmu beladiri maupun atlit ternama sudah di asah di sana, Peralatan lengkap maupun pelatih tegas siap mendidik mu. " Terus!! Pukulan mu kurang kuat" Teriak komando salah seorang pria dengan wajah garang menatar anak didik nya, langkahnya mendekati dua orang yang tengah di awasi sejak tadi, berlatih. Pelatih tadi menatap lekat wanita tengah giat menunjukan kebolehannya separing bersama sang partner pria di arena ring tinju, juga di sediakan di sana. " Kalian tak ingin beristirahat? Sudah hampir dua jam nonstop kalian begitu," "Stop!!" Teriak salah seorang mereka sembari mengangkat kedua tangan, menandakan untuk berhenti. " Kenapa berhenti Jhon," gerutunya pada pria bule itu. " Ah- aku, lelah Fanny. Tuh kata pak Efendy sudah dua jam nonstop, istirahat bentar lah" usulnya, sembari membaringkan badan terlentang di lantai, keringat sudah membanjiri tubuh mereka. Wanita di pangil fannya atau bernama Tiffany mengangguk memaklumi pada Jhon, ia keluar ring menghampiri pelatih bernama Efendy tadi. " Nih air minum," air putih kemasan di sodorkan kepada dia, Tiffany mengambil air itu meminumnya rakus. " Capek juga kan? Gitu kok masih nafsu ngajak Jhon sparing, gak kasian tuh orang dah tepar" guyon nya, sembari melirik ekspresi gadis itu. " Namanya juga semangat pelatih, kalau aku kebanyakan leha-leha bisa kalah sama musuh di luar sana tentunya lebih kuat," " Kamu apa gak capek Fanny, bergelut di dunia kayak gini dari kamu kecil dulu, aku inget kamu pertama kali kesini ngikut ayah mu, kepo pengen tau apa itu beladiri " Tiffany tersenyum mendengar pelatih masih mengingat kenangan belasan tahun lalu, saat ia maksa ingin ikut latihan seperti ayahnya yang juara olahraga campuran juga atlit tinju. " Cuman ini satu-satunnya hal yang bisa ngingetin Fanny sama almarhum ayah, Fanny juga gak mau kan di anggap lemah karena Fanny cewek," Mata lancip nya menerawang ke atas membayangkan kilasan kenangan memori bersama kepala keluarga yang sudah meningal jauh sebelum dirinya nekat memasuki dunia seni beladiri lebih serius di kancah nasional bahkan internasional, tahun lalu ia mengikuti sea games di Bangkok Thailand sebagai peraih mendali emas. " Ayah kamu pasti bangga Fanny, bapak yakin. Kamu mirip seperti ibu mu tapi semangat kamu persis ayah kamu," " Makasih, pelatih" "Atas?" Herannya, pada ungkapan Tiffany dirinya merasa tak berjasa apapun terhadap anak itu. " Selalu ada buat Fanny kalau lelah di lingkungan kayak gini, pelatih Efendy udah kayak ayah Fanny selalu jaga Fanny ngasih support pas down" Tiffany menengok menatap wajah kuyu dimakan usia tersebut namun masih terlihat gagah dengan latihan selama menahun sebagai seorang atlit serta guru beladiri mencetak kokoh sisa kejayaan masa muda berbadan atletis. " Tiffany, aku dan ayah kamu seperti saudara, di lapangan kamu berdiri kawan adalah lawan tapi setelah kau sama-sama saling merasakan sakit pukulan lawan mu di luar kamu selesai tanding dialah saudara kamu. Itu yang ayah kamu ajarkan pada bapak, sampai kita sama-sama bisa mengharumkan nama Indonesia waktu itu" kenangnya pada masa lalunya. Selesainya dari tempat Dojo Tiffany bak wanita feminim pada umumnya tak ada satupun yang sadar dirinya seorang wanita gahar di arena tinju maupun taekwondo, setia wira-wiri muncul di tv saat jam malam, menghindari menjadi tontonan anak di bawah umur. " Fanny!! Kemari " teriak seorang wanita di salah satu meja dalam cafe, membuat sebagian orang di sana menengok ke arah mereka membuat keributan. " shuut, diem loe bikin malu," " Ya maaf abis kita kangen sih" Tiffany mendudukkan dirinya di depan dua sahabat karib nya sembari menahan malu di tatap sinis atas ulah mereka tadi. " Kemana aja Fanny, lama amat datangnya, loe kan owner bisnis restoran masa serepot itu sampe telat" Nana, wanita cantik rambut hitam sebahu itu mendumel pada keterlambatan kawannya itu. " Iya nih, kita aja yang repot gini juga nyempetin waktu buat meet up " Timpal, Nadin kawan nya yang kini sudah berhijab nyentrik warna hijau neon, semenjak menikah ia memilih menjadi ibu rumah tangga baik-baik. " Iya maaf, abis dari Dojo. Jadi agak telat maaf ya" sesalnya menatap wajah kawannya. Makanan sudah tersedia di meja makan dengan berbagai menu pilihan mereka. Nadin yang sedari diam mulai angkat bicara, " Fanny, kamu gak ada niat buat nikah apa? Aku saja udah merid Nana udah punya calon kamunya kapan," Tiffany mendengar penuturan Kawan nya hanya bisa cengengesan membuat keduanya hafal kawan mereka masih setia dengan kejombloanya. " Fanny, serius deh. Kamu gak bisa gitu berhenti ke Dojo atau latihan kamu, kamu beneran cantik badan semok kaya gini tuh gunung juga isinya gede banyak yang mau sama kamu tapi tiap hari Wira Wiri di tv buat tanding banyak yang takut lah di banting sama kamu" katanya dengan frontal sembari mencolek bulatan di balik baju Tiffany Nadin yang sudah tobat menatap nana dengan plototan kagetnya "Gendeng kamu, colak-colek tekane wadon Lio," umpat nya dengan logat Surabaya yang masih kental " Ya habis, biar nih anak sadar. Tahun depan aku aja mau nikah kamu paling udah punya momongan nih manusia satu mau jadi prawan tuir" ledeknya pada Tiffany. " Yah nama nya belum Nemu jodoh wahai kawan kawan ku yang terhormat, kalau aku dapet jodoh pengen ku nikah lebih dulu dari jaman SMA," " Emang kamu pengen cowok yang gimana sih Fanny?" Tanya Nana mulai penasaran tipe kawannya itu. " Gak muluk-muluk, cowok berwibawa santun tapi polos, gak neko-neko lah, kalem tapi gagah tau tata Krama, mengayomi keluarga" " Kamu nyari cowok apa ngomongin ciri-ciri pria jaman prabu siliwangi sih, kalau kamu nyari yang gentle, playboy, pendiem masih ada tapi nyari yang bener gak neko-neko susah jaman sekarang, " "Heh, tak kasih tau ya. Jaman sekarang nyari cowok bener itu susah ada yang pacaran baik-baik, eh. Pas nikah ketauan borok nya, kalau pengalaman pribadi aku ini pas pacaran suami ku itu b******n suka ngegoda cewek mana kadang maksa aku buat nurutin nafsunya makanya papah nyuruh dia cepet nikahin aku tapi pas nikah Alhamdulillah orang nya udah mulai mau nanta diri jadi imam baik, tapi ya itu semua tergantung orangnya, Fanny. Kamu yang realistis aja lah kalau nyari cowok jaman purba di zaman sekarang susah jaman dulu cowok aja masih ada yang b******k makin jaman ya makin parah," katanya panjang lebar, mewanti wanti sahabatnya agar tak ketinggian ekspetasi dimiliki. Tiffany memandang wajah muram Nadin ia tahu jatuh bangun kehidupan percintaan temannya hatinya mencolos keluar rasanya mengingat ia juga mengalami kekerasan fisik dari suaminya sebelum menikah, hanya di depan kawan kawannya dia menutupi bejadnya sang suami, bersukur, Prayoga. Suami Nadin kapok pernah dilabrak olehnya ketahuan menampar Nadin jaman pacaran dahulu, hanya Nadin tak tahu dua sobat karib nya pernah menjadi psikopat dadakan menyiksa sang suami untuk tak lagi menyakiti Nadin hingga sekarang mereka berumah tangga dengan baik. Tiffany dan Nana saling lempar pandang sedikit menyungi senyum tipis, sedikit rasa bersalah bahwa kawan mereka tak tahu suaminya pernah berduel dengan Tiffany serta Nana setia membantunya memberi peringatan agar tak lagi melakukan kekerasan pada teman mereka bila masih ingin selamat. " Terimakasih Nad, aku bersukur kamu bisa ngasih aku masukan. Tapi aku gak mau pesimis aku bakal nyoba nyari cowok kayak gitu lagian sampai sekarang belum ada yang bikin aku tertarik semua cowok di mata aku sama aja," tandas nya. Hari menjelang sore, mereka berpamitan untuk balik ke rumah masing-masing berharap ada waktu longar untuk mereka menghabiskan waktu bareng lagi. Suara pintu terus di ketuk sama sekali tak membuahkan reaksi apapun pada penghuni di dalam sana, wanita telah berusia paruh baya namun masih menampakan kecantikan nya di usianya tersebut " Tiffany ayo nak bangun." Dengan jengah dirinya nyelonong berdiri di samping kasur melihat gundukan di balik selimut "Eh, loh. Anak nya kemana" kagetnya, setelah membuka selimut sama sekali tak ada tubuh anak gadisnya hanya guling serta bantal " Tiffany!!" Teriaknya kesal, keluar menuruni tangga, menemukan sosok di carinya sedari tadi. " Kenapa Mah?" Tanya nya polos, sejak tadi pagi Tiffany di belakang rumah menampakan dirinya melatih pukulan dengan samsak hitam menggantung di bawah pohon mangga. " Kamu itu ya, ngagetin Mamah. Kalau gak molor kerjaan kamu ngajak ribut sibuk-sibuk ngurusin usaha kamu, kapan kamu jadi cewek bener," " Lah Fanny kan udah bener jadi cewek Mah, liat nih Fanny punya gunung alami bukan silikon asli Ffany cewek ORI," Sembari membusungkan dadanya membumbung tinggi agar ibunya dapat melihat p******a sehat milik anaknya dari balik outfit sport bra tengah di kenakan. " Ya Tuhan Mamah ngidam apa sampe kamu gak waras gini" sedih sang ibunda mendramatisir, ia menutupi wajah dengan sebelah tangan melihat kelakuan abstrud anak semata wayang. " Ih. apaan sih Mah," ujar si anak sembari manyun melihat tingkah ibunya sama saja dengan dirinya. " Sini kamu anak cewek jadi-jadian ikut Mamah ke dapur bantu Mamah masak sini," ajaknya, sembari berlalu membiarkan anaknya mengekori. Suara alat masak saling beradu, pisau di atas talenan tengah sibuk memotong bahan menjadi lebih kecil. Kedua pasangan ibu anak itu tengah mengasikan diri menata bahan olahan mereka, nasi goreng omlet serta udang goreng. Sederhana, namun melihat lauk tertata epik di atas meja membuat mereka bersemangat memakan hasil karyanya " Jadi gimana kamu mau ikut tanding buat tahun depan," " Iya. Mah, sayang banget kalau di sia-siakan Fanny pengen ikut Asian games tahun depan di Jakarta" Mamah tersenyum melihat anak gadisnya semangat menyendok seluruh makanan di atas piring. " Fanny, kamu gak niat cari pacar gitu buat nikah besok," ujarnya menatap polos Tiffany "huk..huk.. Air.." paniknya. Mamah langsung menyodorkan segelas air putih langsung di tegak habis olehnya. " Mbok yang hati-hati," " Mamah sih bikin kaget" Si Mamah memasang tampang keheranan mendengar tuduhan si anak, apa kesalahan telah dilakukan oleh dirinya " Emang Mamah ngapain? Kan mamah cuman nanya saja," " Ya, kali Mah cari pacar kaya nemuin uang lima ratus perak di jalanan bisa di pungut jadiin suami " " Kan siapa tau, ujuk-ujuk ada pangeran nabrak kamu terus kalian cepet nikah gitu" Tiffany merotasi kan bola matanya kesal, Mamahnya terlalu termakan dunia FTV kalau tidak filem Azab gara-gara tontonan tak bermutu tersebut Tiffany pernah menjadi korban kehebohan si Ibu Di larang pergi beli baju baru bareng teman, gara-gara liat Azab istri sang tokoh meningal tertimbun baju olshop. Takut kalau anaknya gila belanja terus kena Azab atau pernah di minta jauh-jauh pergi beli buah di Manggarai cuman berharap anaknya kecantol tukang buah ganteng, selesai nonton Stefan William jadi penjual buah di FTV. Ibunya makin parah terkontaminasi dunia layar datar tak bermutu, di kira anaknya pemain sinetron apapun dikira bakal bernasib kaya Amanda Manopo ketemu Arya saloka, Ya kali. Bersyukur Mamahnya tak pernah mau di ajak nonton Rapunzel, mungkin dirinya akan di minta memanjangkan rambut sambil di suruh ngejogrok diatap rumah nunguin rampok yang baik hati nan tampan nolongin dirinya, mau muntah. " Mamah ku tercantik, Gak gitu-gitu amat nyari jodoh" lirih nya, " Ya udah coba kamu sekali-kali liburan ke Korea Utara siapa tau dapet jodoh seperti Taehyung Exo." Tiffany menepuk kepalanya sendiri berbunyi cukup keras, makin ngaco. Sejak kapan Taehyung BTS beralih grub band, kalau pergi Ke Korea yah pergi ke Korea Selatan mau ke Korea Utara yang ada di tembak bom sama Kim Jong un. Semoga sang ibunda tidak melihat Drama Korea lainnya, nanti bisa di kira jodoh anak ku adalah robot setelah melihat Drakor Are you human too, atau lebih anehnya jodoh ku kolor ijo setelah nonton huluk avanger. Setelah perbincangan konyol bin abstrud di meja makan hari ini, kini Tiffany memilih menyibukkan diri dengan hobby nya menggambar, sebelum memilih jurusan akutansi. Dirinya sempat memiliki keinginan menjadi arsitek atau membuat rancangan gaun sekalian menyalurkan kecintaan mengambar, masuk universitas ternama. Sayangnya kemalasan dirinya untuk lebih rajin belajar, membuat bisa lolos masuk jurusan arsitek adalah khayalan belaka. Mau ikut serta di jurusan fashion busana, selera bajunya saja masih mirip anak TK asal-asalan, jadilah menggambar hanya sekedar pelepas penat. Puluhan gambar dari jenis abstrak, pemandangan maupun figur manusia. Tangan gesit itu memulai tugasnya mencoret sana sini membentuk visual seorang pria, bayangan di benaknya membayangkan sosok pria ideal secara fisik " Aku tak tau kau siapa tapi begini mungkin tipe ideal ku, aku beri nama siapa ya?" Tanya nya pada dirinya, sembari mengamati mahakarya ciptaannya. Tergambar sosok pria gagah menaiki kuda berbaju bangsawan kerajaan, kulit kuning Langsat mata tajam nan teduh hidung Bangir serta perawakan tinggi tegap, menggambarkan sosok kesatria idamannya " Aku kasih nama Mahendra saja, walau kau tokoh fiksi yang ku buat tapi Nemu yang mirip juga boleh lah" sambungnya, kedua tangan memegang lembaran gambar tiga dimensi tersebut menempelkan di samping meja kerjanya sembari tersenyum melihat hasil karya indahnya. Pintu terbuka menampakan kepala Mamah menyembul di sela pintu " Fanny, ada temen kamu nyariin di bawah, sana temuin kayak nya penting," "Siapa Mah?" " Gak tau, udah sana" ujarnya lalu berlalu dari sana, sembari tersenyum sendiri. Membuat Tiffany sedikit menaruh curiga pada ibundanya. Tiffany menuruni tangga melihat sosok yang di maksud, perasaanya dia tidak memiliki janji temu dengan siapapun. " Loh Mas Bagas, tumben mampir kemari. Asa yang bisa Fanny bantu mas" Pantesan Mamah senyum sendiri mungkin di kira mas Bagas mau pdkt sama Fanny, bantin Tiffany memandang lawan bicaranya Bagas Adi, temanya saat ikut lomba segames tahun lalu berbeda dengan dirinya cabang beladiri pria berperawakan tinggi seorang atlet basket, merekapun satu SMA bakti hanya berbeda tingkatan, Tiffany adik kelas dari pebasket kawakan itu. Maka dari itu mereka bisa Dekat sampai sekarang. " Maaf Fanny aku ngerepotin kamu," " Gak kok mas, Fanny cuman kaget aja tumben mas Bagas Dateng gak ngabarin Fanny," " Gini Fanny, aku punya sepupu dia lagi kuliah di London sekarang, nah. karena dia sering jadi korban bully pas sekolah di Indonesia jadi dia agak trauma mau balik ke sini, bude gak mau dia lama di negara orang lain pengennya balik ke indo bisa bareng keluarga besar di sini. Sayangnya traumanya bikin dia agak takut lama-lama di sini, aku nyaranin ke bude biar kalau sepupu ku balik langsung belajar beladiri saja biar bisa ngelawan kalau kepepet. Jadi aku ke mari mau konsultasi sama kamu, bisa gak kalau nanti dia balik aku nitip tuh anak buat kamu gembeleng," jelasnya panjang lebar. "Bisa kok mas, Tiffany bisa bantu kok kalau anaknya ada niat mau latihan cuman kalau niat nya mau bales pake kekerasan itu yang gak baik. Kasih arahan saja sama anaknya nanti suruh mampir ke Dojo tempat Ffany latihan" " jadi gimana, udah mau ngelamar kamu," tukas Mamah yang tiba-tiba muncul dari balik tembok dapur " Mamaahh" jerit Tiffany tersentak kaget akan kemunculan mendadak. Sembari memegangi dadanya Tiffany berkata,"Jangan ngagetin atuh, Tiffany belom mau punya penyakit jantung di masa muda" " Kamu nya aja kagetan," Belanya. Tiffany tanpa mau berdebat ia melenggang menjauh dari wanita paruh baya itu, mengambil sebotol air dari kulkas. " Kalau aku refleks banting Mamah, gimana?" Sembari menegak air putih hingga separuh. " berarti kamu anak durhaka, ibu sendiri mau di smack down" " loh, kok gitu" " Ya gimana kamu mau ngasarin ibu kandung, mau Mamah kutuk jadi batu akik," Tiffany menaikan sebelah alisnya " Bukanya jadi batu ya mah, kan Sangkuriang jadi batu" herannya. " Sayang kalo cuman jadi batu, kalo batu akik masih bisa Mamah jual" Tiffany bersukur dia tak punya darah tinggi menghadapi kekonyolan ibunya tapi banyak temannya mengakui Tiffany sama saja dengan duplikat sang bunda kekonyolan mereka tak lekang oleh umur, apa itu pujian? Entahlah. " Jadi bagaimana, siapa mas-mas ganteng tadi?" Lanjutnya mulai penasaran, akan tamu mereka tadi. " Oh, mas Bagas. Kakak kelas Fanny pas SMA, dia juga atlet basket. Bareng-bareng sama Fanny pas lomba tahun lalu," "Terus?" tanya mamah heran. " Apanya," " Ya, kalian tadi ngapain. Ngobrol serius ya" selidiknya. Tuh kan, Tiffany bisa menebak ibunya mulai berfikir aneh-aneh lagi. Persis dugaan nya tadi. " Gak kok mah, gak kaya mamah pikirkan. Mas Bagas kemari mau nanya, bisa ngak dia titipin sepupunya sama aku buat aku latih," jelasnya memberi pengertian. Si Mamah seketika kehilangan binar-binar harapan di kedua bola matanya, berharap kabar baik anaknya bisa melangkah ke pelaminan. " Yahh, mamah gak jadi dapet mantu gagah dong, udah mirip vino Bastian," harapannya pupus. " Udah deh mah jangan minta aku buru-buru nikah, kalau Nemu yang cocok aku kenalin ke mamah" hiburnya memeluk dari belakang. " Kapan? Kamu udah dua puluh tujuh loh," sungutnya " Jangan bahas umur dong, mamah aja masih kayak mamah muda gini, masa buru-buru minta akunya nikah" hiburnya " Mamah cuman pengen kamu ada yang jaga, ayah kamu udah gak ada. Suatu saat kalau mamah gak ada, kamu gak sendiri nak" Tak bergeming, Tiffany hanya makin mengeratkan pelukannya, ia benci pembicaraan ini. Setelahnya, dirinya memilih berlalu meninggalkan ibunya sendiri. " Kenapa sih, bahas itu lagi. Kan gak lucu" sungutnya menendang udara kosong, sampai sendal bulunya terlempar sembarang arah. Dilemparkan tubuh semampai itu ke kasur empuk, dirinya seperti kehilangan mood jika ibunya membicarakan hal menyangkut ayahnya, dirinya tak mau di tinggalkan, lagi. Bicara tentang kematian bukan hal lucu bisa di buat lelucon. Hampir saja dirinya melanjutkan mimpinya itu, namun dering suara berasal dari ponsel pintar membuat dirinya mencari tahu siapa gerangan orang yang menghubungi dirinya. Melihat banyaknya notifikasi pesan, Engan untuknya membalas pesan dari produser Tv penyelengara pertandingan antar wanita di ring MMA. Sudah cukup jelas baginya mengatakan pemberhentian dirinya berpatisipasi di acara miliknya, fokusnya tahun ini adalah mengikuti ajang Asian games, itu pun dia harus ikut seleksi untuk mewakili Indonesia. Baru sadar bahwa ruang kamarnya mengelap, " Loh kok gelap" kagetnya. Dirinya melihat keluar jendela bahwa kini tengah hujan dan sudah cukup malam, buru-buru Tiffany menyalakan saklar lampu dalam kamarnya. Perutnya merasakan perih yang melilit. " Aku lupa makan siang dan malam, aduh." Ingatnya. Mandi pun juga ia lewatkan begitu saja, mungkin insiden tadi sedikit membuat jeda bagi ibu anak tersebut. Tiffany menyeduh mie instan memakan mie kare itu nikmat bersamaan dua cup ice cream coklat stoknya, mungkin bila ibu atau pelatihnya melihat makanan tak sehat di konsumsinya kini, akan menjadi bahan Omelan, mengingat biasanya dia mengatur pola makan secara ketat untuk pertandingan secara khusus diatur oleh pelatih agar mempunyai energi penuh, tidak menggangu kinerja gerak. Jam 21.45 tertera di dinding. " Pantas saja sepi, jam segini Mamah kan sudah tidur" gumamnya. Tak ada niat untuk beranjak dari meja makan, ingatannya kembali dimana usianya menginjak tujuh tahun, setelah dirinya baru latihan push up mati-matian walaupun tak sampai sepuluh hitungan dirinya sudah angkat tangan setelahnya. Namun kepala keluarga itu tak mempermasalahkan, malah bermain kerjar-kejaran bersama Putri sematawayangnya. " Kakak, kalau kakak gak mau keluar ice cream nya ayah makan semua loh" ancam ayah kala itu, walaupun ia tahu anak gadisnya tengah sembunyi di bawah meja sembari terkikik. " Jangan ayah, Fanny mau ice nya" ujarnya yang tiba-tiba muncul dari kolong memeluk pingang ayahnya. Tiffany tersentak setelahnya, dirinya di kaget kan oleh sebuah tepukan di bahu. " Mamah, ngagetin aku lagi," "Abis kamu ngelamun, ngapain malam-malam di dapur. Terus, ini siapa yang makan gini" ujar si Mamah menunjuk bekas ice serta mangkuk mie kuah. Tiffani hanya menunjukan cengirannya sembari berkata, "laper mah, baru aja bangun barusan" ungkapnya malu. Ibu satu anak itu menggeleng memaklumi anaknya yang mulai memakan makanan tak sehat. " Seharian di kamar ternyata kamu ngebo, untung gak ada yang tahu kelakuan buruk kamu, bau apaan nih" wanita paruh baya itu mulai mengendus tubuh anaknya. " Kamu belum mandi ya" tuduh mamah. " Ini mau mandi mah, aku mau pergi ke kamar mamah tidur aja sana" Setelah selesai menaruh piring kotor dirinya berlari dari hadapan ibunya sebelum mendapat Omelan, melihat mata tajam Mamahnya memandang dirinya jengkel. Suara air shower di matikan, menandakan si empunya sudah selesai akan kegiatan mandinya, walaupun terbilang telat dia membersikan tubuh kotornya. Dengan gaun tidur gadis itu keluar dari bilik kamar mandi, mendekati jendela kamar nya, kamar berlantai dua membuat dirinya dapat mengamati suasana malam di lingkungan rumahnya kini tengah di Landa hujan. " Masih hujan aja, jadi pengen nikah" ujarnya ngelantur, sembari tersenyum sendiri memikirkan apa yang di lakukan olehnya jika dia menikah kelak. "Aduh mikirin apa sih kami Tiffany!!" Makinya pada dirinya sendiri, langkah kakinya menjauh dari jendela, kini ia duduk di meja kerja mini terdapat dalam kamar, Tiffany memandangi hasil karya 3D miliknya yang memang hampir menyerupai sosok nyata. Andai saja sosok itu benar-benar ada, dirinya mungkin bersedia menikah dini, tapi itu kan hanyalah khayalan Tiffany saja. " Mas, Mahendra. Kalau kamu bener ada sifat kamu kayak apa ya? Apa kayak yang aku gambarkan atau angan, aduh apaan sih Tiffany kamu ngayal lagi" tak sekali dua kali ia memukul kepalanya agar mulai sadar ke dunia nyata, terlalu suka akan komik serta cerita fiksi membuat dirinya teracuni sama saja dengan ibunda nya yang tergila gila dengan sinetron tv tiap harinya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Rise from the Darkness

read
8.5K
bc

Rebirth of The Queen

read
3.7K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

FATE ; Rebirth of the princess

read
36.0K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.5K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.8K
bc

TERNODA

read
198.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook