Sinkronisasi Kekuatan

1807 Words
Bevrlyne memutar kursinya sehingga ia masih duduk ketika berhadapan dengan Velgard. “Cara lama? Apa itu?” tanyanya tampak penasaran. “Pura-pura sakit, tentu saja.” Velgard menjawab begitu enteng dan lantang. Seolah itu adalah kartu andalan yang paling ampuh untuk digunakan apabila seseorang murid ingin membolos sekolah. “Pura-pura sakit?” tanyanya mengulang. “Bagaimana caranya? Aku tidak pandai melakukan itu, sepertinya sandiwaraku akan langsung diketahui,” ucap Bevrlyne yang langsung pesimis saat itu juga. Velgard langsung menggeleng karena yang akan mereka lakukan bukan sandiwara seperti biasa yang mana itu akan sangat mudah untuk diketahui kebohongannya. “Aku akan melakukan percobaan yang mungkin akan sangat sulit bagiku.” Ia mulai berbicara, sengaja tidak buru-buru sehingga membuat Bevrlyne menjadi semakin penasaran. “Percobaan apa?” Bevrlyne kembali mengajukan pertanyaan. “Kita akan mengeluarkan kekuatan secara bersamaan. Itu akan kita gunakan untuk membuatmu pura-pura sakit, ada metode yang bisa dilakukan untuk melakukannya, kita bisa membuat tubuhmu mengalami .....” “Permisi, permisi,” sela Bevrlyne yang membuat Velgard menghentikan ucapannya. “Mengeluarkan kekuatan secara bersamaan, katamu?” ujar Bevrlyne yang mengulang. Velgard mengangguk khidmat. “Maaf, tapi bukankah kekuatan ini tidak bisa kita kendalikan sama sekali? Aku bahkan tidak tahu bagaimana cara mengeluarkannya.” Bevrlyne mengingatkan Velgard dengan mengatakan kalimat itu. Tentu saja Velgard tahu akan hal itu. “Aku memiliki suatu spekulasi.” Velgard mengangkat jari telunjuk seperti seorang profesor yang sangat bijak dan cerdas. “Tentang?” Velgard mengepalkan kedua genggamannya lalu memajukan di depan wajah. “Tentu saja tentang kekuatan ini.” Ia menjawab. “Dan apa spekulasi yang kau dapatkan?” tanya Bevrlyne yang seperti menuntut jawaban. “Kekuatan ini berhubungan dengan emosi, sepertinya salah satu yang bisa memicu kekuatan kita adalah emosi.” Ia menjawab. Velgard langsung berspekulasi tatkala ia dan Bevrlyne yang mengalami perubahan emosi tadi siang, perubahan emosi yang membuat kekuatan mereka meluap-luap. “Benarkah?” tanya Bevrlyne yang tampak tidak menyadari tentang hal itu. Velgard mengangguk lalu menurunkan kedua tangannya. “Ingat baik-baik, Bev. Selama ini kekuatan yang muncul dengan sendirinya tak memiliki daya rusak yang besar dan tak benar-benar merugikan kita. Tapi kemarin ketika emosi kita meluap, maka kekuatan yang kau miliki bisa melakukan hal besar sampai membuat pintu bilik toilet hancur, cermin pecah, lantai retak dan beberapa orang pingsan.” Ia mengungkapkan panjang lebar mengenai perkiraan yang dirinya dapatkan selama kejadian siang ini. “Yah, itu memang yang terjadi, tapi apa kau yakin bahwa pemicunya adalah emosi?” tanya Bevrlyne yang masih merasa kurang yakin dengan teori yang saudaranya paparkan padanya. Memang kedengarannya masuk akal, tapi entah kenapa ia merasa tidak percaya dan merasa tidak yakin. “Kenapa tidak kita buktikan saja? Siapa tahu ini memang berhasil.” Velgard tahu bahwa kalau hanya terus berbicara soal teori, maka sampai kapan pun pembahasannya, itu tidak akan menghasilkan apa-apa, Bevrlyne sendiri akan terus ragu. Pilihan terbaik dan paling cocok untuk diambil hanyalah dengan membuktikannya secara langsung apakah itu benar atau tidak. “Membuktikannya?” tanya Bevrlyne yang dibalas dengan anggukan oleh Velgard. “Hanya itulah caranya agar kita tahu apakah yang kukatakan benar atau tidak.” Sejenak Bevrlyne tidak membalas, tapi kemudian ia menarik napas lalu mengangguk. “Oke, karena kupikir itu mungkin berhasil, aku akan ikut permainanmu.” Bevrlyne akhirnya setuju untuk ikut dengan apa yang akan Velgard lakukan. Memang hanya itulah satu-satunya cara agar mereka bisa tahu apakah yang Velgard katakan benar atau tidak. “Bagus.” “Jadi, apa yang harus kulakukan?” tanya Bevrlyne pada Velgard agak bingung. Mendengar pertanyaan itu, Velgard beranjak berdiri lalu berjalan ke arah Bevrlyne. “Kita harus berpegangan tangan lalu berusaha keras memikirkan hal apa yang membuat kita marah.” Velgard memberi tahu mengenai apa yang harus mereka lakukan, ia meraih memegang tangan kanan Bevrlyne lalu menariknya untuk berdiri. Ia melepaskan tangannya setelah sudah berdiri. “Hanya itu?” tanya Bevrlyne sambil memasang wajah tak yakin, ia merasa bahwa hal itu jelas tidak akan membantu sama sekali. Velgard melihat ekspresi wajah adiknya itu sehingga ia langsung berbicara. “Kau pikir ini perbuatan konyol?” Bevrlyne menyilangkan kedua tangan di d**a lalu mengangguk. “Ya.” “Ini bukan hal konyol, percaya saja padaku. Aku merasa bahwa dengan melakukan itu, pikiran dan kekuatan kita akan terhubung lalu ketika emosi muncul, maka kekuatan kita akan bangkit.” Velgard menegaskan, ia terlihat begitu yakin. Kantuk yang tadi muncul di wajahnya kini sudah sepenuhnya hilang. Meski pencahayaan di sekitarnya kurang jelas karena ruangan itu hanya memiliki penerangan lampu tidur dan lampu belajar, tapi Bevrlyne bisa melihatnya dengan baik. “Tetap saja aku tak percaya kalau hal seperti ini akan berguna.” Bevrlyne tampak memasang wajah ragu-ragu saat mendengar apa yang kakaknya itu katakan. “Oh, sudahlah, ayo kita coba saja.” Velgard yang tak mau berdebat dan tak mau ambil pusing mengenai anggapan Bevrlyne segera saja menarik tangan Bevrlyne untuk mendekat. “Baiklah, baiklah, ayo kita coba.” Bevrlyne malas adu mulut lebih lama, ia memutuskan ikut dengan apa yang direncanakan kakaknya itu. Pada akhirnya mereka duduk di atas ranjang, keduanya saling berhadapan lalu kaki ditekuk dalam posisi bersila, kedua tangan mereka saling berpegangan lalu mereka memejamkan mata untuk memikirkan sekeras mungkin hal yang sebelumnya Velgard katakan. Percobaan pertama, setelah berjalan selama setengah jam lamanya, mereka tidak mendapatkan hasil apa-apa. Hanya keheningan saja yang ada, tidak terjadi apa-apa pada diri mereka. Meski begitu, Velgard benar-benar begitu konsentrasi berusaha mewujudkan apa yang dirinya perkirakan. Lain halnya dengan Bevrlyne yang merasa pegal, ia bosan karena sudah cukup lama melakukan hal itu tapi masih saja belum mendapatkan hasil yang diharapkan. Ia tak bisa untuk tak berbicara karena sudah bosan untuk menunggu terlalu lama. “Sampai kapan kita akan melakukan ini? Aku jijik memegang keringat di tanganmu lebih lama.” Bevrlyne yang merasa tidak sabar membuka mata lalu mengatakan kalimat itu. Ia sudah bosan menunggu tanpa adanya hasil yang diinginkan. “Sstt. Konsentrasi saja.” Velgard menegur Bevrlyne untuk melanjutkan. “Kau tak boleh berhenti di tengah jalan, Bev.” “Huh, ya sudahlah, kulanjutkan.” Karena masih memiliki sedikit rasa penasaran dan sedikit keinginan, maka Bevrlyne patuh, ia kembali memejamkan matanya lalu berusaha konsentrasi. Ia berusaha melakukan apa yang Velgard katakan, mencari ingatan yang bisa membuat kemarahannya muncul. Mulai dari ia kesal terhadap hal kecil sampai pada hal besar. Sayangnya, meski ia sudah berusaha, kemarahan yang dinantinya tidak muncul sama sekali. Meski begitu ia tetap bertahan untuk beberapa lama melakukan itu sampai Velgard sendiri menyerah dengan apa yang mereka lakukan. Sayangnya, meski sudah sepuluh menit kemudian waktu berlalu, mereka masih belum mendapatkan apa yang diharapkan, masih tidak ada sesuatu yang terjadi. Bahkan Velgard sendiri tak menampakkan tanda-tanda akan menyerah dengan usaha yang gagal ini.. Maka Bevrlyne langsung membuka mata lalu melepaskan tangan dari Velgard. “Huh, percuma saja, aku berhenti, ini tidak ada gunanya sama sekali.” Bevrlyne berbicara agak keras, ia melepaskan tangan membuat Velgard membuka mata. Ketika Bevrlyne hendak pergi, Velgard menahannya. “Hei. Ayolah.” Bevrlyne menggeleng. “Tidak, sudah kukatakan bahwa ini adalah hal yang percuma.” Bevrlyne menolak. “Ini tidak percuma.” Velgard menyangkal seolah ia tahu bahwa usaha mereka tadi sudah mengalami perkembangan. “Vel, aku tidak bisa marah hanya karena membayangkan hal-hal yang di masa lalu membuatku marah, aku akan sekolah saja.” Bevrlyne lebih memilih sekolah daripada harus melanjutkan perbuatan konyol seperti ini. Maka dari itu ia benar-benar hendak pergi. “Bev, kita hampir melakukannya.” Velgard tampak tidak mendengarkan apa yang Bevrlyne katakan sebelumnya. “Melakukan apa? Selama hampir satu jam kita hanya duduk saling berhadapan sambil berpegangan tangan, selama itu tidak ada hal yang terjadi sama sekali.” Bevrlyne membalas agak jengah. Velgard tak sempat berbicara ketika Bevrlyne mendahului buka suara. “Sudah kukatakan ini tidak ada gunanya. Aku berhenti.” “Bev, tunggu dulu!” Velgard hendak meraih tangan Bevrlyne, tapi ia salah perkiraan sehingga malah mendorong Bevrlyne sampai jatuh dari atas ranjang. Suara benturan tubuhnya pada lantai terdengar begitu keras membuat Velgard kaget. “Ya ampun, maaf, aku tidak sengaja untuk mendorongmu jatuh.” Velgard sendiri kaget dengan apa yang terjadi. “Aw, apa yang kau lakukan?!” bentak Bevrlyne sambil berdiri, pada saat itulah perubahan yang Velgard nantikan segera terjadi. Tiba-tiba saja pupil mata kiri Bevrlyne berubah berwarna menjadi biru cerah, bukan hanya berubah saja, tapi warna biru itu mengeluarkan pendaran sinar. Ternyata memang benar, kemarahan membuat kekuatan itu aktif. “Oh, astaga.” Velgard bergumam sambil mundur satu langkah. Melihat gelagat Velgard yang seperti itu, Bevrlyne menyalah artikannya, ia merasa bahwa Velgard tak terima dibentak seperti barusan. “Sorry, aku tidak bermaksud membentakmu.” Bevrlyne langsung meminta maaf karena ia sendiri merasa bahwa ia salah sudah membentak. Ia sama sekali tak menyadari bahwa kekuatannya sedang aktif. Tentu saja Velgard langsung menggeleng, ia sama sekali tak mempermasalahkan saat dibentak, bahkan cenderung tidak peduli. Ia langsung mengangkat tangan kanannya lalu menunjuk tepat ke arah mata kiri Bevrlyne. “Bukan itu, tapi matamu.” Velgard akhirnya berbicara. “Mataku?” tanya Bevrlyne heran. Velgard mengangguk lalu tersenyum. Pada saat Bevrlyne mengangkat tangan kiri hendak menyentuh wajahnya, tampak langsung pendaran cahaya berwarna biru menyorot telapak tangannya. Barulah ia sadar dengan apa yang Velgard maksud, mata kirinya sudah berubah berwarna biru lagi dan mengeluarkan pendaran cahaya. “Mataku berwarna biru lagi?” ujar Bevrlyne tampak tak percaya. Rasanya aneh karena ia sama sekali tidak merasakan adanya sensasi seperti sebelumnya, ia merasa biasa saja ketika kekuatan kali ini aktif, maka dari itu ia tidak menyadarinya sampai detik ini. “Ini berhasil, matamu menyala lagi, ayo kita lakukan sekali lagi, kali ini pasti akan berhasil.” Velgard yang tampak sangat senang menarik Bevrlyne untuk kembali duduk di atas ranjang. “Lakukan apa?” tanya Bevrlyne yang mengelak ketika Velgard hendak memegang tangannya. “Give your hands.” Velgard tidak menjawab, ia segera meraih kedua tangan Bevrlyne yang masih tampak heran. Pada saat mereka berpegangan tangan, tiba-tiba saja mata kiri Velgard juga berubah warna. “Vel, matamu ....” Bevrlyne tak percaya bahwa Velgard saat ini juga memiliki mata kiri yang berubah warna juga mengeluarkan cahaya. Sebenarnya, ia baru pertama kali melihat saudaranya memiliki mata yang berbeda warna dan juga terang, tentu saja ia terkejut bukan hanya karena kekuatan yang aktif, tapi ia juga terkejut akibat melihat penampilan Velgard yang tampak agak berbeda. “Sudah kuduga ini berhasil!” seru Velgard bersemangat. Ia benar-benar senang karena apa yang dirinya perkirakan malah sekarang menjadi kenyataan. “Tapi apa yang terjadi? Bagaimana ini bisa ini ....” Bevrlyne tak melanjutkan ucapannya. “Lagi pula jika mataku berubah warna lagi, harusnya aku merasa kepanasan.” Bevrlyne mengganti kalimatnya, ya ketika ingat akan matanya yang berpendar biru, ia ingat dengan apa yang dirinya rasakan, mata kirinya terasa panas tapi rasa panas itu tidak menyakitinya. Lalu kenapa sekarang ketika matanya kembali bercahaya, ia sama sekali tidak kepanasan? Tentu saja ia sangat heran. “Ini adalah sinkronisasi, Bev.” Velgard memberi tahu. “Sinkronisasi kekuatan kita.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD