Episode 6

1933 Words
    Hari ini Alvin dan Moreo berniat menjemput Jovan, sekalian bermain ke Bandung untuk melihat-lihat kampus tujuan mereka. Karena sudah pusing selama sebulan lebih belajar terus, akhirnya mereka memutuskan untuk jalan-jalan untuk refreshing otak mereka yang selama ini dipake untuk belajar. Kalau Bahasa anak-anak sekarang sih, healing. Selama sebulan kebelakang jga, Alvin masih sering memikirkan Serra. Ia juga masih menyimpan barang-barang pemberian dari mantannya itu, walaupun terbilang cukup murah, tetapi kenangannya yang bikin barang itu terlihat lebih mahal di matanya Alvin. Ia belum berniat membuang barang-barang dari mantannya itu, menurutnya itu adalah pemberian yang berharaga buat dirinya, meskipun ia sudah tidak bersama Serra lagi. Disatu sisi, setiap kali Alvin melihat barang pemberian dari mantannya itu, ia selalu teringat dengan wajah serta kalimat yang diucapkan oleh Serra waktu memberi hadiah tersebut kepada Alvin.                 “Speaker ini aku kasih ke kamu, supaya kamu bisa dengerin playlist kita,” kata Serra                 Kalimat itulah yang selalu lewat dibenak Alvin, makanya sampai sekarang ia masih memakai speaker itu, sesekali juga ia sering , mendengarkan playlist yang mereka buat waktu masih menjalin kasih.                 “Yaelah Munk, masih aja diliatin itu speaker,” ledek Moreo yang membuyarkan lamunan temannya itu.                 “Yeh, ini pengen gua charge. Baterainya habis. Gara-gara semaleman disetel music,” jawab Alvin.                 “Yaudah ayo, berang-berang bawa tongkat,”                 “Apaan tuh?”                 “Berangkattttt,” kata Moreo yang langsung keluar dari pintu kamar Alvin, dengan gaya yang sedikit ngondek.                 Lagi-lagi Alvin hanya geleng-geleng ngeliat kelakuakn absurd dari temannya itu. Setiap hari, ada aja kelakuan anehnya. Semalam Moreo tidurnya ngorok sampe Alvin susah tidur, suara ngoroknya lebih besar daripada suara lagu yang disetel. Ya, begitulah Moreo, kadang kelakuan konyol nya itu bikin orang yang berada di dekatnya menjadi terhibur.                 Mereka berdua sudah siap-siap untuk menjemput Jovan, menggunakan mobil milik Alvin. Mobil ini adalah hasil dari uang menabung Alvin selama masih SMA. Mobil ini niatnya ia gunakan untuk pergi berkuliah. Hari ini Moreo yang menyetir mobil itu, karena Alvin masih setengah ngantuk dan nyawanya pun belum kekumpul banyak. Sedangkan Moreo, dilihat dari ngoroknya saja, sepertinya dia sangat puas selama tidur semalam.                 Sebelum berangkat, mereka berpamitan kepada ayah dan mama Alvin. Sekaligus minta izin supaya diperbolehkan jalan-jalan ke Bandung untuk melihat kampus yang mereka incar. Ayahnya mengizinkan mereka untuk pergi jalan-jalan, sekaligus ayahnya juga paham kalau mereka butuh refreshing selama sebulan ini. Sedangkan sang ibu sedikit khawatir karena Bandung cukup jauh dari Jakarta, ia takut anaknya itu kenapa-kenapa.                 “Gak kejauhan Vin, kalian ke Bandung?” kata sang ibu menanyakan mereka berdua.                 “Engga bu, lagipula kan mau refreshing. Pusing juga sebulan lebih belajar terus,” jawab Alvin.                 “Tenang tante, kita bawa mobilnya pelan-pelan kok. Bahkan kalau balap-balapan sama semut, semutnya yang menang,” celetuk Moreo dengan gaya bercandanya.                 Ayah dan ibu Alvin pun langsung tertawa ngeliat celetukan aneh dari Moreo. Memang ada-ada saja celetukan orang aneh. Ayahnya pun langsung meyakinkan istrinya itu, kalau mereka tidak akan kenapa-kenapa. Asalkan hati-hati dan jangan ngebut. Kalau ngantuk juga harus gantian nyetirnya atau berhenti di rest area. Setelah mendengar penjelasan ayah Alvin, sang ibu pun memperbolehkan anaknya itu untuk pergi ke Bandung dengan syarat harus hati-hati dan patuhi rambu lalu lintas.                 Alvin dan Moreo pun berpamitan dengan kedua orangtuanya dan berangkat pergi. Di perjalanan menuju tempat ujian Jovan, mereka mampir ke supermarket untuk membeli cemilan. Setibanya di supermarket, Alvin melihat mobil yang sangat mirip dengan mobilnya Megan, ketika Alvin masuk ke dalam supermarket tersebut ia melihat Megan sedang bersama perempuan yang seperti ia kenal rambutnya. Perempuan yang ia rasa pernah dekat dan hadir di dalam hidupnya, perempuan itu adalah Serra. Iya Serra, mantan kekasih Alvin. Megan dan Serra tidak menyadari keberadaan Alvin, tetapi Alvin sadar dan melihat keberadaan mereka berdua. Melihat kejadian itu, ia langsung keluar dari supermarket dan tidak jadi membeli cemilan.                 “Gajadi beli cemilan lo Munk?” tanya Moreo yang sedang santai duduk diluar supermarket sambil menghisap sebatang rokok.                 “Gak Mor, mahal harganya, mending cari supermarket lain aja,” kata Alvin yang sedang menutupi kegalauannya dengan cara berbohong, padahal ia tidak pernah hitung-hitungan kalau soal harga cemilan dan ia juga paham kalau harga cemilan di supermarket lebih mahal dibandingkan dengan toko kelontong pinggir jalan.                 “Yaudah duduk aja dulu dah, gue ngabisin ini dulu,” kata Moreo sambil menunjuk rokok yang ia hisap, tinggal setengah lagi.                 “Langsung cabut aja, keburu macet dijalan Mor, gue dah yang nyetir,” kata Alvin terlihat seperti terburu-buru, ia langsung mengambil kunci mobil yang ada diatas meja dan membuka mobil tersebut. Moreo yang sedang duduk santai, mau tidak mau harus mengikuti kemauan temannya itu. Ia juga merasa ada yang aneh dengan tingkah Alvin, padahal tadi biasa-biasa saja, sekarang malah ingin cepat-cepat.                 “Buru-buru amat Munk, kenape dah?” tanya Moreo yang sambil jalan menuju ke mobil.                 “Takut macet Mor, ntr bukannya healing malah sinting kita di jalan,” jawab Alvin sambil menyalakan mesin mobilnya. Ia pun memundurkan mobilnya dan keluar dari parkiran supermarket itu. Moreo hanya diam saja dan mengiyakan omongan Alvin, ia juga takut kalau macet, yang ada malah sinting di jalan.                 Mereka pun menuju kearah Universitas Niat Belajar untuk menjemput Jovan. Di sepanjang perjalanan, Alvin melamun dan tidak ngomong sepatah kata pun di dalam mobil. Moreo yang duduk disebelahnya hanya memandanginya dengan penuh pertanyaan dibenaknya. Supaya suasan tidak terlihat seperti canggung, akhirnya Moreo pun memutar radio. Siaran itu pun memutarkan lagu yang berjudul “terlatih patah hati.”                 Setibanya di Universitas Niat Belajar, Alvin langsung memarkirkan mobilnya di depan Gedung FISIP, tepat dengan tempat ujian Jovan.                 “Kecepetan nih, kita Munk,” kata Moreo.                 “Paling 30 menit lagi Mor,” kata Alvin santai.                 “Selesainya?” tanya Moreo.                 “Mulainya,” jawab Alvin dengan serius.                 “Kambing. Berarti kita kecepetan dong ini sampenya?” tanya Moreo yang sedikit kaget.                 “Ya enggalah. Palingan bentar lagi selesai, santai napa Mor. Gausah buru-buru.”                 Moreo yang merasa heran dengan tingkah temannya itu pun langsung memasang muka yang sedikit kesal dengan mata yang melotot sambil cemberut.                 “Perasaan tadi lu yang buru-buru Munk,” kata Moreo yang sedikit kesal dengan temannya itu.                 “Yah itukan tadi, beda sama sekarang Mor,” jawab Alvin dengan muka yang sok polosnya itu.                 Moreo pun langsung keluar dari mobil Alvin dan ingin merokok di luar.                 “Ngerokok dulu dah gua Munk, daripada dengerin omongan lu yang kaga jelas,” kata Moreo.                 Alvin hanya mengangguk saja. Setelah Moreo keluar, Alvin mencari-cari saluran radio yang seru. Sebenarnya ia sudah ada platform music yang seru di hp nya, tetapi ia masih ingin mendengarkan radio karena menurutnya, penyiar radio seperti teman yang tak kasat mata. Iya, karena kita gak bisa melihat mereka dengan mata, kita hanya bisa mendengar suara mereka yang lembut seperti gulali. Alvin juga tertarik ingin menjadi penyiar, menurutnya penyiar radio adalah pekerjaan yang asyik dan menghibur.                 Sesaat sedang mendengarkan lagu dari radio, tiba-tiba Alvin teringat kejadian di supermarket tadi. Menurutnya ini adalah rasa senang yang sangat sedih. Agak kontradiktif memang, tetapi itulah kenyataannya. Ia merasa senang melihat Serra tersenyum Bahagia dengan pasangannya sekarang, tetapi ia merasa sedih karena bukan dia, orang yang dapat membuat Serra tersenyum Bahagia, melainkan orang lain. Alvin juga masih menyimpan foto-foto kenangan bersama Serra pada masa itu. Ia masih tidak ingin menghapusnya, entah apa yang ia pikirkan, intinya ia tidak ingin menghapus foto itu.                 Ketika sedang asyik mendengar radio dan melihat-lihat isi galeri di HP nya, tiba-tba ada yang mengetuk kaca mobilnya.                 “Munk, buka,” kata Moreo dari luar.                 Alvin pun langsung membuka pintu mobilnya tersebut.                 “Jovan masih lama kayanya, makan dulu lah ayo di kantin,” kata Moreo                 “Yaudah ayo,” kata Alvin yang mengiyakan ajakan Moreo. Ia langsung mematikan AC dan mesin mobilnya itu, lalu pergi ke kantin.                 Mereka pun jalan menuju kantin kampus yang terletak di sebrang parkiran mobil mereka. Moreo juga sudah mengabarkan kepada Jovan kalau mereka sedang menunggunya di kantin, melalui grup whatssapp. Setibanya di kantin, Moreo langsung memesan makanan sedangkan Alvin mencoba melihat sekelilingnya, ia mencari perempuan asing itu. Ia sadar kalau kemarin ia bertemu dengan Ana dan tidak menegurnya. Kali ini, jika ia bertemu dengan perempuan itu, ia ingin menegurnya dan menanyakan apakah bisa ujiannya.                 Ketika lagi asyik makan, tiba-tiba Jovan datang dari kejauhan dan memanggil nama mereka berdua.                 “Moreooo, Chipmunkk,” kata Jovan yang teriak memanggil kedua temannya itu. Ia pun menghampiri mereka. Ia tidak sadar kalau di tempat itu sangat ramai dengan para siswa dan mahasiswa. Memang dasar manusia paling pede.                 Mendengar Namanya dipanggil “chipmunk” Alvin pun langsung memasang muka yang malu dan kesal kepada Jovan.                 “Kampret lu van, orang-orang jadi ngeliatin gue,” kata Alvin malu.                 “Hahahha, sorry Munk,” kata Jovan sambil tertawa. Sedangkan Moreo masih asyik dengan mie ayamnya.                 "Soalnya gak terlalu susah sih, sama apa yang lu kasih tau kemarin juga ada yang keluar,” kata Jovan ke Alvin.                 “Nah kan, gue bilang juga apa,” kata Alvin dengan bangganya karena telah memberitahu kepada Jovan. Sesekali ia melihat ke kanan dan ke kiri.                 “Liat apaan sih lu?” tanya Jovan kepo.                 “Liat lingkungan kampusnya. Bagus,” kata Alvin berbohong, padahal ia lagi mencari seseorang.                 Jovan hanya mengangguk saja lalu memesan makanan karena ia sudah lapar. Baru saja makanan yang Jovan pesan datang, eh makanannya Moreo sudah habis.                 “Dah yuk cabut,” kata Moreo yang sudah kenyang.                 “Kambing. Makanan gue aja baru dating, lu udah mau cabut aja,” kata Jovan yang sedikit kesal.                 “Hahahah Sorry bro, kaga tau gue,” jawab Moreo santai dan tertawa kecil.                 Moreo pun izin ke mereka berdua untuk menghisap rokok lagi, ini yang ketiga kalinya.                 “Lu gak makan Munk?” tanya Jovan.                 “Udah tadi,” jawab Alvin singkat.                 Jovan pun melanjutkan makannya dengan lahap. Tadi pagi ia lupa sarapan, makanya kali ini ia makan banyak. Alvin masih saja sibuk melihat ke kanan dan ke kiri seperti orang mau nyebrang. Jovan yang sedikit bingung dengan tingkah temannya itu pun bertanya “Nyari siapa dah?”                 “Perempuan asing yang waktu itu gue temuin di Gramedia,” kata Alvin keceplosan.                 Jovan hanya memasang muka heran dan bingung.                 “Emang dia kuliah disini?”                 “Belum kuliah, tujuan dia emang mau kuliah disini,”                 “Ohhh, dia tes disini juga?” tanya Jovan yang sambil makan siomay.                 “Iyaa kayanya, kemarin waktu gue balik test, gue kaya ngeliat dia masuk ke kampus ini,” jawab Alvin.                 “Yah mungkin dia udah tes kemarin, tapi di sesi 2,” jawab Jovan santai.                 Ada benarnya juga omongan Jovan itu, kan kemarin Alvin masuk di sesi 1.                 “Lu tertarik ama dia Munk?” tanya Jovan penasaran.                 “Engga,” jawab Alvin dengan jujur. Ia sebenarnya tidak tertarik, tetapi ia penasaran dengan perempuan itu.                 “Terus?”                 “Ya gapapa, gue Cuma penasaran aja,” kata Alvin.                 “Ohhh,” jawab Moreo, ia juga paham dengan keadaan temannya itu. Alvin tidak mungkin semudah itu untuk Move on dari Serra.                 Jovan telah selesai makan. Mereka pun pergi ke parkiran mobil dan menghampiri Moreo.                 “Dah yuk berangkat,” kata Moreo yang sudah menghabiskan rokoknya itu.                 “Gue dah yang bawa,” Jovan menawarkan dirinya.                 Mereka berdua setuju dan mulai masuk ke mobil serta keluar dari parkiran kampus itu. Mereka hari ini akan menuju ke Bandung untuk melihat-lihat kampus tujuan mereka. Padahal pengumuman masih 2 bulan lagi, tetapi mereka masih tidak sabar dengan hasilnya. Mereka bertiga sangat percaya diri kalau mereka bisa lolos UMPTN.                 “Pelan-pelan Van, gue masih mau hidup,” kata Alvin bercanda.                 “Kalem bro, gue bakalan pelan. Bahkan kalau balap-balapan sama kura-kura, malah kura-kura nya yang menang,” kata Jovan bercanda.                 Lalu mereka bertiga tertawa bersama-sama dan saling bertukar cerita-cerita lucu diperjalanan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD