bc

The Bedroom Surrender (Indonesia)

book_age0+
1.4K
FOLLOW
19.6K
READ
billionaire
pregnant
goodgirl
CEO
boss
drama
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

[21+]

Sequel dari novel Bite My Lower Lip. Sebuah kisah mengenai perjalanan pernikahan Aiden dan Claire; juga anak-anak mereka yang manis.

chap-preview
Free preview
Chapter 1 : Little Prince
“Morning.” Ada yang bergerak di antara helaian rambutnya, lalu turun ke permukaan wajah. Christian mula-mula terganggu oleh sentuhan itu, tapi ketika kelopak matanya terbuka dan bersitatap dengan manik hijau Claire yang cemerlang, senyum kecil di atas bibirnya pun terbit, seperti matahari di luar jendela sana. Senyumnya yang meski irit, namun menjelaskan banyak hal. Punya segudang arti yang dalam. “Hai,” Claire menyapa sekali lagi, manis sekali cara perempuan itu bersuara. Maka darinya, Christian membiarkan saja Claire bereksplorasi di wajahnya selagi dia mengumpulkan kesadaran. Sebab, jiwanya masih tenggelam di dalam mimpi semalam, Christian belum rela meninggalkannya. “Come on, wake up.” Claire berusaha lebih keras agar Christian tidak tidur kembali. Namun dengan gesit, Christian menangkap lengan Claire saat jari-jari itu menyentuh dadanya. “You are beautiful dream I have been searching for, the one to wake me up.” Suara maskulinnya itu, kedengaran serak khas bangun tidur. Christian lantas menarik Claire lebih merapat padanya, memanfaatkan momen itu untuk mengendus aroma harum Claire yang begitu wangi buah-buahan. Wanita itu amat pandai menggugah seleranya. “Kau tahu? Aku bermimpi tentang kau sepanjang malam, dan rasanya malas sekali untuk bangun.” “Well, jadi kau lebih suka aku yang berada di mimpimu itu?” Tukas Claire dengan sedikit rajukan, agak kesal karena Christian tak jua mau bangun. Christian terkekeh, dan kantuknya tetiba menghilang saat itu juga, “Aku suka dua-duanya, tapi yang paling kusuka tentu saja kau, Claire—kau yang sangat nyata untuk bisa kupeluk-peluk seperti ini.” Kedua mata Christian pun bergerak mengawasi Claire di pagi hari yang begitu cantik, rapi, dan tentu saja—sudah mandi. How pretty she is. Dan inilah memang surga dunia itu. Seorang Christian Aiden yang tidur ditemani oleh wanita cantik, lalu terbangun disambut dengan hangat dan mesra, mungkin ini juga salah satu aspek menyenangkan dalam pernikahan yang tak banyak pria alami. Christian beruntung sialan nomor satu di bumi—karena berhasil menikahi wanita seperti Claire Lore. Ah, menikah dan punya isteri. Christian tidak pernah membayangkan sebelumnya, jika dirinya akan berada di fase ini suatu hari nanti. Dan sekarang, hal tersebut sudah terjadi. Tak banyak orang menyangka Christian Aiden pada akhirnya akan memutuskan untuk menikah. Mereka kira, barangkali dia akan setia berpredikat bujangan tua seperti Leonardo DiCaprio. “Apakah itu gombalanmu di hari pertama?” Claire mencoba lepas dari pelukan Christian, tapi mendadak, sekejap saja tubuhnya digulingkan ke bawah dan terperangkap—pada ranjang mereka dan tubuh Christian yang super keras. “Yes, My Love, dan mungkin akan menjadi pekerjaanku setiap hari.” Tercium wangi musk kala Christian makin dekat ke wajah Claire. “Dan—tugasmu sekarang adalah, memberi satu ciuman selamat pagi untukku.” Christian menggerakkan kepalanya, mencari posisi paling strategis untuk london kiss mereka yang harus tertunda beberapa detik karena Claire kini melesakkan kepalanya sendiri di kasur—menjauhkan diri dari sergapan Christian. “So come to me, give your husband a very hot morning kiss.” Claire memicing, melarat, “Soft, Aiden. Morning is the remnants of peace from the night.” “Yeah, whatever.” Christian gemas sekali karena dua kali Claire berhasil menghindar. “I want your lips.” Dan percobaan ketiganya sukses. Claire dikuasai, bibir merah mudanya dilumat habis-habisan. Claire yang awalnya kewalahan, perlahan mulai bisa mengimbangi permainan lidahnya. Yang melebur dengan air liur. “Aiden, stop dulu,” Claire tahu ketika sekali saja mereka mulai bersentuhan, maka akan sulit untuk berhenti. Karena itulah tadi Claire mencoba menolak—meski ia tahu semuanya akan sia-sia saja. “Aku sudah janjian dengan Diandra untuk membuat sarapan bersama.” Tapi Christian menolak usulan itu, “Lupakan saja, yang lain bisa membuatkannya.” “Aku harus pumping ASI juga untuk Archer.” Claire mengerang. “Aiden, please.” Seriously, sebagai ibu rumah tangga yang baru, Claire punya banyak pekerjaan. Ke depannya, jadwalnya akan makin padat. Karena bukan hanya dirinya sendiri dan Christian yang mesti Claire urus. Mungkin sebab kata-katanya itu, Christian mengurungkan niatnya memagut lagi bibir Claire. Kening pria itu berkerut-kerut dan—Ya Tuhan, terlalu sekali Christian lupa soal Archer! Tentu saja sekarang ada bayi mungil itu di antara mereka. “Di mana Archer?” Kini giliran Claire yang dilupakan begitu cepat, Christian lantas turun dari ranjang untuk melihat ke dalam box bayi. Tapi kosong. Tak ada Archer yang tengah tidur di sana, meski aroma manis tubuhnya tetap tercium dan menempel. “Berjemur dengan Dad.” Claire menjawab tanda tanya besar di wajah Christian. “Apa?” Christian yang setengah panik karena tak bertemu wajah Archer pagi itu pun kaget, takjub, dan heran sekaligus. Seingatnya, Sergio tidak pernah lagi beraktivitas di pagi hari. Olahraga, jalan-jalan, atau apapun itulah namanya sejak Christian Aiden mulai beranjak dewasa. Pria tua itu lebih banyak menghabiskan waktu di ruang kerja, pergi ke kantor lalu pulang kala malam larut. Yah, kecuali pergi jogging dengan Gavin, itu pun harus dipaksa-paksa terlebih dahulu. Memang Sergio terlalu eksklusif dalam melakukan sesuatu. Lantas, Claire beranjak dari ranjang menuju jendela kamar mereka, buat menyibak gordennya. Dan pemandangan langka itu pun terlihat. Sergio dengan kereta dorong yang berisikan Archer itu nampak amat bahagia. Di halaman rumah keluarga Canavaro yang sangat luas, aktivitas tersebut memberi kesan hangat tersendiri meski dilihat dari lantai dua. Christian terpana bukan main. “Pampers Archer sudah penuh, jadi kumandikan dia pagi-pagi.” Claire mengikat gorden kamar yang sebelumnya tergerai. “Lalu Dad mengetuk pintu, ingin melihat Archer dan minta izin agar bisa membawanya jalan-jalan di taman.” Claire tak sadar jika Christian sudah ada di belakang punggungnya—ia baru terlonjak ketika dua lengan kekar pria itu melingkar di perutnya. “My Love, kau membawa banyak keajaiban ke rumah ini.” Christian mengecup pelipis Claire sembari menikmati kehangatan tubuh itu. “Bahkan aku hampir lupa kapan terakhir kalinya Dad mengajakku jalan-jalan seperti yang dilakukannya pada Archer. Dad kesepian untuk waktu yang sangat lama, tapi kehadiran Archer merubahnya.” Ucap Christian penuh dengan perhatian. Claire mengangguk, setuju. Sekarang, sosok Sergio jadi terlihat beberapa tahun lebih muda karena senyum yang tak luntur saat mencoba bicara dengan Archer. Lebih b*******h di umurnya yang sudah lewat 70 tahun. “Terima kasih telah melahirkan seorang putera untuk keluargaku,” Sambung Christian. “Aku nyaris jadi pria paling bodoh di dunia karena sempat membiarkan kalian pergi. Aku harap kau mau memaafkan kesalahanku.” Penyesalan itu akan selalu ada, Christian menelungkup di bahu Claire. Ingat pada hal kejam yang pernah dilakukannya pada Claire dulu. Lebih tepatnya beberapa bulan yang lalu. Tak lebih dari setahun, tapi begitu membekas dalam ingatan. “Akhir-akhir ini kau sering sekali mengatakan kata-kata itu, maaf dan terima kasih. Sampai aku merasa semua orang yang bilang maaf dan terima kasih, itu kau.” Claire berbalik dan tertawa dengan renyah, kedua lengannya merangkul punggung Christian. Lantas berjinjit untuk memberi satu kecupan yang manis di bibir pria itu. Christian impulsif menahan pinggang Claire saat tubuh istrinya hendak menjauh. Tidak rela tautan bibir mereka lepas lagi. “Karena aku berhutang banyak padamu,” Jari-jemari pria itu menyelasar di paha dalam Claire, mengelus naik turun selagi mulutnya sibuk menciumi leher Claire yang segar. “Kau pantas mendengar maafku untuk seumur hidup. Aku akan terus bilang maaf sampai telingamu bosan.” Kata-katanya itu tercampur dengan candaan, sebab terdengar Christian tertawa kecil. Kembali menggoda Claire. “Aiden, aku mau ambil breast pumping,” Claire menahan tangan Christian yang meremas-remas kecil bokongnya. Mulai resah karena sentuhan itu tak biasa lagi, Christian terlalu fokus pada kegiatannya yang—panas meresahkan. “Aku mau pumping untuk stok ASI Archer. Aiden, stop.” “Aku bersedia membantu,” Dan mata cokelat gelap itu pun berhenti di p******a Claire yang membusung, tatapan kelabunya penuh makna. “Kalau kau mau.” “No, thanks,” Claire mendorong Christian dan menjauh karena jengah. “Lebih baik kau pergi ke kamar mandi, setelah itu turun ke meja makan, sarapan akan siap sekitar pukul 7:30.” Ternyata, setelah punya bayi Claire jadi lebih cerewet. “Kau tidak berniat menemaniku mandi, hm?” Claire menggeliat ketika Christian menariknya lagi, lehernya basah karena disesap. “Seharusnya tadi kau bangunkan aku juga, kita bisa nikmati waktu pagi bersama-sama.” Nada protes Christian tak bisa disembunyikan. Kalau saja mereka bangun bersama lebih pagi lagi— “Hari masih panjang, Aiden. Be patient.” Claire kini meletakkan telunjuknya di atas bibir Christian, memblokade ciuman pria itu. “Kenapa harus buru-buru?” Claire menaikkan tatapannya dari piyama tidur Christian ke mata pria itu, lalu tersadar jika secara tersirat, dia telah menjanjikan sesuatu yang berbahaya karena—coba lihatlah sekarang, Christian dengan intens mengamatinya, penuh rencana. “Oke, Claire, kupegang janjimu,” Christian membelai rambut Claire, menggodanya. “Turunlah ke bawah, aku akan cepat menyusul.” Satu kecupan ringan di bahu, Christian lalu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Claire masih mematung di tempatnya, jantungnya kini berdetak tak karuan. Ya Tuhan, kenapa seluruh tubuhnya jadi meremang begini, hanya dengan memikirkan apa saja yang bisa Christian lakukan padanya nanti? Oh, Claire yang bodoh. Kau benar-benar cari mati. Sebab, mereka berdua tahu—jika Christian akan selalu jadi pria yang tidak pernah puas terhadap istrinya. *** Sarapan pagi itu adalah sarapan pertama dalam hidup Christian yang terasa begitu hangat. Sebab ada Sergio, Diandra sepupunya yang sudah dia anggap seperti adik kandungnya sendiri, Claire, dan juga putera mereka. Lengkap dan sempurna seperti dalam dongeng. Barangkali, ini adalah tebusan Tuhan atas betapa kesepiannya Christian di masa lalu. “Kapan pernikahan kalian akan diumumkan ke depan publik?” Sergio menikmati sarapan pagi dengan tenang, karena makannya lebih lambat dari yang lain. Sesekali juga mengeluh soal giginya yang kadang sakit. Maklum saja, sebab umur yang sudah sepuh membuat segalanya menjadi tidak sama lagi. “Kuserahkan keputusan itu pada Claire, dia yang menentukan.” Christian menjawab sambil lalu, lantas terpaku pada Archer yang tidur di kedua lengannya. Teringat ketika kali pertama dia menggendong bayinya—saat Archer boleh sesekali dilepas dari inkubator, Christian sampai tak berani bernapas karena takut menyakiti kulit yang rapuh itu. Namun seiring waktu berjalan, kekakuannya pelan tapi pasti mulai menghilang. Bobot tubuh Archer yang kini hampir mencapai tiga kilogram membuat Christian bahagia karena putranya itu tumbuh dengan baik. Tidak sekecil saat lahir lagi. Setidaknya hal ini mengurangi kekhawatirannya—soal matah-mematahkan tulang-tulang Archer. “Apakah itu perlu?” Claire menatap satu demi satu orang-orang yang duduk di meja makan. Diandra yang paling speechless atas pertanyaannya. “Aku pikir akan baik-baik saja jika kita tidak mengumumkannya.” “Ya harus, dong, Claire! Agar semua orang tahu bahwa kau dan Aiden sudah menikah. Kalau hanya keluarga saja yang tahu, bahaya. Bisa-bisa wanita di luaran sana menyangka Aiden masih single.” Diandra mencerocos meski Christian sudah melempar tatapan peringatan padanya. “Di samping itu, Dad juga pasti ingin cucu dan menantunya diketahui publik. Betul kan, Dad, apa yang aku katakan tadi itu?” Diandra mencari pembenaran Sergio, dan pria tua itu pun menganggukinya. “Dan kau, kenapa pula kau melotot padaku?” Diandra jadi agak berani pada Christian, setelah dirinya dulu sempat memarahi pria itu di Amerika. “Aku salah bicara, huh? Tapi faktanya memang begitu, kan? Kau punya pacar saja masih banyak wanita yang nekat berkunjung ke kantor. Setiap hari Emily mengadu padaku! Sekretarismu itu bilang selalu dapat panggilan dari perempuan-perempuan yang pernah kau pacari selama ini.” “Claire, itu tidak benar,” Christian melirik Claire lalu kembali pada wajah Diandra dan pupilnya yang tajam kian menyipit. “Oke, mereka memang sering datang ke kantor, dan mengganggu pekerjaan sekretarisku—tapi aku tidak pernah menggubrisnya. Kau jangan mengada-ada, Diandra. Lagi pula mereka bukan mantan pacarku.” Sangkal Christian. “Kenapa kau jadi marah-marah? Seharusnya biasa saja kalau memang itu tidak benar.” Diandra membalas. Christian kesal setengah mati. Ah, f**k. “Jelas. Karena pernyataanmu itu bisa menimbulkan kesalahpahaman.” Christian lebih memelankan suara, Archer menggeliat dan nampak terganggu dalam dekapannya. “Kesalahpahaman bagaimana? Coba lihat, apa Claire marah? Tidak, kan? Karena dia sudah sangat tahu bagaimana hobimu dulu.” Lagi-lagi, Diandra mengeluarkan amunisi dari mulutnya. Untung saja, Sergio dengan cepat melerai kedua manusia yang sibuk bersitegang itu. “Claire, tolong maklumi, kadang-kadang mereka sering bertengkar seperti anak kecil.” Sergio melahap salad buah buatan Claire. Dan tanpa diduga, Claire justru menanggapi semua itu dengan tawa kecil. “I know, Dad. Aiden memang begitu, dia suka cari ribut dengan perempuan, kok.” Claire tertawa lagi dan abai pada ekspresi keruh Christian. “Tidak apa-apa. Kalau dia mengizinkan seorang wanita masuk ke kantornya tanpa suatu kepentingan, dia tak boleh lagi tidur di kamar yang sama bersamaku dan juga Archer.” Jawaban itu membuat Christian memeluk posesif Archer. Walau jelas Claire hanya bercanda. “Bunuh saja aku kalau begitu,” Satu kecupan manis Christian mendarat di atas kening putranya. “Tak mungkin bertahan satu hari tanpa melihat wajahmu, son.” Dan semua orang yang berada di meja makan tersihir atas interaksi Christian pada bayi laki-laki yang tengah tidur pulas itu. Tak banyak bicara, hanya skinship-skinship kecil yang Christian lakukan. Gendongannya juga nampak tak luwes. Namun ada sesuatu yang membuat Archer betah bersama Christian di sepanjang sarapan pagi mereka. Tidak merengek sama sekali. “Aku punya usul,” Diandra memecah hening di ruang makan. Christian langsung waspada, sebab Diandra seringkali bicara yang tidak-tidak, kalau tidak ditahan olehnya. “Kenapa tidak bergabung saja dengan acara Brian?” “Apa?” Claire bingung, memangnya kakaknya punya acara apa? “Tentu ulang tahun perusahaan keluarga kalian. Oh My God, Claire, Brian tidak berniat menyembunyikan harta-harta itu untuk dirinya sendiri, kan? Kau adik kandungnya.” Diandra mendramatisir. Claire sekarang baru ingat soal hal itu. Brian pernah membicarakan tentang ulang tahun Ayah mereka sekaligus ulang tahun perusahaan yang didirikannya. Namun waktu itu Claire tak mendengarkan seksama. Claire tidak tertarik dengan obrolan seputar perusahaan, baginya itu membosankan. “Aku tahu acara ulang tahun perusahaan, Brian pernah bicara soal itu denganku,” Claire menjelaskan setelah minum segelas air putih. “Brian bilang, pada momen itu dia ingin mengenalkanku pada kolega-kolega. Dia ingin memberitahu semua staf perusahaan jika Moore punya satu anggota keluarga lagi.” “Kalau begitu Diandra benar, Dad setuju.” Sergio menimpali usulan tersebut. “Bagaimana menurutmu, Aiden?” Christian menatap Claire, memastikan. Karena tahu jika acara semacam itu pasti mendapatkan atensi besar dari berbagai kalangan. Wartawan diundang, dan akan ada banyak tamu yang berdatangan. Christian mengerti jika Claire tidak begitu nyaman berada dalam situasi semacam itu dan menjadi pusat perhatian. “No problem,” Bibir Claire bergerak ringan saat mengatakannya, menjawab tanya di wajah suaminya. Christian lega, dia pikir Claire akan menolak publisitas hubungan mereka. “Tentu saja aku ingin orang-orang tahu, bahwa aku punya dua malaikat di rumah ini,” Christian mencondongkan tubuhnya dan mengecup kepala Claire dengan mesranya, lalu turun ke bibir—membuat Diandra lupa caranya mengatupkan rahang. Huh, menyebalkan. Pagi-pagi begini sudah disuguhi adegan yang cukup erotis begitu. “Lihat-lihat tempat dong, Aiden. Aku sedang makan roti, tahu! Kalau aku tersedak bagaimana?” Gadis itu masih menggerutu, lalu minum air banyak-banyak. Tapi Sergio tidak. Dia bahagia melihat Claire dan putranya. Karena setidaknya, Christian tak mengalami hal yang sama seperti yang dia alami dulu—terjebak dan membiarkan cintanya mati tanpa sempat terucap. Kini karena Claire telah hadir di tengah-tengah keluarganya, Sergio bisa melanjutkan sisa hidupnya dengan tenang. Ada Claire yang akan menjaga putra dan cucunya dengan baik. “Well, aku akan segera bicara dengan Brian.” Ucap Christian. “Agar acara itu bisa dipersiapkan, dan menjadi satu tempat yang nyaman untuk kita semua.” “Langkah yang bagus.” Sergio berkomentar. “Yeap, dan bukankah sangat hebat Dad—kalau aku menemukan teman kencan di acara itu nantinya?” Diandra kedengaran bersemangat, sementara tanduk Christian hampir muncul di atas kepala saat mendengarnya. “Teman kencan, katamu? Kubur harapan itu di dalam mimpimu, karena aku jelas tak akan pernah membiarkannya terjadi.” Pernyataan itu membuat Diandra naik pitam, marah pada pria keras kepala yang super kaku tersebut. “Apa masalahnya? Ada apa sih denganmu? Oh, hampir saja lupa, kalau kau memang pria menyebalkan suka mengatur paling arogan sedunia.” Diandra memutar bola matanya. Dan Christian menjawab untuk itu, “Karena kau tak boleh kencan buta, gadis kecil.” “Gadis kecil katamu?” Diandra terperangah dan tak peduli jika saat ini dia terlihat bodoh. Demi Tuhan, Christian sudah keterlaluan sekali. “Hey there you, madman, aku bahkan lebih tua dari Claire, ya! Dan kau masih mengatakan jika aku gadis kecil? Ha! Claire bahkan sudah menikah dan punya bayi sedangkan aku untuk berkencan saja masih dilarang! Sampai kapan kau akan begini terus?” Geramnya, Christian agaknya selalu ingin ikut campur pada urusan siapapun. “Sampai kau mendapatkan seorang laki-laki yang serius padamu dan bertanggung jawab.” Tekan Christian. “Sebentar, kau tidak sedang mengatakan kalau kau salah satu contohnya, kan?” Diandra melirik Claire, lantas pura-pura kasihan pada perempuan itu. “Poor, Sista. Kau dapat laki-laki yang serius dan bertanggung jawab seperti Aiden, jadi jangan lelah mengalami hal yang sama, yang selalu menimpaku ini setiap hari, ya.” Seloroh Diandra, pupil mata Christian berubah segaris ketika mendengarnya. “Aku mencoba melindungimu, Diandra. Tidak semua pria—” Ucapan Christian terhenti saat gerakan tangan Archer lebih kuat di balik selimutnya, menggeliat tak nyaman lantas merengek. Sekejap saja tangisannya yang nyaring memenuhi ruang makan. “Kita akan bahas itu nanti.” Tutup Christian pada Diandra, yang untuk kali kedua memutar bola mata. Lalu pria itu kembali memusatkan perhatian pada bayinya. “Hey, why cry? Are you hungry? You’ve got your morning food, isn’t it?” “He was shocked by your voice, Aiden.” Tentu saja Claire sudah menyusui Archer pagi tadi. Tidak tahan mendengar bayinya menangis, Claire hendak mengambil alih Archer, tapi Christian memberi isyarat pada Claire jika dia bisa menangani putra mereka. “Okay, okay, let’s see the secenery outside.” Pria itu kemudian beranjak dari meja makan. Berjalan menuju pintu samping, dan membukanya lebar. Angin yang lembut, dan penampakan tanaman-tanaman hias pun terlihat memanjakan kedua mata. Incredible. “Easy, Ace, you okay. I’m sorry. Forgive me for interrupting your sleep.” Perlahan, tangisan Archer mengecil sampai akhirnya jadi menghilang sepenuhnya. Bayi itu kembali tidur dengan damai setelah menyamankan posisi berbaringnya pada lengan Christian. “That’s my boy.” Puji Christian. Wangi tubuh Archer membuatnya candu. Sejak Archer lahir, tak ada sehari pun terlewatkan tanpa menyentuh bagian-bagian tubuh bayi yang mungil itu. Dua bulan Archer tinggal di NICU benar-benar jadi momen yang paling menyiksa untuk Christian. Karena rindunya dipaksa terbatas, sehingga dia tak bisa sepuas hati bersama putranya itu. Kemudian, suara Claire yang manis terdengar, “Sleep my little baby, sleep until you waken. And when you wake, you’ll see the beautiful world.” Lalu, Claire memeluk Christian dari balik punggung, dan harus ekstra berjinjit untuk meletakkan dagu di bahu pria itu demi mengintip Archer mereka yang tengah menguap. Keajaiban kecil mereka sangat luar biasa. “Yes, and he will see the most beautiful young Mom. In here with us.” Christian menimpali, Claire pun meresponnya dengan tawa kecil. Oh ya, Claire tak pernah membayangkan bakal jadi seorang Ibu di usianya yang baru akan menginjak 22 tahun pada tahun ini. Karena dulu, ada banyak hal yang Claire ingin lakukan untuk menikmati masa mudanya. Mengikuti kontes foto, travelling, dan sekolah lagi misalnya. Namun semua itu agaknya akan menjadi angan-angannya saja. Kalaupun ada kesempatan, mewujudkannya pasti akan semakin sulit. Claire menyesal? Tidak. Mendapatkan kebahagiaan tentu saja tidak instan, Claire Lore hanya harus beradaptasi dengan kehidupan barunya. “Why you look at me that way?” Christian melirik ke samping karena merasa diperhatikan. Claire yang kini sedang mengulum senyum terlalu sayang bila tak dicium bibir merah jambunya itu. Tapi teringat Archer ada di pelukan, Christian urung melakukannya. “Aku amat sering melihatmu serius ketika mempelajari berkas-berkas bisnis, melihatmu marah padaku, dan itu sangat menakutkan, melihatmu kesal, khawatir, dan banyak lagi. Tapi semua ekspresimu itu tidak kutemukan ketika kau sedang bersama-sama dengan Archer.” Impulsif, Claire pun membelai lembut rahang Christian. Di bagian itu, rambut-rambut kasar Christian makin banyak tumbuh. Erh, seksi sekali. “Claire, anak-anak yang ada dalam hidupku hanya Shawn dan Sharon, sepupumu. Selebihnya, aku tidak pernah berinteraksi dengan anak-anak lain apalagi bayi,” Christian berujar. Claire sangat tahu itu, mana mau Christian yang kaku bermanis-manis dengan para anak kecil. Kehidupannya saja nyaris diisi oleh meeting-meeting, urusan bisnis, agenda perjalanan perihal bisnis lagi, dan olahraga ekstrem. “Lalu kau memberi malaikat ini untukku, Archer.” Senyum kecil Christian pun terukir di kedua bibir, untuk Claire, “It feels complicated, like—I’m getting something very precious than my life. I’m happy, too exited and forget the fact that I don’t know anything about babies. But when I’m with him, I not worried anymore. What it’s like to be a parent, it’s one of the hardest things I ever do but in exchange it theaches me the meaning of unconditional love.” Mendengarnya, Claire impulsif mengeratkan pelukan pada tubuh Christian, hingga naik untuk merangkul bahu pria itu, “We love you no matter what you are, Aiden.” Bisiknya dengan manis dan lembut, seperti permen kapas. “No matter you like being angry or not, we love you.” Christian terdiam menerima kata-kata itu. Karena ada begitu banyak reaksi yang terjadi di dalam tubuhnya. Claire’s statement made his heart work too hard. Sialan. Tapi sensasinya itu benar-benar—menyenangkan. ***   

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

SHACKLES OF GERALD 21+

read
1.2M
bc

Rewind Our Time

read
161.7K
bc

BILLION BUCKS SEASON 2 (COMPLETE)

read
334.5K
bc

SEXRETARY

read
2.1M
bc

See Me!!

read
87.9K
bc

Naughty December 21+

read
514.0K
bc

LAUT DALAM 21+

read
290.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook