Velgard yang tidak tahu bahwa Bevrlyne akan pergi ke sekolah, ia tampak kurang bersemangat ketika menunggu bus. Entahlah, rasanya ia ada yang kurang tanpa keberadaan Bevrlyne di sana. Meski begitu, ia segera mengubah ekspresi wajahnya ketika dari kejauhan bus sekolah datang.
Ketika bus berhenti di depannya, Velgard bertingkah seperti biasanya seolah ia tidak memiliki masalah apa. Baru saja ia masuk, sorakan semangat diteriakkan oleh anak-anak di dalam bus yang memberinya semangat untuk bertanding. Jace dan Edgar langsung menyambutnya dengan rangkulan.
“Kali ini tidak ada pembatalan lagi, kita akan benar-benar menghadapi anak-anak Easterwod, kau harus menghajar musuhmu!” seru Jace lantang sambil merangkul Velgard.
“Aku sudah menunggu ini sejak lama.” Velgard menyahut.
“Kita akan memperlihatkan latihan kuta selama ini.”
“Perlihatkan juga permainan hebat pada para penonton, kali ini kita tidak boleh kalah lagi.”
“Balas dendam, selesaikan skor sebelumnya dengan pertandingan kali ini.”
Para pemain football itu tampak begitu antusias menyambut pertandingan yang akan segera dilakukan hari ini.
“Sebaiknya kalian jangan terlalu bersemangat, duduk yang manis agar tidak jatuh,” gumam sang sopir yang menegur, sayangnya anak-anak nakal itu tidak memedulikannya, mereka malah semakin bising karena hari ini adalah hari yang dinantikan oleh sebagian besar murid.
Waktu tak terasa berlalu, keberisikan para pemuda itu tidak berhenti meski sudah keluar dari dalam bus, mereka masih berisik ketika berlari di halaman sekolah sambil saling lempar tangkap bola football yang berwarna coklat itu. Beberapa dari pria yang ada di sana berteriak mendukung mereka untuk pertandingan hari ini.
Para pemain football tidak pergi ke kelas, mereka langsung menuju loker untuk menaruh barang yang belum diperlukan dan membawa segala perlengkapan latihan. Mereka lanjut berlari menuju ruang ganti sebelum kemudian pergi ke lapangan.
Di lapangan, ternyata Velgard dan yang lainnya adalah orang terakhir yang datang, anggota tim lain sudah melakukan pemanasan di lapangan.
“Wah lihat, ternyata kita telur busuknya.” Edgar berkelakar saat ia yang paling terakhir memasuki lapangan melangkah.
“Kau telur busuknya,” ejek Jace.
“Ayo gabung.” Velgard memukul-mukulkan bola yang dipegang oleh tangan kananannya pada tangan kiri, ia berlari masuk ke kerumunan. Velgard menyapa semuanya lalu melemparkan bola pada pemain yang bertugas membawa bola selain Edgar.
“Bagaimana kabar dari rivalmu?” tanya Velgard saat ia melakukan peregangan. Di sampingnya adalah Jace yang menjadi arah pertanyaannya.
“Tom sudah berani menawarkan taruhan padaku,” balas Jace dengan cengiran khasnya.
“Berani sekali dia, sepertinya kita harus menang agar bisa merayakan dengan hasil taruhannya.” Velgard berceletuk seenaknya, ia sudah merencanakan menggunakan uang taruhan yang bahkan belum tentu akan didapatkan oleh Jace.
“Hei, aku sudah merencanakan membeli sesuatu dengan uang taruhannya. Aku tidak akan membaginya padamu,” ujar Jace yang tak terima.
“Pelit.”
“Kau belum apa-apa sudah memikirkan mau memakai uangnya, memangnya kita akan menang? Belum tentu juga, bukan?” ketus Edgar. Ia sedang duduk manis di atas kursi dengan menumpang kaki pada kursi seberang yang mana jelas ia menghalangi jalan.
“Hei! Kita ini optimis!” Velgard mengoreksi ucapan Edgar.
“Itu terlalu angkuh dan terlalu percaya diri, kau harus bisa membedakannya!” Edgar menyangkal.
“Oh, ayolah, jangan menyebalkan, kita akan menyerang mereka lalu mengambil kemenangan. Yang terakhir kita kalah, jangan sampai kalah lagi untuk yang kali ini.” Jace langsung menengahi lalu memberi semangat pada mereka.
“Kau terlalu berbelit.” Velgard membalas.
Percakapan mereka berhenti ketika pelatih sudah datang lalu meminta semuanya untuk berkumpul. Semuanya akan melakukan pemanasan di sana selama satu jam sebelum kemudian ada jeda untuk istirahat, lapangan akan dibersihkan dan ditata sedemikian rupa oleh petugas yang mempersiapkan untuk bertanding.
Memang saat ini bangku penonton sendiri sedang dibersihkan dan dipersiapkan dengan baik, bahkan alat-alat elektronik yang sudah terpasang juga tampak sedang diperiksa secara menyeluruh untuk memastikan segalanya berjalan dengan lancar. Bisa dikatakan saat ini mereka sedang berada di tengah para pekerja yang mempersiapkan semuanya untuk pertandingan.
Setelah beberapa pidato yang singkat dan padat, akhirnya mereka melakukan pemanasan pagi hari lalu dilanjutkan dengan latihan.
Selama beberapa lama mereka melakukan latihan sebelum kemudian Velgard yang hendak melemparkan bola tiba-tiba saja merasa ada tenaga yang lebih pada tangan kanannya, ia merasa jauh lebih kuat dari sebelumnya lalu cengkeramannya bertambah kuat pula.
“Apa ini?” tanyanya yang merasa adanya perubahan yang tiba-tiba. Awalnya ia merasa bingung, tapi ssedetik kemudian ia menyadari apa yang terjadi.
“Jangan-jangan, kekuatanku muncul lagi?” Velgard membelalakkan mata kaget karena kekuatan menyebalkan itu seperti selalu sengaja muncul pada saat yang tidak tepat menurutnya, tapi mungkin menurut kekuatan itu sendiri, waktu yang amat tepat adalah ketika Velgard mengalami suatu momen khusus.
“Ada apa, bung? Kenapa kau tidak melemparkan bolanya?” tanya Jace yang berada tepat di depan Velgard. Posisinya sedang memunggungi agak merendahkan tubuh, ini masih posisi snap.
Tanpa memedulikan pertanyaan Jace atau sorakan dari anggota yang lain, Velgard menjatuhkan bola lalu melihat bahwa tangan kanannya mengeluarkan urat kencang lalu otot-ototnya mulai membengkak.
“s**l ini buruk.”
“Kau baik-baik saja?” tanya Jace yang sudah berhadapan dengan Velgard.
Mendengar pertanyaan itu, Velgard buru-buru melepas helmnya lalu menjatuhkan benda itu begitu saja. “Sorry, aku tiba-tiba sakit perut. Aku pergi sebentar.” Ia memberi alibi, tanpa menunggu balasan dari Jace, dia langsung melarikan diri dari sana sebelum ada yang sadar apabila tangan kanannya mulai membengkak.
Jace yang tak sempat untuk berbicara hanya bisa memandang kepergiannya.
“Kenapa dengannya?” tanya Edgar yang mendekat ke samping Jace lalu membungkuk memungut bola dan helm pengaman milik Velgard.
Jace mengangkat bahu. “Entahlah, mungkin dia datang bulan.”
Edgar terkikik dengan candaan itu, ia memberikan bola pada Jace dengan memukulkan benda itu pada dadanya.
“Berengsek.” Ia kemudian pergi meninggalkan Jace setelah bola berpindah tangan.
“Ayo kita istirahat, lapangannya akan dipermak dan didandani oleh mereka.” Edgar berbicara sambil berjalan meninggalkan lapangan. Jace berbalik badan lalu berjalan menyusulnya.
“Kau terlalu berlebihan mengatakan kiasannya.” Jace mengedarkan pandangan ke sekitar dan memang sudah banyak yang bekerja untuk mempercantik tempat ini, bahkan gawang yang jarang diperhatikan pun saat ini sedang diperiksa kekuatannya.
Papan skor, lampu dan semua yang memiliki hubungan dengan lapangan itu juga sedang diurus.
“Sudahlah, ini memang waktu bagi kita istrahat.”
“Yah, aku juga agak lelah.”
Para pemain lain juga segera membubarkan diri ketika Jace memberi isyarat pada mereka bahwa saat ini sudah waktunya bagi mereka untuk beristirahat.
Di sisi lain, Velgard begitu panik saat tangannya terasa semakin membesar, ia berlari menuju toilet terdekat untuk menyembunyikan dirinya. Tidak ada waktu untuk pergi ke tempat lain, tangannya bisa dilihat oleh seseorang.
“Yang benar saja? Kenapa harus sekarang? Ini benar-benar menyebalkan. Aku tidak suka dengan ini. Aku benci dengan kekuatan yang menyebalkan ini. Kenapa bisa selalu muncul pada saat yang tidak tepat?” Ia menggerutu, kali ini ia benar-benar kesal dengan kekuatan yang seenaknya muncul begitu saja.
Ini sudah siang dan tak lama lagi pertandingan yang sesungguhnya akan dimulai. Ia tidak boleh membiarkan kekuatan ini keluar, apalagi sampai membuat dirinya mengamuk lalu lepas kendali seperti yang terjadi pada Bevrlyne.
Ketika tiba di depan pintu toilet, ia mendobrak masuk membuat beberapa murid yang ada di dalam sana tampak keheranan melihatnya. Velgard mengabaikan itu, sambil menyembunyikan tangan kanannya, ia melihat pintu-pintu yang tertutup, mencari mana yang sekiranya kosong.
“s**l, semuanya penuh.” Ia bergumam kesal. Ia menahan sekuat mungkin agar kekuatannya tidak muncul, ia tidak ingin orang-orang di sini melihat dirinya dalam bentuk yang berbeda.
Untunglah keberuntungan masih memihak dirinya. Ketika Velgard hendak menggedor salah satu pintu terdekat, tiba-tiba saja pintu bilik toilet ketika terbuka lalu seorang murid keluar, Velgard buru-buru mengambil kesempatan, ia langsung masuk ke dalam sana kemudian mengunci pintu.
“Tepat waktu, jika beberapa detik lebih lama lagi aku di sana, maka semua akan sadar bahwa tangan kanannku sudah hampir tiga kali lipat lebih besar dari tangan normal.” Velgard berbicara dalam benaknya, pada saat itulah ia mengangkat tangan besar berotot dan berurat itu.
“Sekarang, bagaimana aku menghentikannya? Aku tidak bisa membuat ini terus seperti ini terlalu lama. Bisa-bisa aku tidak ikut pertandingan.”
Biasanya, ketika kekuatannya muncul, Velgard tidak melakukan apa-apa, ia hanya menunggu sampai itu menghilang dengan sendirinya. Ada juga kasus ketika kekuatan itu tidak menghilang, ia hanya perlu berkonsentrasi untuk memerintahkan kekuatan itu kembali, cara ini pernah dia lakukan satu kali dan sebenarnya ini tidak terlalu efektif.
***