Prolog

572 Words
-------- Harap bijak dalam membaca, ya, Readers. Mungkin tulisan ini akan sedikit mengandung konten dewasa dan kekerasan. Jadi mohon pengertiannya Semoga terhibur ---------- ****** Kirei, wanita berparas ayu nan modis sedang duduk santai di sofa ruang tv sembari memotong kuku-kuku jari tangannya yang telah mulai memanjang. Televisi dengan siaran drama Korea itu seolah menjadi teman setia menjalani hari-hari. Ya, semenjak dirinya dinikahi oleh Jordan empat tahun yang lalu, ia resmi menjadi seorang ibu rumah tangga yang notabene hanya berdiam diri di rumah dan mengurusi seluruh keperluan rumah tangga. Tentu saja setelah menyelesaikan study-nya di universitas kebanggannya selama ini. Bosan. Tentu saja Kirei sangat bosan. Ia merasa kebebasannya terenggut secara paksa dari dirinya. Kesal. Itu pun iya. Namun, hanya bisa meratapi nasib diri. Lagi pula ini juga akibat dari kesalahannya sendiri. Hamil sebelum waktunya. Saat Kirei kuliah di semester akhir, ia dan Jordan--kekasihnya--melakukan perbuatan tercela yang mengakibatkan tumbuhnya janin di dalam rahim Kirei. Sebuah pesta yang diadakan oleh sahabatnya--Fani--di sebuah hotel bintang lima yang sengaja di-booking oleh keluarga Fani untuk merayakan ulang tahunnya yang kedua puluh satu, menjadi awal petaka itu. ***** Jordan memiliki wajah tampan dan pekerjaan mapan. Oleh karena itu, Jordan bersikeras ingin menikahi Kirei dan bertanggung jawab atas janin yang dikandung Kirei. Namun, semua itu berbanding terbalik dengan Kirei. Ia ingin menggugurkan kandungannya dan melanjutkan pendidikan untuk mengejar cita-cita. Kirei tahu persis jika perempuan yang telah menikah, apalagi memiliki anak sebelum masa kontrak berakhir, tidak akan diterima di perusahaan impiannya. Akan tetapi, atas desakan Jordan akhirnya Kirei pun mengalah. Menikah dengan Jordan dan mempertahankan janinnya dengan syarat Kirei masih bisa melanjutkan pendidikan karena mengingat ia telah berada di semester akhir. PRANG! Suara gelas yang pecah membuat Kirei terperanjat dan bergegas menuju asal suara. "Apa yang kamu lakukan, Anak Tengil?!" bentak Kirei dengan bola mata membulat. "Ma-maaf, Ma ... Zidan gak sengaja." Zidan ketakutan. Bocah itu mundur satu langkah untuk menghindari amukan Kirei. "Gak sengaja, gak sengaja ... Jelas-jelas kamu sengaja bawa gelas. Dasar anak gak tahu diuntung! Bisanya cuma nyusahin aja," sungut Kirei sembari meraih gagang sapu di sampingnya dan langsung menyapu pecahan kaca di lantai. Zidan yang ketakutan, hanya bisa berdiam diri di pojok ruang dapur. Wajar dia takut. Anak usia tiga tahun mana bisa melawan orang dewasa. Terlebih orang itu ibunya sendiri. Sebenarnya Zidan sangat menyayangi Kirei. Dalam lubuk hatinya, ingin sekali ia bersenda gurau dengan Kirei. Namun, apa daya, itu tak mungkin. Kirei hanya akan bersikap baik pada dirinya jika sang ayah ada di rumah. Sedangkan Jordan sering sekali dinas keluar kota berhari-hari. Sungguh malang nasib anak itu. Dia mendapatkan ibu kandung rasa ibu tiri. Saat membereskan pecahan beling, mulut Kirei tidak hentinya menggerutu dan memaki Zidan, "Habis ini kamu bawa piring sana! Pecahin aja semua barang di rumah ini! Gak bisa apa kamu hati-hati sedikit? Gak tahu, ya, kalau Mama ini capek seharian beres-beres?" Zidan hanya diam seribu bahasa dengan wajah yang terus tertunduk. Hatinya perih. Setelah semuanya bersih, Kirei pun langsung kembali duduk di sofa dengan emosi yang belum juga reda. Zidan masih berada di dapur dan hanya bisa meneteskan air mata di sudut ruangan. Padahal, ia mengambil gelas karena kehausan sedangkan ia tahu persis jika meminta tolong pada Kirei, ia tidak akan ditanggapi. "Pa ... Zidan kangen Papa. Kapan Papa pulang? Ma, Zidan sayang Mama," lirihnya sembari mengusap buliran bening yang telah menganak sungai. Bersambung .... Minta tolong ya semuanya untuk mendukung goresan tinta saya ini. Jangan lupa like dan votenya. Terima kasih sebelumnya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD