Episode 5

1990 Words
    Hari ini adalah hari dimana UMPTN dilaksanakan. Alvin yang selama semingu belakangan terlihat biasa saja, tapi di hari ini ia mulai merasakan dagdigdug yang tak berhenti di dadanya. Jantungnya berdetak tak menentu, ia takut jika nanti ia tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan di ujian itu. Belajar sebulan penuh ternyata tidak membuat seseorang menjadi percaya diri dalam mengerjakan soal. Itulah Alvin, padahal ia sudah belajar dengan penuh selama sebulan, tapi hari ini, ia terlihat sangat gugup. Dari semalam ia hanya bisa mengucapkan doa dan berharap semoga ia tidak ngeblank ketika mengerjakan soal ujian. Hari ini ia test di Universitas Niat Belajar, ia dia test di Universitas impian Ana. Alvin tidak ngeh kalau itu adalah Universitas impian perempuan asing yang ia temui tiga minggu lalu.                 “Alvin, ayo berangkat. Nanti kamu telat,” ajak sang ayah, yang sudah bersiap untuk mengantar anaknya itu ke tempat test.                 “Iya sebentar pah, Alvin siapin dulu perlengkapannya,” jawab Alvin yang sedang membereskan hal-hal yang perlu dibawa. Ia sedang menyiapkan tas dan kartu ujian.                 Alvin pun turun, melewati satu demi satu anak tangga, dan menghampiri sang ayah. Hari ini ayahnya mengantarkan ia sekaligus berangkat ke kantor. Alvin berpamitan oleh sang ibu.                 “Bu Alvin berangkat dulu ya,” kata Alvin memanggil ibunya yang sedang di dapur.                 “Bentar Vin, kamu mau bawa bekal gak?”                 “Gausah bu, Alvin masih kenyang. Lagipula gada istirahat kok,” jawab Alvin                 Sang ibu pun datang menghampiri anaknya, dan mencium serta memeluk anaknya.                 Lalu ia berkata,”Berdoa dulu sebelum ujian ya, jangan mikirin hasil akhir, tugas kamu cukup berdoa dan mengerjakan ujiannya. Hasil akhir biar urusan Tuhan.”                 Setelah mendengar ucapan mutiara dari sang ibu, kepercayaan Alvin mulai menaik. Ia pun tersenyum dengan sangat lebar dan menyium kening sang ibu.                 Selama diperjalanan, sang ayah hanya terus memberikan candaan kepada Alvin supaya anaknya tidak terlalu tegang dalam menghadapi ujian ini. Ayahnya paham kalau sang anak panik dan tegang, akhirnya ia tidak bisa fokus dan akan sulit mengerjakan ujian.                 “Jangan tegang-tegang banget Vin, santai aja,” kata sang ayah kepada anaknya itu.                 “Takut gagal yah, nanti nilainya jelek kaya waktu Ujian Nasional kemarin,” kata Alvin sambil mengulang materi dari buku yang ia beli waktu itu.                 Ayahnya hanya tersenyum saja melihat usaha anaknya itu. Ia jadi ingat dengan dirinya waktu masih menjadi anak sekolahan, betapa kuatnya ia belajar untuk mendapatkan pekerjaan yang ia mau. Dan sekarang usaha itu turun ke anak semata wayangnya.                 Sesampainya di tempat test, ia langsung berpamitan kepada sang ayah dan turun dari mobil. Belum sampai 15 detik, tiba-tiba sang ayah memanggil anaknya itu.                 “Alvin,” panggil sang ayah dari mobil.                 Alvin yang baru turun pun, langsung melihat ke arah ayahnya,”apalagi yah?” kata Alvin.                 “Ini kamu nyeker? Sepatunya kok ga dipake?” tanya sang ayah                 Alvin baru sadar ternyata ia lupa memakai sepatunya, ia tidak sadar kalau ia sedang menginjak aspal dengan telanjang kaki. Alvin langsung buru-buru masuk ke dalam mobil lagi dan memakai sepatunya, untung saja tadi tidak terlalu ramai.                 “Ayah kenapa gak ngingetin daritadi sih? jadi lupa kan, untung gak ada orang yang liatin,” kata Alvin kepada ayahnya, mukanya sedikit malu karena lupa memakai sepatu.                 “Kamu sih buru-buru, jadinya lupa kan,”                 “Yaudah deh Alvin masuk dulu, udah mau telat nih,” kata Alvin sambil melihat jam tangannya. Ia lalu berpamitan oleh sang ayah, sudah dua kali ia salaman dengan ayahnya. Sang ayah hanya tertawa saja melihat kelakuan aneh anaknya itu.                 Alvin pun menunggu di salah satu koridor samping fakultas ilmu sosial dan ilmu politik. Ia duduk pas di depan ruangan radio milik Universitas Niat Belajar. Baru 15 menit ia duduk, tiba-tiba ada suara laki-laki yang datang menghampirinya.                 “Misi bro, boleh duduk disini?” kata laki-laki itu.                 “Ohiya, boleh-boleh, duduk aja,” kata Alvin.                 Mereka berdua pun saling berkenalan dan berbincang sebelum akhirnya masuk ke ruangan ujian. Nama laki-laki itu adalah daus.                 Sesampainya di ruang ujian, Alvin mulai menyiapkan pensil, untuk coret-coretannya nanti ketika ada pelajaran matematika. Ia juga menyerahkan alat elektronik kepada pengawas ujian, begitupula dengan siswa atau siswi lainnya. Ruangan ujian cukup dingin, sehingga membuat telapak tangan Alvin tarasa seperti beku. Sudah keringat dingin ditambah udara dingin.                 Sebelum ujian dimulai, Alvin berdoa semoga dapat dilancarkan dalam mengerjakan ujian itu. Ia juga mengingat kata-kata dari ibunya tadi pagi. Tentang hasil dan usaha. Suasana di ruangan tersebut sangat hening, bahkan nafas setiap peserta pun terdengar secara sayup. Alvin hanya fokus kepada computer yang ada di depannya tanpa memperdulikan kanan dan kiri.                 Setelah ujian selesai, mereka disuruh keluar satu persatu oelh pengawas ujian itu. Alvin ada di barisan ketiga. Masuk keruangan secara tertib, begitupula keluar ruangan secara tertib. Ketika sudah keluar dari ruang ujian, Alvin mulai mengambil handphonenya dan menanyakan teman-temannya melalui whatssapp group.                 “Baru selesai nih, gue,” kata Alvin.                 Selang beberapa menit, Jovan mulai mengetik. “Susah gak Munk?” tanya Jovan                 “Lumayan, tapi keluar semua dari yang kita pelajarin waktu itu. Yang dikasih tau sama Moreo juga ada yang keluar.”                 Ketiga sahabat itu memiliki waktu ujian yang berbeda-beda, walupun ujian di tempat yang sama. Moreo lebih dulu ujian, lalu Alvin, dan setelahnya Jovan. Hari ini Alvin sudah selesai test, ia tinggal menunggu hasil akhirnya bagaimana, toh dia sudah berusaha semaksimal mungkin dan ia tidak mau berharap lebih tentang hasil akhirnya.                 Ketika Alvin memesan ojek onlin untuk pulang, ia seperti melihat sesosok perempuan yang waktu itu ia temui di Gramedia. Perempuan itu baru saja masuk ke Universitas Niat Belajar, tetapi ketika Alvin ingin menghampirinya. Ojek online yang tadi ia pesan sudah tiba di lokasi. Baru saja ia naik ke motor abang ojek tersebut, tiba-tiba ia teringat bahwa ia sedang berada di Universitas yang perempuan itu impikan.                 Sesampainya di rumah, ia menemukan sang ibu yang sedang duduk di sofa sambil menonton televisi.                 “Bu, Alvin pulang,” kata Alvin, yang langsung menuju ke arah sang ibu dan langsung mencium tangan ibunya.                 “Gimana ujiannya, lancar?” tanya sang ibu kepada anaknya itu.                 “Lancar, bu,” kata Alvin dengan senyum yang sedikit lebar. Memang ketika mengerjakan soal ujian, Alvin terlihat sangat lancer dan mudah. Ia sama sekali tidak merasa ada kesulitan disoal ujiannya. Hanya ada beberapa soal yang membuat ia bingung, selebihnya bisa ia kerjakan dengan baik.                 “Kalau gitu, gausah dipikiran hasilnya gimana, sekarang kamu refreshing aja, kan udah satu bulan lebih, kamu belajar,” kata sang ibu, memberikan sarang kepada anaknya.                 “Iya, bu. Alvin keatas dulu ya mau ganti baju,” kata Alvin.                 Hari ini, Moreo ingin bermain ke rumahnya. Jovan tidak ikut karena dia harus mempersiapkan diri di esok hari. Baru saja Alvin ganti baju, Moreo sudah ada di depan rumahnya.                 “Chipmunk..” panggil Moreo dari luar rumah Alvin.                 “Eh, ada Moreo, mau main ya?” tanya mama Alvin.                 “Iyaa, nih tan. Chipmunknya udah pulang?”                 “Udah, baru aja sampe rumah. masuk Mor.” mama Alvin mengajak Moreo untuk masuk ke rumah                 “Iyaa, tan,” kata Moreo, ia pun menyalim mama Alvin, lalu naik ke atas.                 Ketika Moreo baru sampai di depan pintu kamar Alvin, ia mendengar lagu ‘kenangan terindah.’ Moreo pun mendekatkan kupingnya ke arah pintu kamar temannya itu dan ia mendapatkan bahwa Alvin sedang mendengar lagu yang tempo lalu diputarkan di radio. Moreo pun menahan tawanya agar tidak terdengar oleh Alvin. Setelah beberapa saat ia menahan tawanya, akhirnya ia masuk ke kamar dan melebarkan senyum seperti orang yang sedang meledek.                 “Kenapa lu senyum-senyum,” kata Alvin sinis                 “Gapapa, Munk,” jawab Moreo santai, tp masih dengan senyumnya yg agak lebar tadi.                 Alvin tidak menyadari kalau temannya itu sedang meledek dirinya yang tengah menyetel lagu galau.                 “Gak nyetel musik lagi Munk?” tanya Moreo seperti ingin meledek Alvin.                 “Kambing. Tadi lu denger ya gua nyetel lagu apa?” tanya Alvin terlihat curiga dengan kelakuan berhala yang satu itu.                 “Ah, engga kok,” jawab Moreo, sambil menahan tawanya.                 “Kampret lu,” kata Alvin yang terlihat sedikit malu.                 Hari ini Moreo berniat bermain playstation di rumahnya Alvin, ia bosan di rumahnya sendiri, ayah dan ibunya seringkali berantem, sedangkan abangnya jarang pulang. Itulah salah satu alas an yang membuat Moreo ingin kuliah di Bandung. Bisa dibilang, diantara ketiga orang itu, Moreo lah yang paling sering bercanda, tetapi sebenarnya dia lah yang memiliki masalah paling dalam.                 “Berantem lagi Mor?” tanya Alvin                 “Biasalah,” jawab Moreo dengan senyum yang kecil.                 Moreo suka sekali menggambar atau melukis, menurutnya itu adalah salah satu alas an supaya ia bisa tetap waras di tengah-tengah kehidupan yang tidak waras. Melukis adalah salah satu cara untuk mengungkapkan emosi dan pikiran.                 Jovan juga hari ini tidak bisa ikut bermain karena besok harus menghadapi ujian. Mereka bertiga berencana akan pergi bermain besok ketika Jovan selesai melaksanakan ujian. Moreo juga menginap di rumah Alvin, ia malas untuk pulang kerumahnya. Hanya bikin kupingnya tambah sakit. Abangnya juga jarang pulang ke rumah karena malas dengan keributan yang terjadi di keluarga itu.                 Selama seharian mereka berdua saling cerita, Alvin cerita kalau dia seringkali kangen dengan Serra, ia juga pernah melihat Serra jalan dengan Megan, yang sebenarnya dia juga sudah tahu kalau Megan dan Serra balikan, tapia da hal yang masih belum selesai bagi Alvin di dalam hubungannya bersama Serra.                 “Santai Munk, di Bandung banyak perempuan cakep.”                 “Ah males gue Mor, ga fokus perempuan lagi gue.”                 Moreo yang lagi asyik bermain, langsung menoleh kea rah Alvin dan melebarkan matanya.                 “Homo lu ya?” tanya Moreo sambil melindungi dirinya karena takut.                 “Engga, kambing. Gue Cuma gamau ngerasain hal yang sama kaya gini lagi aja,” kata Alvin mencoba menjelaskan bahwa dirinya tidak menyukai sesama jenis.                 “Ohhhh,” kata Moreo sambil menganggukkan kepalanya, sesekali ia melihat kearah Alvin juga, karena takut disodok.                 “Lebih baik sakit gigi Mor, daripada sakit hati,” kata Alvin                 “Dih si bego. Sakit gigi bikin gabisa tidur,”                 “Ah masa? Gue gapernah tuh sakit gigi,”                 “Yeh, pantesan lu bisa ngomong gitu, coba aja lu rasain sakit gigi,”                 “Enggalah, gue mah sering sikat gigi, emangnya lu,” kata Alvin sambil menunjukkan giginya ke Moreo.                 Moreo hanya melihat sekilas temannya itu, lalu melanjutkan bermain game. Dalam hatinya dia berkata “rasain lu nanti sakit gigi, nangis-nangis situ lu,” kata Moreo dalam hati.                 “Vinnnn,” panggil mama Alvin dari bawah.                 “APAAAA MAAA?” tanya Alvin dengan suara yang kencang, seperti membentak ibunya.                 “Pelan-pelan bego. Lu lagi ngomong sama orangtua,” kata Moreo menegur Alvin.                 “Gapapa, udah biasa,” kata Alvin santai.                 Ibunya Alvin lalu mengetuk pintu kamar dan menyuruh makan. Tanpa basa-basi, Moreo langsung melempar stick PS ke atas sofa. Ia langsung menuju keluar kamar. Alvin hanya geleng-geleng sambil tertawa kecil, melihat kelakuan berhala itu. Bisa-bisanya dia langsung hilang fokus kalau mendengar kata makanan.                 Sesampinya di meja makan, Alvin langsung melihat kearah Moreo denga tatapan yang aneh. Moreo hanya tersenyum, melihat temannya menatap dirinya seperti itu.                 Hari ini mama Alvin memasak sayur sop dengan ayam goreng. Moreo terlihat sangat begitu menyukai masakan dari mama Alvin, begitupula dengan Alvin.                 “Wah, enak nih tan, masakannya,” kata Moreo memuji masakan dari mama Alvin.                 “Ah bisa aja kamu Mor,” kata mama Alvin sambil tersenyum malu.                 “Eh iya, Jovan kemana? Tumben kalian gak main bareng,” tanya mama Alvin.                 “Besok giliran dia yang ujian, jadinya hari ini dia gak ikut main,” kata Alvin menjelaskan kepada mamanya.                 “Ohhh,” kata mama Alvin, lalu ia meninggalkan meja makan dan berniat keluar karena ada tamu.                 Selesai makan, mereka berdua naik keatas lagi sambil melanjutkan bermain game hingga malam, setelah itu mereka tidur. Sebelum tidur, seperti biasa. Alvin menyetel lagu, supaya tidur nya semakin nyenyak. Baru saja ia menyetel lagu, tiba-tiba Moreo sudah langsung tertidur pulas di sofa kamar Alvin. Ia hanya geleng-geleng dengan kelakukan manusia satu itu, tetapi di lain sisi, ia juga merasa kasihan dengan Moreo. Jarang ada orang yang bisa kuat dengan keadaan yang memaksa kita untuk menyerah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD