Kesalahan satu malam

1151 Words
Gadis yang masih memakai baju tidur dan juga wajahnya yang lesu itu menuruni tangga rumah. Rumah yang lumayan mewah, dindingnya yang berwarna gold dan juga foto-foto besar, juga ornamen-ornamen yang terlihat mewah membuat rumah tersebut sangat mewah. Jam menunjukkan pukul 8 malam, tapi Fio yang tadi sudah tertidur terpaksa harus bangun kembali dan turun ke lantai utama atas suruhan Erzhan. Bayangkan! Entah apa yang cowok itu akan lakukan hingga memaksa dirinya turun malam-malam begini. Sesampainya di lantai satu, Fio pun menghampiri Erzhan yang duduk manis di ruangan keluarga bersama ayah dan ibunya. “Kenapa sih, Erzhan?” tanya Fio merengek membuat Erzhan dan juga kedua orang tua Fiora menoleh. “Loh sayang, kok bilang gitu? Ini Erzhan ke sini mau ajak kamu pergi loh,” ujar Sakura yang tidak lain adalah ibu dari Fio. Fiora berdecak malas. Dan mendudukkan tubuhnya di sofa tepat samping Erzhan, bukannya menjawab ibunya dia malah menyandarkan kepalanya di bahu Erzhan dan kembali memejamkan mata. “Fio ... jangan gitu dong, nak. Kasihan loh itu –” Fio berdecak sebal dan mengangkat kepalanya kembali. “Apa sih?” tanya Fio dengan suara serak. Erzhan terkekeh kecil, lalu menarik Fio untuk masuk ke dalam pelukannya. Hal itu tidak dipermasalahkan oleh kedua orang tua Fiora. Sudah biasa. “Aku mau ngajak kamu malam ini ke acara pembukaan perusahaan salah satu temenku, mau?” tanya Erzhan takut saja jika sahabatnya itu enggan ikut. Tapi kalau menolak juga, akan tetap Erzhan paksa. “Ke mana? Jauh gak?” tanya Fio yang masih lemas. Sebenarnya ia tidak mau, tapi mengingat sahabat prianya itu yang single, membuat Fio sedikit kasihan jika membayangkan Erzhan datang ke sana seorang diri. Jadi, ia turuti saja. Erzhan tersenyum. “Gak kok, tempatnya gak jauh dari kantor aku. Mau?” Erzhan kembali memastikan. Dan hal itu diangguki oleh Fio. “Ya udah. Siap-siap sana, aku tunggu,” suruh Erzhan. Fio menghela nafas kasar. Lalu berdiri dan berlalu dari sana dengan kali yang dihentak-hentakkan. “Anak itu.” Steve, ayah dari Fio menggelengkan kepalanya pelan melihat kelakuan anaknya. “Gak papa, Pah. Aku udah biasa sama sikap dia, gemesin kok,” ujar Erzhan yang dibalas kekehan oleh kedua orang tua Fiora. Dan setelahnya mereka terlarut dengan obrolan seputar karier masing-masing. Terutama karier Erzhan, Steve selalu menanyakan perkembangan sahabat putrinya yang oleh ia sendiri sudah dianggap anaknya. *** Setelah memasuki mobil mewah milik Erzhan, Fio pun kembali mengeluarkan alat make up yang ia pakai. Dan melakukan sesi make upnya di dalam mobil. Erzhan yang melihat itu menggelengkan kepalanya pelan. Hampir satu jam dia menunggu Fio tadi. Tapi ternyata gadis itu belum make up sama sekali. “Yakin mau sambil jalan mobilnya?” tanya Erzhan karena biasanya Fio akan marah jika menjalankan mobil saat gadis itu sedang berdandan, karena katanya akan merusak riasannya. Dengan tangan yang fokus pada kuas dan juga matanya yang terus menatap cermin, Fio mengangguk. “Gak papa, takut kamunya telat,” jawab Fio. Erzhan tersenyum tipis lalu mulai menjalankan mobilnya. Pria itu juga sudah rapi. Sebenarnya sudah siap-siap sebelum datang ke rumah Fio. Dengan setelan kemeja merah marun dan juga celana bahan hitam juga jas berwarna senada membalut tubuhnya. Keduanya memang selalu datang ke acara-acara penting teman Erzhan. Alasannya karena Erzhan tidak mau dianggap jomblo oleh teman-temannya jika tidak membawa sahabat perempuannya itu. Memang sih dia bisa mencari kekasih. Tapi buat apa gunanya kalau punya sahabat perempuan jika dibiarkan. *** Bangunan besar yang sering disebut hotel itu kini disulap menjadi sebuah pesta. Di depan gedung, terdapat bunga karangan dengan ucapan selamat untuk si pembuat pesta. Fio keluar dari mobil diikuti oleh Erzhan, saat keduanya berdampingan Fio langsung merapat pada Erzhan. Begitu pula Erzhan yang langsung melingkarkan tangan kanannya di pinggang Fio. Memeluknya posesif. “Siap?” tanya Erzhan yang dijawab anggukan oleh Fio. Keduanya pun masuk ke dalam hotel tersebut. Di lantai dasar sudah dihias berbagai macam. Banyak juga para tamu yang sedang asyik dengan kegiatan masing-masing. “Rame banget,” bisik Fio pada Erzhan yang dibalas senyuman oleh cowok itu. “Kita ke sana,” ajak Erzhan menunjuk segerombolan pria-pria tampan yang sedang bercengkerama. Keduanya pun berjalan, dan masih terlihat romantis. “Hai.” Para pria itu menoleh dan tersenyum. “Hai bro,” sapa salah satu pria itu pada Erzhan. Erzhan pun bersalaman bersama teman-teman sesama pengusaha itu. Tidak perlu memperkenalkan Fio, karena sudah pasti mereka akan sudah tau. Mereka semua pun—termasuk Erzhan dan Fio—larut dalam obrolan baik tentang pekerjaan maupun kehidupan pribadi. Hingga tanpa mereka sadari jika seorang pria yang duduk di pojokan dengan beberapa wanita di sampingnya terus menatap ke arah mereka. Ah, lebih tepatnya pada Erzhan dan Fio. Pria itu tersenyum sinis. Memanggil salah satu pelayan yang melewatinya dengan tangan. “Iya ada yang bisa saya bantu?” tanya pelayan itu pada si pria. Pria tersebut mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya, kemudian memberikannya pada pelayan. “Campur ini sama salah satu minuman itu. Dan kasih ke dia,” suruh si pria sambil menunjuk Fio di depan sana. Pria itu mengeluarkan segepok uang saat pelayan yang ia suruh hendak menolak. Dan langsung tersenyum sinis saat si pelayan mengambilnya juga langsung mengambil obat yang diberikannya. “Baik. Segera tuan.” Pelayan itu pun pergi, meninggalkan pria yang kini sudah tersenyum kemenangan. *** Fio mengipasi tubuhnya yang terasa sangat gerah. Bahkan panas. “Zhan,” bisiknya pada Erzhan yang sibuk mengobrol sedari tadi. “Gue mau ke toilet, gak papa kan?” lanjutnya meminta izin. Erzhan menoleh dan mengangguk. “Hati-hati ya,” ucap Erzhan sambil mengusap lengan Fio. Mengangguk, Fio pun berlalu dari sana dan hendak menuju kamar kecil. Jalannya terseok-seok entah kenapa. Kepalanya pening membuat Fio berjalan sempoyongan. “Eh, maaf-maaf!” seru Fio pada salah satu tamu yang ditabraknya. Setelah itu dia masuk ke dalam lorong kecil yang menghubungkan ke toilet. Untung saja sepi. “Aih, kenapa panas banget astaga,” gumam Fio kegerahan, juga kepalanya yang semakin pusing. Fio membuka pintu toilet tanpa berpikir panjang, lalu menyalakan keran dan membasuh mukanya. Nafasnya terengah-engah, namun panas belum kunjung hilang. “Erzhan, tolong aku ....” Terlambat. Harusnya tadi dia mengatakan itu. Kini gadis itu meringkuk dan hendak membuka bajunya, namun sebuah tangan menghentikan pergerakannya. “Siapa?” tanya Fio yang tidak bisa melihat jelas wajah seseorang itu. Namun dari tangannya yang bersentuhan langsung dengan kulitnya, membuat Fio yakin jika orang itu adalah laki-laki. “Kepanasan sayang, hm?” Suara pria itu terdengar tepat di telinga Fio, membuat Fio berjingkat geli dan juga semakin ... panas? “Tolong, tolong aku,” pinta Fio. Seseorang itu tersenyum devil, lalu tangannya menyelinap di antara bawah lutut dan tengkuk Fio. Kemudian mengangkat tubuh body goals gadis itu dengan mudahnya dan dibawa keluar. Fio pun hanya pasrah. Pasrah saat ia dibaringkan di sesuatu yang empuk. Pasrah saat merasakan tangan orang itu membuka pakaiannya. Dan pasrah saat sesuatu yang besar mencoba memasuki tubuhnya. Karena yang Fio rasakan hanya ... kenikmatan! *** To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD