Alena mau, Daddy!

1149 Words
“Will you marry me?” Alena memelototkan matanya tak percaya, dia berpikir bagaimana bisa David melamarnya? Mereka baru bertemu malam tadi, dan kondisinya juga bukan kondisi yang baik-baik saja. Apakah David serius mengatakan hal sejauh ini, mereka bahkan belum saling mengenal lebih jauh. “Apa Daddy tidak sedang bercanda?” Pertanyaan itu lolos dari bibir Alena, seraya menatap lekat pria di hadapannya. David menggeleng. Alena menelisik mata David, mencari kebohongan di dalam sana, tetapi hasilnya tidak ada. Gadis itu menarik napasnya panjang, ini terlalu cepat tentunya. Alena perlu membutuhkan waktu untuk berpikir tentang hal itu, jujur saja Alena bahkan tidak pernah berpikir akan ada yang melamarnya di waktu dekat. “Bagaimana?” tanya David. “Daddy, bolehkah aku meminta waktu terlebih dahulu untuk memikirkannya? Aku akan beritahu jawabannya esok hari.” Alena bertanya pada David. David yang sudah tak sabar akhirnya mengalah, di menarik napasnya panjang. “Baiklah, aku tunggu jawabanmu,” jawab David seraya tersenyum. Farez pun ikut tersenyum akan hal itu. Mereka akhirnya fokus pada hidangan yang telah tersaji di depannya, Alena sedikit canggung setelah lamaran David. Namun, Alena tak mau ambil pusing, apalagi makanan yang tersaji hampir semua favoritnya, jadi lebih baik dia makan dan kembali ke kamarnya. Lagi pula, David pasti akan kembali ke kantornya, itu akan membuat Alena tenang kembali, Alena akan menimang permintaan David nanti. Tidak ada yang berbicara di antara mereka, kini hanya dentingan sendok yang terdengar. Sesekali David melirik Alena yang tampak lahap memakan makanannya, David menarik senyumannya sangat tipis. Entah kenapa, dia tertarik dengan gadis itu. ‘Dia gadis yang tangguh.’ Batin David. Beberapa menit kemudian, mereka telah menyelesaikan makan siangnya. David dan Farez kembali ke kantornya untuk lanjut bekerja, sedangkan Alena memilih untuk segera masuk ke dalam kamarnya. Meja makan segera dirapikan oleh para pelayan mansion, mereka tampak gesit dalam hal kebersihan yang menyangkut mansion tersebut. “Pah, Mah, aku dilamar pria yang menolongku,” gumam Alena pelan. “Aku harus bagaimana?” tanya Alena pada dirinya sendiri. Alena kembali mengingat pertemuannya dengan David malam tadi, pria yang menjadi malaikat penolongnya. Dia ingat betul bagaimana David menghampirinya, lalu membujuknya untuk ikut ke mansion kediamannya. Alena juga mengingat kejadian tadi pagi, di mana dia sedang menjambak rambutnya seraya menangis, David menghampiri, dan mendekapnya. Alena memijat pelipisnya, dia baru sadar bahwa tadi pagi dia tidak menolak sedikit pun dekapan David. Alena juga berpikir bahwa memang dia membutuhkan pelindung saat ini. “Daddy, kenapa pula aku harus menyetujui permintaanmu itu?” Alena merasa konyol telah menyetujui permintaan David yang menyuruhnya untuk memanggil David dengan sebutan ‘Daddy’. “Ah, kenapa kau mengganggu pikiranku, Daddy,” ucap Alena kesal. David telah kembali ke kantornya, dia menyuruh Farez untuk masuk ke dalam ruangannya, ada hal yang perlu dia katakan. David meminta saran pada Farez tentang bagaimana dia harus menyikapi Alena yang belum menerimanya. “Aku rasa menunggu setengah hari, satu malam itu bukan waktu yang lama, Vid,” ucap Farez. “Entah kenapa, aku ingin dia segera menjawabnya,” jawab David. “Sebegitu antusiasnya kau dengan gadis itu, Vid. Lalu, apa yang akan kau lakukan kalau dia menerima lamaranmu itu?” tanya Farez. “Menikahinya minggu depan,” jawab David santai. Farez memelototkan matanya. “Are you seriously?” “Sure,” jawab David mantap. Hingga malam tiba, Alena masih berpikir tentang lamaran David. Dia terus menimang apa yang harus dia jawab. Jika menolak, dia sangat tidak tahu diri pastinya, karena sekarang Alena tinggal di mansion David. Bagaimanapun juga, David adalah pria yang telah menolong Alena, dan memberikan tempat tinggal untuknya. Apalagi, dirinya di sini bukan dijadikan pembantu, dia dijadikan layaknya ratu. Jika Alena menyetujui lamaran itu, di satu sisi Alena belum mengenal David lebih jauh, ditambah Alena masih belum siap akan hal itu. “Aha, aku mempunyai ide. Bagaimana kalau aku mengajukan persyaratan pada Daddy?” Alena segera ke luar dari kamarnya, harusnya tadi dia keluar untuk makan malam. Hanya saja Alena malas, sehingga dia meminta pelayan untuk mengantarkan makan malamnya ke kamar. Itu disebabkan karena Alena ingin menghindari kontak mata dengan David. Namun sekarang, Alena perlu berbicara dengan David. Dia telah berada di depan pintu kamar David sekarang, tentu saja Alena ragu untuk mengetuk pintunya. Sehingga dia mondar-mandir di depa pintu seraya menggigit jarinya. Pintu kamar terbuka, sosok pria tampan bak dewa Arjuna keluar dari kamar tersebut mengagetkan Alena. Sekarang Alena membisu, dia malu kepergok berada di depan pintu kamar David. Sementara pria itu dengan santainya memandang wajah Alena seraya tersenyum tipis. “Apa kau mau tidur di kamarku, sehingga mondar-mandir di depan pintu?” Pertanyaan ambigu itu membuat Alena menatap pria di hadapannya tajam. Dia tak menyangka bahwa David salah seorang pria m***m. “Tutup mulutmu itu, Daddy! Aku ke sini ingin membicarakan sesuatu,” tegas Alena. “Masuklah!” David menarik tangan Alena untuk masuk ke dalam kamarnya. Dia mendudukkan Alena di sofa, lalu menatap Alena intens. “Apa yang mau dibicarakan?” tanya David. “Daddy, apakah aku boleh mengajukan syarat tentang lamaran itu?” tanya Alena. “Katakan,” ucap David lembut. “Bagaimana kalau Daddy menuruti keinginanku, dan aku juga aku akan menuruti keinginan Daddy. Aku hanya ingin Daddy membantu aku untuk mencari info tentang pembantaian keluargaku, serta membantu membalaskan dendamku,” ucap Alena. “Katakan tentang keluargamu hingga kasus pembantaian itu!” perintah David. Alena segera memberitahukan hal itu pada David, dimulai dari siapa kedua orang tuanya, adik, kakak, dan masa kecilnya. Dia menceritakan bagaimana kisah hidupnya, tentang dia yang melanjutkan pendidikan S1 di Canada. Hingga pada akhirnya dia lulus semester akhir pulang ke London tepat di siang hari kemarin. Alena menceritakan bagaimana awal mula pembantaian itu terjadi saat malam pertama dia kembali ke London. Di mana dia harus menyaksikan seluruh keluarganya terkapar tak bernyawa dengan bersimbah darah. Alena juga menceritakan tentang dirinya yang berhasil lolos dari mereka, karena disuruh ayahnya untuk bersembunyi di dalam kotak kayu yang berada di salah satu ruangan. Alena menceritakan bagaimana papahnya menyuruhnya pergi dari sana, dengan terpaksanya Alena meninggalkan keluarganya, berlari ke arah barat hingga menemukan lubang di pojok taman yang menuju lorong bawah tanah. Di mana Alena memasuki lorong tersebut, dan berlari sekitar 20 Km yang tembus di dekat jalanan sepi tempat David menemukannya. “Jika aku menuruti permintaanmu. Apakah kamu mau menerima lamaranku?” tanya David memastikan. “Alena mau, Daddy!” jawab Alena seraya tersenyum. David senang bukan main, dia langsung memeluk tubuh gadis itu. Dia tersenyum mengucapkan terima kasih pada Alena yang telah mau menerima lamarannya. Dia mencium puncak kepala Alena dengan tulusnya. “Apa kau tidak takut aku menguras hartamu, Daddy?” tanya Alena. “Kenapa?” David bertanya balik. “Aku sudah tidak punya keluarga, tidak mempunyai harta. Aku bisa saja menjadi musuh dalam selimut yang akan menguras hartamu,” ucap Alena dengan nada mengancam. “Aku tidak takut kehilangan hartaku. Karena hartaku tidak akan ada habisnya,” jawab David seraya mencubit pipi Alena. “Daddy!” teriak Alena kesal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD