Jokes

1022 Words
Selama hidup, baru pertama kalinya aku diseret masuk ke rumah pria asing. Huniannya terbilang mewah dan parkirannya pun lumayan luas. Selama ini, Roland bahkan tidak pernah mengajakku ke kosnya. Apa dia tinggal sendiri? gumam ku menatap sebuah piano di dekat pintu masuk. Suasana begitu hening sampai-sampai suara di akuarium terdengar menggema. Kalau sekedar seks, seharusnya ia mencari yang lebih seksi. Aku ini kan kaum standar. Ukuran d**a pun, terbilang menyedihkan. Kalau bukan karena tinggi badan dan tampang, Roland pasti malu jalan denganku. "Duduk, terserah di mana," kata Young Han melempar jaket kulitnya ke sofa. Aneh, sikapnya langsung berubah drastis saat sudah memasuki rumah ini. Aku harap, dia bukan orang jahat. Dari kebanyakan pria yang menghabiskan uangnya di bar, Young Han tidak terlihat seperti pria 'mudah'. Kalau aku jadi dia, tidak mencari wanita pun, pasti ada yang mendekat. Ia punya uang, tampang juga masih muda. "Minum alkohol ini lalu pergi. Tentu saja, aku akan membayarmu." Ia menjejerkan sekian botol minuman di atas meja kaca. Sekali lihat, aku yakin mereka mahal. Wadah-wadah unik itu mengesankan kalau banyak uang hanya untuk ukirannya saja. "Aku benar-benar tidak terbiasa dengan alkohol. Bagaimana kalau kupanggilkan gadis lain?" "Minum segelas tidak akan membuatmu mati. Tenang saja, aku pria baik." Young Han tersenyum mengejek lalu menuangkan segelas kecil alkohol padaku. "Ini tidak terlalu keras. Aku janji tidak akan mengganggumu lagi." Ah, memalukan. Sebagai gadis bar, tidak seharusnya aku bersikap sok bersih. Mungkin saja ia tertarik karena kesan polosku yang kampungan. Apa kuakhiri saja sekarang? Gluk. Gluk. Kutenggak isi gelas kecil itu buru-buru. Sumpah, rasanya benar-benar pahit, panas dan menyengat di tenggorokan. "Bagaimana? Enak, kan?" Ia mendekat, mengangkat daguku hingga kami berakhir saling tatap. Mata sipit Young Han sedikit melebar, menanti reaksiku. Awalnya, kupikir baik-baik saja, tapi perutku kemudian mual dan pandanganku serasa berkunang-kunang. "Biarkan aku pergi, katamu tadi cuma segelas, kan? bisikku ketakutan. Kami begitu dekat hingga napasnya serasa menerpa pipiku. Sayangnya, aku tidak lagi punya tenaga. Saat berdiri dan berjalan menuju pintu keluar, tubuhku ambruk, mencium lantai ruang tamu. Di akhir kesadaranku, terdengar langkah kaki Young Han berhenti di dekatku. Ia sepertinya memikirkan sesuatu, sebelum akhirnya mengangkat tubuhku ke kamar. Meski bukan pribadi yang baik, aku hanya berharap kematianku tidak tragis. Setidaknya, jangan dimutilasi. ____ Apa kau tahu apa yang kudapati saat aku bangun dari mabuk? Bukan penyerangan seksual atau kejahatan kriminalitas. Tapi suara piano yang terdengar nyaring dari ruang tengah. Saat aku melihat ke arah jendela, ternyata di luar sudah gelap. Mungkin karena terlalu mabuk, aku tidak tidak sadarkan diri tadi. Bajuku juga masih lengkap dan tidak ada bekas penyerangan seksual. Apa Tuhan memberkatiku hari ini? "Kau sudah bangun?" Mendadak permainan piano Young Han berhenti. Ia menoleh ke arahku yang berjalan keluar dari kamar tidur. Sungguh, aku tidak peduli dengan apapun sekarang. Aku hanya ingin pulang dan lepas dari tempat itu. Mungkin Young Han menderita kelainan. Mana ada pria normal mencekoki wanita hanya untuk melihatnya pingsan. "Sudah waktunya untuk pulang, jadi aku permisi dulu." "Kau tahu ini jam berapa?" tanyanya menunjuk jam dinding di dekat akuarium. Mati aku! Sudah lewat tengah malam! Merlin pasti menanyaiku macam-macam nanti. "Tidak masalah. Aku bisa pulang sendiri. Jadi....," Sebelum aku meneruskan kalimatku Young Han tiba-tiba mendekat, menarikku paksa ke ruang sebelah. Aku yang ketakutan menolak, tapi tenagaku tidak sebanding dengan cengkeramannya. Ah, kasihan sekali. Pria setampan Young Han malah bersikap aneh dan kurang ajar. Sepertinya berteriak pun tidak ada gunanya. Halaman depan terlalu jauh dari rumah. "Habiskan. Aku tidak mau membuang-buang makanan." Young Han mendudukkanku di bangku yang menyambung ke taman. Secara arsitektur, rumah itu sungguh bertolak belakang dengan sikap pemiliknya. Bukankah lebih mudah kalau menawariku makan tadi? Ah, apa mungkin dia menyukai kekerasan? "Kau tidak mencampur sesuatu ke bumbunya, kan? Maksudku aku masih ingin hidup." Young Han mengendikkan bahunya, seakan tidak peduli dengan kecurigaanku. "Kalau tidak suka buang saja. Tapi aku tidak akan membukakan pintu untukmu nanti." "Gila! Dasar aneh!" umpatku kesal. Young Han hanya tertawa sumbang lalu ikut duduk. Ia menungguku di bangku lain sambil meminum segelas wine. Sebenarnya steak itu tidak bersalah sama sekali dan aku sudah lapar sejak tadi sore. Gara-gara minuman keras, perutku mual hingga ke tenggorokan. Apa yang sebenarnya kuminum tadi? batinku curiga. Sambil berdoa dalam hati, aku memilih pasrah dan cepat cepat menghabiskan isi piring itu tanpa sisa. Masa bodoh, aku benar-benar ingin pulang sekarang. Tapi begitu aku selesai dengan steak itu, ucapan Young Han justru membuatku ingin muntah. Pria berkulit putih itu tertawa, mensesap winenya dengan senyuman penuh kemenangan. "Apa kau tahu apa yang kumasukkan ke dalam bumbu steak itu?" bisiknya penuh kepuasan. Aku menggeleng, berharap kalau bukan racun atau hal membahayakan lainnya. "Spermaku, bagaimana rasanya? Enak?" Aku melotot, tidak percaya. Saking terkejutnya mulutku susah untuk membuka. Padahal lidahku sudah gatal untuk memakinya macam-macam. s****a katanya? Bullsyit! Dia pasti berbohong. "Sekarang kita impas. Biarkan aku pulang." Aku bosan dengan leluconnya dan kami tidak sedekat itu untuk saling melempar candaan intim. Young Han langsung diam, sadar kalau aku benar-benar marah pada sikapnya. Ya, kalau bisa aku akan membuatnya dipenjara dengan tuduhan penculikan. Ia akhirnya berjalan tenang ke arah pintu keluar dan aku mengikutinya dari belakang. Meski mewah dan luas, rumah itu serasa tidak nyaman karena terlalu berlebihan. Aku lebih suka hal yang pas dan tidak mencolok. "Siapa namamu?" Ia menoleh, urung membuka pintu gerbang. Sial, tinggal selangkah lagi aku bisa keluar. "Aku tidak mau menjawabnya," sahutku tegas. Sudah cukup ia membuatku bodoh dan terhina. Pancaran matanya saja selalu terlihat m***m padaku. Mana bisa aku percaya dia tidak akan berbuat seperti itu lagi? Mungkin semakin aku ketakutan, Young Han bisa saja semakin tertarik padaku. "Tidak masalah. Nanti juga kau akan kembali padaku." Ia tersenyum kecil, penuh percaya diri. Aku tidak tahu apa maunya. Kalau seks, ia sudah memaksaku tadi. Tapi jelas bukan itu. "Kamu yakin tidak akan menginap? rumahku jauh dari jalan besar. Di sekitar sini hanya ada persawahan." Young Han kembali bertanya, tepat ketika pintu gerbang itu sudah dibuka. Benar saja, begitu aku mengintip ke luar, sekelilingnya cukup gelap karena minim lampu jalan. Entah bagaimana nasibku kalau sampai tersesat. "Sudah kubilang, aku bukan pria jahat." Young Han mengulang ejekan itu lagi. Ia benar-benar berhasil membuatku semakin tidak nyaman. "Lupakan! Aku mau pulang saja!" teriakku marah.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD