------------
WARNING!!!!
HANYA UNTUK YANG TELAH BERUSIA 21++++
-------------
Suasana semakin panas. Jordan berusaha keras. Namun, penuh kelembutan.
Peluh bercucuran dari kedua insan itu. Dinginnya AC tidak berpengaruh kepada mereka. Panas dan penuh gairah.
Malam yang panjang dilalui oleh keduanya dengan perbuatan yang berulang.
*****
Menjelang Subuh, Kirei terbangun. Barulah di waktu ini ia merasakan dinginnya AC di ruangan itu.
Kirei menggeliat, matanya perlahan terbuka, dan bibir manisnya menguap.
Kirei duduk di atas ranjang. Matanya menyapu sekeliling ruangan.
"Di mana aku?"
Netranya tertuju pada lelaki yang masih tertidur di sampingnya. Bola mata Kirei membulat. Ia cepat-cepat melihat ke balik selimut. Ternyata ia polos tanpa busana.
"Apa yang telah kulakukan semalam?" Kirei memijat keningnya sendiri.
Kirei mengingat kejadian demi kejadian semalam. Ia telah memberikan mahkotanya pada Jordan. Namun, ia sendiri masih merasa tidak percaya dengan kejadian itu.
Berarti kejadian semalam itu bukan mimpi? batin Kirei.
Kirei menarik kakinya ke arah d**a dan tubuhnya bertumpu di atas lutut. Menangis. Menyesali apa yang terjadi.
HIKS ... HIKS ... HIKS ....
Jordan yang masih tertidur, mendengar suara tangis seseorang. Mata Jordan perlahan terbuka dan mendapati gadisnya tengah menangis sesegukan.
Jordan terperanjat dan menghampiri Kirei. "Sa-sayang, kamu kenapa?"
Suara tangis Kirei malah semakin menjadi. Membuat Jordan semakin kebingungan.
"Sayang, bilang sama Mas. Kamu kenapa?"
Kirei yang masih sesegukan berkata, "Kamu tanya aku kenapa, Mas? Coba lihat aku! Lihat dirimu! Kita gak pakai apa-apa! Apa kamu juga tidak ingat sama kejadian semalam?"
Jordan tersadar. Ia dan Kirei memang polos tanpa busana. Jordan pun mengingat kejadian semalam. Bahkan mereka melakukannya berkali-kali seperti orang kesetanan.
Jordan menghela napas panjang dan menarik tubuh Kirei. Menyandarkan kepala gadis itu di pundaknya.
"Maafin Mas, Sayang. Mas juga gak ngerti kenapa bisa seperti itu. Kamu tenang aja, Mas pasti tanggung jawab." Jordan mengecup pucuk kepala Kirei.
*****
Kirei bergegas keluar dari kamar Jordan setelah membersihkan diri. Ia menuju kamar Fani. Berharap sahabatnya itu masih terlelap dan tidak menyadari jika semalaman dia berada di kamar Jordan.
Kirei membuka pintu perlahan. Ia masuk ke dalam kamar dengan menjinjing hight heels-nya. Kamar itu gelap gulita. Berarti Fani masih tidur.
Aman, fikir Kirei.
Kirei berjalan dengan tenangnya menuju ranjang.
"Kenapa baru ke sini?" tanya Fani dengan menyalakan lampu kamar.
Kirei terperanjat. "Eh, Fan, udah bangun ya ... hehehe." Kirei menggaruk kepalanya sendiri walaupun tidak gatal.
"Aku tanya, kamu kenapa baru ke sini? Ngapain aja semalaman di kamar Jordan?" tegas Fani.
Kirei bergeming. Sedang terjadi perdebatan sengit di dalam hatinya. Antara bercerita atau tidak kepada Fani.
Sementara itu, Jordan di kamar sebelah telah membersihkan dirinya. Ia duduk di tepi ranjang. Memikirkan apa yang telah terjadi.
"Sheet! Kenapa semalam gue jadi berengsek?" Jordan mengacak-acak rambutnya sendiri.
Jordan tahu persis, waktu tidak akan pernah bisa diulang. Namun, masa depannya bersama Kirei bisa ditata dari sekarang. Tidak ada gunanya meratapi apa yang telah terjadi.
Jordan berdiri dan menarik selimut hendak membereskannya. Gerakannya terhenti. Ia bergeming melihat ada bercak noda darah di atas seprei.
Kirei, aku pasti akan menikahimu, Sayang.
*****
Seminggu kemudian ....
Jordan dan Kirei makan siang bersama di sebuah restoran khas Chinesse. Sebuah restoran yang menjadi favorit mereka berdua.
Selain menu yang selalu enak di lidah mereka, suasananya juga di desain sangat apik. Suasana ala pegunungan dengan penataan bambu dan kolam ikan yang dihias berbagai pernak pernik.
"Kirei sayang ... kita menikah saja, ya?" Jordan menggenggam jemari gadisnya yang duduk tepat di depannya.
Kirei tercenung. Pikirannya melayang ke mana-mana. Kirei bukannya tak ingin menikah. Namun, saat ini dirinya masih harus menyelesaikan study-nya.
Selain itu, ia pun bercita-cita ingin bekerja di perusahaan bonafid. Tentu saja hal itu tidak bisa terwujud jika dirinya memutuskan untuk mengakhiri masa lajang karena perusahaan itu menerapkan peraturan yang sangat ketat, yakni tidak bolehnya karyawan menikah sebelum satu tahun bekerja.
Bukan hanya itu saja. Setelah diperbolehkan menikah, ada peraturan tambahan. Si wanita tidak diperbolehkan hamil selama setahun. Setelah satu tahun itu berakhir, barulah diperbolehkan.
Peraturan yang aneh bukan? Terkesan mendiskriminasi karyawan. Namun, begitulah adanya. Mungkin ini juga alasan mengapa perusahaan itu maju pesat. Semua karyawan fokus pada satu tujuan. Keberhasilan.
Kirei pun teringat akan ibunya. Beliau adalah seorang single parent. Membesarkan Kirei dan adiknya seorang diri setelah bapaknya meninggal.
Kirei ingin mencari pekerjaan yang mapan sehingga bisa membahagiakan dan merawat ibunya di masa tuanya. Kirei pikir sudah saatnya ia yang bertanggung jawab atas kelangsungan keluarganya.
"Maaf, Mas ... a-aku sepertinya belum siap kalau harus menikah sekarang," jawab Kirei dengan bibir bergetar. Mata Kirei mengatup perlahan, berusaha sekuat tenaga menahan keinginannya untuk membina rumah tangga dengan Jordan. Dilema. Itu sudah pasti.
"Tapi kenapa? Mas ingin bertanggung jawab padamu." Jordan menatap Kirei penuh harap.
Jarang ada laki-laki yang telah mendapatkan mahkota seorang gadis mau bertanggung jawab dengan perbuatannya.
Laki-laki tampan semacam Jordan biasanya akan pergi begitu saja setelah mendapatkan apa yang mereka mau. Seperti kumbang yang pergi begitu saja setelah menghisap madu dari bunga.
Mungkin saja masih ada laki-laki yang bertanggung jawab seperti Jordan, tetapi itu perbandingannya seribu berbanding satu. Seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami.
"Iya, aku juga ingin sekali menikah denganmu, tapi ... tapi kamu tahu sendiri keadaan keluargaku. Lagi pula, aku sudah berada di semester akhir kuliah. Aku ingin lulus dan bekerja dulu hingga ekonomi keluargaku benar-benar mapan."
Setelah melalui perdebatan panjang, Jordan pun mengikuti keinginan pujaan hatinya itu. Ia akan menunggu sampai Kirei benar-benar siap. Lagi pula, Kirei tidak dalam kondisi hamil, jadi mereka akan merasa aman-aman saja.
"Baiklah kalau itu sudah menjadi keinginanmu. Tapi kamu harus ingat satu hal. Kamu adalah milikku!" Jordan menatap Kirei dengan tatapan tajam.
Kirei melemparkan seulas senyuman. Ia tahu persis jika lelakinya sangatlah mencintainya.
"Iya, Sayangkuuu ... bagaimana mungkin aku bisa berpaling darimu sedangkan aku telah menjadi milikmu."
*****
Kesalahan kedua yang seharusnya tidak pernah mereka lakukan. Semenjak kejadian di kamar hotel beberapa hari yang lalu, Jordan dan Kirei seolah ketagihan.
Jordan dan Kirei memang tidak akan menikah sebelum apa yang dicita-citakan Kirei tercapai. Namun, keduanya jadi sering melakukan hubungan suami-istri itu dengan frekuensi yang lumayan sering.
Hal itu seolah menjadi candu bagi mereka berdua. Sekuat apa pun mereka berusaha menahan, sekuat itu pula hasrat itu akan datang.
Bersambung .....