Waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam, jam menunjukkan saat ini adalah pukul 01.17 dini hari. Kamar itu tampak gelap, lampu tidur yang ditempatkan di sisi ranjang memberi penerangan yang cukup jelas di sekitar ranjang.
Dari dua ranjang yang ada, hanya ada satu yang ditempati, hanya Velgard saja yang tampak sedang tertidur pulas, sementara Bevrlyne tidak ada di tempatnya.
Bevrlyne sudah bangun tidur sejak beberapa waktu lalu, ia yang mengalami mimpi sama yang terus berulang jadi malas untuk melanjutkan tidur. Mimpi yang dirinya alami adalah tentang di tempat lain yang tidak dirinya kenali, tempat yang dimusnahkan tanpa sebab yang jelas. Apabila ia sudah bangun dari tidurnya, ia selalu sulit mengingat mimpi itu secara lengkap.
Aneh rasanya, padahal ia sudah sering mengalami mimpi yang terus berulang, mimpi yang sama persis di mana setiap adegannya sudah bisa Bevrlyne tebak apabila ia masih berada dalam dunia mimpi. Kejadiannya akan berbeda apabila ia sudah bangun dari tidurnya, rasanya seperti ada penghapus yang melenyapkan setiap mimpi yang dirinya alami.
Kejadian seperti ini memang bisa dijelaskan oleh ilmu sains yang mana katanya itu disebabkan oleh otak yang sengaja menghilangkan setiap adegan atau kejadian yang dialami seseorang di dalam mimpi.
Kembali pada keadaan saat ini, Bevrlyne yang tidak melanjutkan tidurnya tidak pergi ke mana-mana, ia hanya duduk di atas meja belajarnya tanpa melakukan apa-apa. Sebenarnya ia ingin melanjutkan tulisannya yang sempat tertunda daripada harus melanjutkan tidur hanya untuk mengalami mimpi tersebut.
Sejenak arah tatapan matanya tertuju pada ranjang di mana saudaranya berada. Ia melihat bahwa Velgard masih tertidur, maka ia memutuskan untuk pergi mengerjakan sesuatu di depan meja belajarnya.
Selama beberapa lama, Bevrlyne menulis ditemani dengan keheningan, lampu belajar menyala begitu cerah membuat apa yang dirinya tulis tampak jelas.
Keheningan yang bertahan selama beberapa waktu itu segera dibuyarkan ketika tiba-tiba saja ....
“Kau tak tidur?” tanya Velgard tiba-tiba, suaranya membuyarkan keheningan malam. Bevrlyne menoleh ke arah di mana ranjang berada, lampu kamar dipadamkan sehingga sebagian besar ruangan itu masih gelap, hanya lampu tidur dan lampu belajar saja yang menyinari sebagian daerah itu.
Entah apa yang membuat Velgard terbangun, yang jelas pria itu tampak membuka matanya yang mengantuk. Apabila sama seperti hari sebelumnya, maka Bevrlyne akan mengasumsikan bahwa Velgard juga terbangun oleh mimpi yang sama, mimpi yang dirinya juga selalu alami selama ini.
Entah kontak batin atau sepasang saudara kembar selalu berbagi sesuatu yang sama, mereka bahkan berbagi mimpi yang sama juga. Entah Bevrlyne atau Velgard, keduanya tidak tahu dengan keanehan ini, yang lebih aneh lagi adalah karena mereka sama-sama akan melupakan mimpi yang mereka alami itu ketika bangun tidur meski mereka yakin bahwa mimpi yang dialami adalah mimpi buruk.
“Aku baru bangun tidur,” balas Bevrlyne yang kemudian kembali memandang pekerjaannya. Tentu saja ia berbohong, nyatanya ia sudah bangun tidur lebih lama dari seharusnya.
“Mimpi itu lagi?” tebak Velgard. Tentu ia sudah tahu mengenai masalah tidur yang Bevrlyne alami, sudah beberapa lama Bevrlyne mengalami masalah tidur akibat mimpi yang dirinya alami. Hanya itu saja yang menjadi masalah Bevrlyne sehingga Velgard sudah bisa menebak apa yang terjadi.
“Hum. Semakin lama aku semakin tak suka dengan mimpi itu, aku berharap tak tidur kalau harus terus mengalami mimpi itu.” Bevrlyne membalas mengutarakan isi pikirannya, ia memberi tahu betapa sudah lelahnya ia selalu mengalami mimpi yang sama.
“Yah, meski kau memiliki kekuatan aneh, kau masih manusia yang memerlukan istirahat. Ini masih gelap, kembalilah tidur, kita masih memiliki sekolah yang harus didatangi.” Velgard menyuruhnya tanpa beranjak dari ranjang. Bevrlyne tak menanggapi, ia tidak mengatakan apa-apa meski Velgard sudah kembali merebahkan tubuhnya lalu kembali memejamkan mata.
“Vel, bagaimana jika aku tidak pergi ke sekolah saja?” tanya Bevrlyne secara tiba-tiba. Velgard yang baru saja memejamkan matanya sontak kembali membuka mata lalu berbalik badan untuk melihat Bevrlyne yang sedang memunggungi dirinya.
“Hah? Kenapa?” Velgard melontarkan pertanyaan sambil beranjak duduk. Ia mengacak rambut lalu mengecek matanya.
“Aku yakin apa yang telah kuperbuat akan memengaruhi banyak hal. Aku tidak siap mendengar banyak mulut yang membicarakan tentangku secara terang-terangan di mana aku ada di dekat mereka.” Bevrlyne langsung menjawab mengutarakan alasan mengapa ia tidak ingin pergi ke sekolah nanti.
“Kau tak mau sekolah hanya gara-gara itu?” tanya Velgard yang sekarang menurunkan kedua kakinya dari ranjang.
“Ya. Aku tidak suka dengan orang-orang yang membicarakanku.” Bevrlyne berkata terus terang.
Velgard menguap untuk beberapa detik.
“Hampir semua orang tidak menyukai dirinya dibicarakan, itu wajar.” Velgard berujar.
“Nah, kau tahu sendiri.”
Velgard melambaikan tangannya acuh tak acuh.
“Abaikan saja, anggap mereka adalah orang tak berotak. Lagi pula kau biasanya pura-pura tak melihat ada orang-orang, kau itu sudah biasa bersikap apatis bukan? Kenapa kau tak melakukannya juga besok?” tanyanya tanpa membantu sama sekali. Ia benar-benar tak menganggap bahwa hal yang Bevrlyne pikirkan adalah sesuatu yang serius. Usulannya benar-benar tidak berguna saat ini.
Bevrlyne menggeleng. “Aku sudah biasa menjadikan diriku tak terlihat oleh siapa pun, tapi kali ini berbeda, mereka akan membicarakan diriku tanpa henti. Ada kemungkinan beberapa memiliki dendam atau ada dari mereka yang ingin mewawancaraiku.”
Mendengar penuturan itu, Velgard jadi agak bingung karena ternyata memang masalahnya tidak sesederhana seperti yang dirinya pikirkan.
“Jika itu terjadi, kedengarannya memang sangat merepotkan.” Ia bergumam pelan membuat Bevrlyne agak jengkel dibuatnya.
“Nah, akhirnya kau mengerti juga yang kurasakan. Mudah memang mengatakan untuk bersikap apatis, tapi melakukannya akan sangat sulit ketika banyak mulut yang mengganggu telingamu.” Bevrlyne berbicara disertai nada yang agak menggerutu, jelas saat ini ia sedang tak senang karena memikirkan hal itu.
“Yah, kau benar, aku setuju denganmu.” Velgard berkata sambil mengangguk isyarat ia memang sepemikiran dengan Bevrlyne. “Jadi, bagaimana caranya kau absen sekolah? Ibu tidak akan membiarkan kau bolos begitu saja, kita juga tak bisa kabur dari bus sekolah, tidak bisa juga kabur setelah tiba di halaman, banyak mata yang akan melihat dan pastinya kita akan dilaporkan.” Ia menambahkan.
“Itu juga yang belum kupikirkan, bagaimana caranya agar aku tak sekolah. Kau juga tolong pikirkan sesuatu.” Bevrlyne langsung meminta Velgard untuk membantunya.
Velgard mencoba berpikir, tapi dalam keadaan bangun tidur, ia tidak menemukan solusi yang bagus. Tapi tiba-tiba saja sesuatu terlintas di dalam kepalanya.
“Hm, jika tidak ada cara lain, maka kita gunakan saja cara lama.” Velgard tidak berpikir sama sekali, ia langsung mendapatkan ide itu begitu saja karena Jace dan Edgar sudah sering melakukannya.
Bevrlyne memutar kursinya sehingga ia masih duduk ketika berhadapan dengan Velgard.
“Cara lama? Apa itu?” tanyanya tampak penasaran.
“Pura-pura sakit, tentu saja.” Velgard menjawab begitu enteng dan lantang. Seolah itu adalah kartu andalan yang paling ampuh untuk digunakan apabila seseorang murid ingin membolos sekolah.
“Pura-pura sakit?” tanyanya mengulang. “Bagaimana caranya? Aku tidak pandai melakukan itu, sepertinya sandiwaraku akan langsung diketahui,” ucap Bevrlyne yang langsung pesimis saat itu juga. Velgard langsung menggeleng karena yang akan mereka lakukan bukan sandiwara seperti biasa yang mana itu akan sangat mudah untuk diketahui kebohongannya.