Episode 7

1849 Words
    Selama perjalanan menuju Bandung, banyak yang mereka ceritakan. Tentang apa saja, ada tentang satpam takut banci, pegulat takut kecoak bahkan atlet renang takut kedalaman. Memang cerita nya banyak yang aneh dan tidak masuk akal, tetap itulah yang terjadi jika cowok-cowok pada ngumpul bareng. Apa saja bisa mereka ceritakan, tentang filsafat, ekonomi, bahkan masalah-masalah yang seharusnya tidak menjadi masalah.                 “Mending bubur diaduk apa bubur gak diaduk?” tanya Moreo, membuka percakapan yang aneh.                 “Bubur mah dimana-mana diaduk, biar bumbunya merata,” kata Alvin yang langsung menjawab pertanyaan konyol temannya itu.                 “Yeh, bubur mah gausah diaduk, langsung makan aja,” kata Jovan gamau kalah.                 “Lah, bubur mah diaduk dulu biar bumbunya merata,” kata Alvin gamau kalah juga.                 “Eh, Munk bubur tuh lansgung dimakan aja gausah diaduk. Yang ada bikin eneg,”                 “Lah kalau gak diaduk, bumbunya jadi gak nyampur dong,”                 Melihat pertengkaran yang gak usai, akhirnya Moreo buka suara.                 “Udah, udah. Bubur itu dimakan,” kata Moreo yang mencoba menenangkan suasan, malah membuat suasana semakin panas.                 “Ya iyalah di makan, masa di minum,” celetuk Alvin.                 “Udah, intinya bubur itu gausah diaduk,” kata Jovan yang masih aja kekeh sama pilihannya, padahal dia lagi nyetir mobil.                 Moreo yang merasa bersalah karena telah membuat pertengkaran, akhirnya mencoba untuk mengalihkan suasana.                 “Udah, udah. Ini udah mau keluar jalan TOL,” kata Moreo, mencoba mengalihkan suasana.                 Ketika sudah mau keluar TOL, ternyata kartu TOL saldonya habis, Jovan dan Moreo pun tidak memiliki saldo di kartunya masing-masing. Akhirnya mereka pun berinisiatif untuk meminjam kartu ke mobil yang ada di belakang mereka.                 “Mor, turun gih, pinjem ke mobil yang belakang,” kata Jovan yang menyuruh Moreo untuk meminjam kartu.                 “Lah kenapa gue?” tanya Moreo                 “Kan lu yang tadi mulai nanya-nanya gajelas,” celetuk Alvin.                 “Terus hubungannya sama minjem kartu apa Munk?” tanya Moreo lagi. 3 menit lebih mereka berdebat di dalam mobil, tiba-tiba di klakson oleh mobil yang dibelakangnya.                 “Udah sana Mor, kan lu yang paling percaya diri,” kata Alvin menyuruh Moreo.                 Mau tidak mau, Moreo pun langsung turun dan berjalan ke mobil yang dibelakang. Tidak ada 1 menit lebih, ia sudah bisa meminjam kartu TOL milik orang lain. Lalu, kartu itu ia tempelkan ke mesin otomatis dan mobil Alvin pun melaju. Lalu, Moreo mengganti uang yang tadi dipakai untuk bayar TOL, harga TOL nya 7 ribu. Setelah itu Moreo pun Kembali ke mobil Alvin.                 “Udah lug anti Mor?” kata Alvin.                 “Udah Munk, untung aja gue megang uang receh tadi, bekas kembalian beli rokok,” jawab Moreo santai. Ada gunanya juga berteman dengan Moreo, dia adalah manusia yang paling percaya diri di dunia.                 Sebelum menuju ke kampus, mereka mampir dahulu ke supermarket untuk mengisi kartu TOL. Mereka takut lupa mengisi kartu nya dan nanti kejadian yang tadi terulang kembali. Untung saja, ada orang baik yang ingin meminjamkan kartunya.                 “Munk, ikut turun gak?” tanya Jovan                 “Enggalah, gue disini aja,” kata Alvin yang masih ingin berdiam diri di mobil.                 “Gue ke toilet dulu ya, sakit perut,” celetuk Moreo. Seperti biasa, Moreo selalu melakukan ritual setiap kali pergi kemana-mana.                 Jovan dan Moreo pun turun untuk keperluannya masing-masing. Jovan mengisi kartu TOL dengan uangnya sendiri, karena mobil dan bensin sudah diisi oleh Alvin sang pemilik. Sedangkan Alvin hanya berdiam diri saja di mobil dan masih dengan hatinya yang galau. Ia selalu saja mengingat Serra setiap kali ia sedang sendiri. Ia selalu dengan rasa kecewanya yang tak pernah usai, ia selalu menemukan pertanyaa-pertanyaan dibenaknya. “Kenapa harus pacaran sama gue, kalau dia masih sayang sama mantannya?”                 Ketika Alvin sedang ngelamun tiba-tiba Jovan datang dari luar dan mengetuk kaca mobil. Alvin pun membuka kan pintu mobilnya.                 “Bengong mulu lu, kaya umang-umang,” kata Jovan bercanda                 “Ngantuk gue,” jawab Alvin berbohong, padahal dia lagi galau.                 “Kalem, bentar lagi kita sampe. Banyak cewe bening di Bandung sini Munk,” kata Jovan tersenyum kecil seolah-olah dia yakin akan mendapatkan jodohnya disini.                 Alvin hanya geleng-geleng ngeliat kelakuan temannya itu. Niat Alvin untuk kuliah di Bandung adalah untuk pergi jauh dari Jakarta dan segala kenangannya dengan Serra. Ia berjanji kepada dirinya sendiri, untuk tidak pacaran selama kuliah karena ia tidak ingin kejadiannya terulang Kembali.                 “Yaudah ayo gas lah, kesorean ntr,” kata Jovan.                 “Moreo mana?” tanya Alvin.                 “Lah iya, si kambing masih berak.”                 “Yaudah tunggu bentar lagi aja,” usul Alvin.                 Tidak lama kemudian, Moreo pun datang, dengan membawa siomay yang ia beli di abang-abang pinggir jalan.                 “Ayo lah cabut,” kata Moreo sambil memakan siomay.                 “Lah ayo, daritadi kita nungguin lu,” kata Joavn ke Moreo.                 Moreo hanya tertawa kecil sambil berkata, “Sorry, tadi gue abis berak sekalian beli siomay, laper gue.”                 Kemudian mereka pun jalan dan menuju ke kampus tujuan mereka. Sesampainya di kampus, mereka parkir tepat di depan kantin umum kampus tersebut. Yang ternyata banyak mahasiswa yang sedang nongkrong di kampus itu. Ada yang sedang duduk di kantin, ada yang sedang duduk dibawah pohon rindang samping parkiran, ada juga yang sedang bermain futsal di lapangan.  Mereka pikir, di hari libur seperti ini, kampus sepi, tetapi ternyata salah. Mereka mengira bahwa kampus sama seperti sekolahan, jika hari libur tidak ada orang, paling hanya ada satpam dan beberapa staf sekolahan.                 “Kalo kampus beda ama sekolahan ya, rame mulu,” kata Moreo.                 “Iyaa, enak dah bisa nongkrong di kampus seharian,” balas Jovan.                 Mereka bertiga belum turun dari mobil, karena bingung mau kemana sangking ramainya.                 “Eh ini kita kemana?” tanya Alvin.                 “Gatau, gue juga bingung,” jawab Jovan                 “Kantin aja lah,” celetuk Moreo.                 “Yakin lu Mor? Rame banget disana,” Jovan mencoba meyakinkan temannya.                 “Yakinlah, daripada disini kita bengong doang kaya kambing congek,” kata Moreo dengan gaya bercandanya.                 “Yaudah ayo lah kantin,” kata Alvin dengan penuh semangat.                 Moreo dan Jovan seperti orang kebingungan. Perasaan daritadi dia diem aja, sekarang kenapa kaya orang mau perang. Semangat banget.                 “Udah gak kena gendam lu?” tanya Jovan sambil tertawa, lalu diikuti oleh tawanya Moreo.                 “Kampret,” bales Alvin dengan tawa juga.                 Lalu mereka bertiga pun keluar dari mobil dan menuju ke kantin. Berjalan seperti seorang geng dengan Alvin yang berada di depan mereka, ternyata tidak membuat mereka menjadi pusat perhatian. Justru banyak yang gak sadar kalau ketiga anak ini bukan mahasiswa di kampus tersebut. Mereka pun duduk di salah satu sudut kantin tersebut.                 “Pesen apa mas?” kata salah satu penjaga kantin tersebut.                 “Mie goreng 1 pak, gak pake cabai ya,” kata Alvin.                 “Saya Mie rebus pak,” kata Jovan.                 “Saya es teh manis dingin pak,” kata Moreo.                 “Es teh manis dingin?” kata Jovan kaya ngerasa ada yang aneh.                 “Es teh manis mah emang dingin Mor,” kata Alvin sambil tertawa kecil.                 “Lah iya juga ya,” Moreo pun tertawa juga. Mereka berempat sama-sama tertaw. Aneh memang kelakuan manusia satu itu.                 Sambil menunggu pesanan makanan nya datang, Moreo pun pergi ke lapangan futsal sekalian melihat-lihat lingkungan kampus. Alvin hanya duduk saja sambil memperhatikan lingkungan sekitar, sedangkan Jovan sibuk update status di instagramnya. Mereka tidak bisa banyak berkeliling kampus karena ada beberapa Gedung yang sedang digunakan untuk rapat. Mereka pun hanya bisa melihat-lihat kantin dan lapangan kampus saja.                 Hari sudah menjelang sore, akhirnya mereka pulang dari kampus dan menuju ke Jakarta. Dalam perjalanan mereka juga saling bercerita tentang suasan kampus yang sangat berbeda dengan suasan di SMA. Ternyata tidak semua anak-anak kuliahan bergerombol, ada juga yang duduk sendirian di bawah pohon rindang dengan laptopnya, ada juga yang pacaran di kantin.                 “Tadi gue liat cewe cantik banget,” kata Jovan yang sedang memegang HP nya sambil scroll scroll di media sosial.                 “Lu tau Namanya?” tanya Alvin sambil fokus menyetir mobil.                 “Kaga,” jawab Jovan.                 “Yahh, gak bisa mutualan dong lu di sosmed,” celetuk Moreo.                 “Tenang, gue inget mukanya kaya gimana,” kata Jovan menjawab dengan santai omongan dari Moreo.                 “Lah caranya gimana?” tanya Alvin bingung, Moreo juga sama bingungnya dengan Alvin.                 “Gue cek satu-satu lah followers di i********: kampus Universitas Pengen Belajar,” kata Jovan.                 “Kampret, kan followers tuh kampus ada 10ribuan, terus lu cek satu-satu tuh?” tanya Moreo yang tambah bingung.                 “Iyaalah, santai.”                 Jovan memang orang yang paling niat, kalau masalah mengincar perempuan, apapun ia lakukan asalakan dapat. Memang cinta itu buta.                 “Terniat,” kata Moreo, dia pun tidur dibelakang karena sudah kecapean, sedangkan Jovan masih asyik dengan HP nya.                 “Kalau mau gentian bilang Munk,” kata Jovan.                 Alvin hanya mengangguk saja dan menyetel radio. Lagi-lagi radio selalu menampilkan lagu-lagu galau yang sangat relate di kalangan anak-anak muda. Alvin menyetir mobilnya sambil terus bernyanyi.                 Selama dua jam lebih perjalanan dari Bandung, akhirnya mereka sampai juga di rumah Alvin. Moreo dan Jovan pun pamit pulang. Lalu Alvin masuk ke rumah dan langsung masuk ke kamarnya di lantai atas. Ia langsung merebahkan badannya diatas Kasur dan menyetel music dari speaker nya itu.                 Tidak lama kemudian HandPhonenya berbunyi, ada whatssapp yang masuk.                 “Tadi kamu ke supermarket ya?” tanya Serra. Ternyata yang mengirim pesan adalah Serra, mantan kekasih Alvin.                 “Iya, kenapa?” tanya Alvin. Ia bingung, kenapa Serra tiba-tiba mengirim pesan? Kenapa dia seolah-olah peduli kalau Alvin habis dari supermarket dan bertemu dengan dirinya.                 “Gapapa nanya aja,”                 “Ohh,” balas Alvin singkat. Setelah itu tidak ada lagi balasan dari Serra, sebenarnya apa maksud dan tujuan perempuan itu? Tiba-tiba mengirim pesan, tiba-tiba menghilang. Hal seperti ini membuat Alvin menjadi overthinking. Lagi-lagi ia dibikin gagal Move on oleh mantannya itu. Ia pun membuka HP nya dan bermain game mobile untuk menghilangkan rasa galau nya.                 Tetapi, game yang seharusnya menjadi tempat untuk seru-seruan, malah menjadi tempat paling menyebalkan. Banyak anak-anak kecil yang kurang edukatif sehingga bisa menghina siapa saja di dalam game. Apalagi game mobile yang sedang ramai dikalangan remaja Indonesia, cukup banyak anak-anak kecil yang bertindak tidak sopan, bahkan menghina hal-hal yang tidak pantas.                 Akhirnya, Alvin menyudahi permainannya itu dan mencoba untuk tidur, ia berharap semoga besok adalah hari yang menyenangkan tidak seperti hari ini. Padahal tadi ia sudah healing dan jalan-jalan. Bukannya stress hilang, justru malah datang.                 Sudah lebih dari 30 menit ia tidak bisa tertidur,ia merasa ada banyak hal yang mengganggu pikirannya. Ia mencoba membuka youtube dan mencari video-video lucu, mungkin hal tersebut dapat meringankan pikirannya. Setelah 10 menit lebih ia scroll youtube, tiba-tiba ia mendapatkan sebuah video seorang stand up comedyan. Lalu ia menonton video tersebut.                 Seorang stand up comedyan tersebut bercerita tentang patah hatinya, yang sangat relate dengan beberapa orang di media sosial, begitupula dengan Alvin. Alvin tertawa terbahak-bahak mendengar cerita stand up comedyan tersebut, cerita yang sangat jujur dan lucu yang membuat ia merasa sangat diwakilkan. Diakhir video dituliskan seperti ini “Jika anda ingin menonton stand up comedy, datanglah ke jalan pangeran antasari, disana juga anda dapat mencoba untuk stand up comedy.”                 Setelah melihat tulisan itu, Alvin berniat untuk pergi kesana, siapatu dengan cara menonton komedi, ia dapat menenangkan pikirannya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD