Chapter 2
Agen Secret Service
Menjadi pengawal Nichole Georgia Elingthon bukanlah ide yang menyenangkan bagi seorang anggota Secret Service yang terbiasa menghadapi tingkat stres setara dengan pilot pesawat tempur setiap kali mengawal presiden. Dengan pelatihan tingkat atas yang pernah dijalani dari pada menjadi pengawal seorang nona muda, Maxim Parker Hilton lebih baik diberi misi mematikan sepanjang Minggu atau tidur di hutan yang penuh dengan serigala, harimau, beruang, dan binatang buas dibandingkan harus mengawal seorang gadis.
Di lingkungan kerjanya Max terkenal dengan dedikasinya yang tinggi, juga belum pernah Max gagal dalam menjalankan misi dan sukses menjadi agen kesayangan kepala bagian perlindungan, Jhon Praeger dan Jhon merekomendasikan dirinya kepada Tuan Presiden. Tentunya setelah mempelajari sepak terjang dan latar belakang Max, presiden akhirnya memilihnya padahal bagi Max mendapatkan misi mengawal cucu presiden adalah sebuah kesialan pertama seumur hidupnya.
Max telah mempelajari profil Nichole, gadis itu selalu mendapatkan peringkat di sekolahnya dan bahkan mendapatkan gelar cumlaude di universitas, sepertinya Nichole adalah tipe orang yang sangat serius dalam menjalani kehidupannya. Sikap serius seperti itu tentunya akan memudahkan dirinya dalam menjalankan protokol pengawalan dan Max tidak menyukai hal-hal yang tidak mengandung tantangan, bisa dibilang mengawal misi Nichole sepertinya akan menjadi hal yang membosankan.
Ia juga menanyakan beberapa hal pada Frederick Massa, sesama agen Secret Service yang dua tahun menjadi pengawal Nichole. Fred mengatakan jika Nichole adalah nona yang baik dan itu menjadi kesialan kedua.
Max pernah mendengar kabar jika putra bungsu wakil presiden sudah mengganti pengawalnya karena tidak ada yang bertahan menghadapi sikapnya dan jujur saja Max lebih senang jika Nichole adalah pribadi yang seperti itu agar dirinya bisa terbebas dari misi menjaga cucu presiden.
Ini bukan kali pertama Max melihat Nichole, lebih dari satu tahun yang lalu tahun yang lalu ketika presiden dilantik Max menjalankan tugasnya sebagai anggota Secret Service, Nichole juga hadir dalam acara pelantikan presiden bersama anggota keluarga lainnya. Sosok Nicole sama sekali tidak jauh berbeda dengan dua tahun lalu, ekspresi wanita itu datar, tenang, dan terkesan angkuh.
Max menyimak pembicaraan presiden dengan cucunya dan menarik kesimpulan jika Nichole sangat ingin kembali ke Cambridge, mungkin Nichole memiliki kekasih di Cambridge sehingga gadis itu merasa tidak senang harus tinggal di New York, pikir pria berkulit cokelat dengan tinggi 190 cm itu.
Ah, tahu apa Max tentang hubungan asmara. Di usianya yang sudah menginjak tiga puluh dua tahun ia belum pernah menjalin asmara dengan wanita mana pun. Baginya hubungan asmara adalah hal yang tidak ada dalam daftar rencana hidupnya, tetapi tidak berkencan dengan wanita mana pun bukan berarti Max tidak memiliki rencana untuk menikah.
Ia berencana menikah di saat yang tepat, setelah memiliki posisi yang aman pada kariernya dan berbicara soal pernikahan ibunya sudah sering menanyakan rencana pernikahan dan Max selalu tidak bisa memberikan jawaban yang membuat ibunya puas. Bukan hanya menanyakan soal pernikahan, ibunya juga selalu mempertanyakan soal teman wanita padahal ibunya adalah orang yang paling tahu jika Max tidak pernah bergaul dengan wanita kecuali rekan kerjanya. Itu pun hanya sebatas di tempat kerja.
Sejak kecil Max bercita-cita menjadi anggota militer dan ingin mendedikasikan hidupnya untuk negaranya sehingga Max memilih pendidikan di Akademi Militer Angkatan Udara Amerika.
Tujuh tahun menjadi anggota Angkatan Udara Amerika Serikat, ia sudah ratusan kali menerbangkan peswat tempur di wilayah berkonflik Max lalu memutuskan untuk mengikuti tes seleksi menjadi anggota Secret Service dan setelah melalui banyak tes yang sangat ketat bahkan pernah menjalankan misi yang berbahaya bebrapa hari yang lalu justru John memberitahu jika Max akan mengawal seorang nona muda. Sepertinya tahun ini akan menjadi tahun yang santai dan tidak banyak tantangan hingga akan sangat membosankan.
Sudahlah, pikir Max muram. Berharap akan ada keajaiban dan ia segera kembali bergabung dengan timnya berada di gedung putih lagi.
Setelah presiden selesai dengan penjelasannya, Max mengikuti Nichole yang keluar dari ruangan kakeknya dengan lunglai.
"Kau baik-baik saja?" tanyanya kepada Nichole.
Nichole berhenti di depan pintu perpustakaan dan menatap Max dengan geram. "Apa aku terlihat baik-baik saja? Aku harus menemukan seorang mata-mata dari Rusia dan mantan seorang komandan militer angkatan darat. Yang benar saja!"
Max tersenyum tipis. "Baiklah, pertama-tama aku perkenalkan diriku. Aku agen Maxim Parker Hilton dari Secret Service yang akan menemanimu selama misi ini dan kau bisa memanggilku Max."
Nichole manatap Max beberapa saat, ia baru saja kehilangan kesempatannya masuk ke program studinya tahun ini karena misi yang diberikan kakeknya dan sekarang harus menjalankan misi-mendekati seseorang untuk mengorek informasi keberadaan ayahnya sementara dirinya adalah seorang cucu presiden. Kakeknya itu apa tidak berpikir jika misi ini benar-benar mustahil? Ia adalah cucu presiden Amerika, seluruh benua Amerika mungkin sudah mengenali wajahnya.
"Katakan bagaimana caranya agar misi kita tidak mengundang kecurigaan anak Igor Rumanov itu?" kata Nichole dengan kesal, "apa aku harus mengoperasi plastik wajahku agar tidak seorang pun mengenaliku?"
"Kita akan menemukan cara," kata Max dengan ekspresi sangat santai.
"Ya Tuhan," dengus Nichole seraya melipat kedua lengannya di depan d**a dan menatap Max dengan serius. "Aku tidak bisa berpikir lagi."
"Dari keterangan yang k****a, Oleg telah tinggal di New York selama tiga tahun. Tentu saja selama tiga tahun pastinya Oleg telah memiliki banyak teman di New York. Kurasa kita bisa mulai dari teman-temannya," kata Max seraya menyodorkan map di tangannya kepada Nichole.
"Maksudmu, aku harus berteman dengan teman-teman Oleg?"
Max menagngguk. "Itu lebih terkesan natural, kurasa."
Nichole mengambil berkas dari tangan Max dan membukanya dengan malas lalu membacanya seraya berpikir keras kemudian berkata, "Aku akan menyelesaikan misi ini dalam waktu satu bulan."
Karena sepertinya jika menyelasaikan misi itu dalam satu bulan kemungkinan besar Nichole masih sempat mendaftarkan diri untuk melanjutkan studinya di Cambridge University. Meskipun mungkin dirinya harus bekerja sangat keras demi tercapainya misi itu.
Max menatap Nichole yang mengucapkan kalimatnya dengan sangat tegas, bibirnya mengulas senyum tipis penuh arti. Semakin cepat Nichole menyelesaikan misi, maka semakin cepat juga ia kembali ke gedung putih, pikirnya.
"Dan untuk itu aku minta bantuanmu. Kita harus bekerja keras," ujar Nichole lalu menutup map di tangannya lalu mengembalikannya pada Max.
"Kau sudah memiliki rencana?" tanya Max seraya meletakkan map ke dalam jasnya.
"Masih ada tiga hari lagi sebelum Senin dan kurasa kita harus segera pergi ke New York dan menyusun rencana."
"Baiklah," kata Max sembari tersenyum. "Sampai jumpa besok pagi, Nona Elingthon."
Bersambung....