My cup of coffee

1130 Words
  Message from Handy: Hi, Kendal Jenner. Lunch?   Ken tersenyum miring, kemudian menyesap kopi tanpa gulanya pagi ini. Citya sering mengkritik kebiasaan Ken meminum satu gelas kecil kopi tanpa gula setiap pagi yang kental dan pahit. Suatu kali Citya pernah mencoba mencicipi ramuan kopi Ken, dengan wajah mengernyit Citya berujar "Pahit banget. Gila. Tinggal tambah rokok sama wafer aja tuh, udah kaya bapak bapak lagi tahlilan di kampung." waktu itu Ken hanya tertawa renyah. Dia pun tidak tau kapan persisnya ia mulai menyukai kopi. Ken tidak merokok, namun kopi adalah hal yang harus, semacam ritual pagi. Dia biarkan lidahnya merasakan pahit sebagai caranya mengalihkan diri dari semua kepahitan yang pernah ia rasakan. "Kamu nggak akan tahu apa itu manis kalau nggak merasakan yang pahit, Cit. Remember that." jawab Ken saat itu. Ken memainkan jarinya dengan lincah, memutar-mutar handphone tipisnya. Puluhan email outlook Ia abaikan, pikirannya masih sibuk mencerna kejadian semalam. Cepat, aneh, dan ajaib. Tiga kata itu yang bisa mewakilkan semua peristiwa semalam. Setelah pria yang menemukan handphone nya mendongak dan menatap wajahnya, seorang gadis kecil muncul dari belakang punggung Ken dan mulai berteriak. "Pi, I found you!" Gadis kecil itu langsung menghambur kepelukan pria yang berada persis di depan Ken. Alis mata Ken terangkat ke atas dengan natural. Seolah ia mendapatkan sebuah jawaban dari pertanyaan di kepalanya.             "Mmm, Excuse me." sela Ken diantara pelukan hangat antara seorang pria dan-mungkin-dengan anak perempuannya yang sangat cantik, mata bulat lebar serta rambut lurus panjang.  "He said that you found my phone and you brought it up to him. Trims udah nyelametin hp saya." kata Ken seraya menunjuk si barista yang sekarang sedang sibuk meracik kopi untuk pelanggan. Tidak ada respon selama beberapa detik. "Saya sering lupa naroh, dan kalo hp saya hilang lagi—" ada jeda sebelum Ken meneruskan kalimatnya. "It means, saya harus beli hp lagi untuk yang ketiga kalinya dalam setahun ini. So, Thank you so much." Ken tidak tau kenapa dia harus menjelaskan semua itu pada stranger ini, tapi melihat Laki-laki-dengan-anak-manis-disampingnya yang masih saja diam setelah Ia menyela kegiatan ayah dan anak mereka membuat Ken harus memberikan alasan yang kuat kenapa ia berdiri disitu sekarang. "Ken, lo tau interest rate Bank Zizuya hari ini nggak? yang nomer kontraknya 07/05/00102 butuh datanya nih." Tanya Genta membuyarkan ingatan Ken. Laki-laki berbadan tinggi dengan tato bergambar naga kecil di pergelangan tangan kiri ini sering kali disebut kekasih Ken. Banyak yang salah sangka dengan keakraban mereka. Genta adalah satu-satunya sahabat pria Ken yang bisa memahami keputusan Ken untuk hidup sendiri tanpa pria. Prinsip mereka hampir sama, tidak ingin membiarkan orang lain memegang kendali atas kebahagiaan mereka. Bedanya, Genta selalu dikelilingi wanita, yang siap dijadikan teman tidur kapanpun Genta membutuhkannya. "Lo bisa liat di BBorrowing sharingan gue, atau mau gue kirim email aja?" ujar Ken sambil terus menatap layar handphone, chat Handy semalam memang belum ia balas. Bukan berarti tidak mau membalas. Hanya saja, ia sudah lelah dengan chat basa basi seperti ini. Mungkin seperti sebelum-sebelumnya yang hanya bertahan dua minggu. Lalu tiba tiba hilang. Namun kali ini, ada hal aneh yang Ken rasakan. Muncul sedikit perasaan takut kalau kali inipun ia dan Handy tidak bisa meneruskan ke tahap yang lebih serius. "Well, kirim email boleh deh. Males buka sharingan lo. Anyway, gimana semalem? Oke nggak?" tanya Genta sambil membenarkan posisi tempat duduknya, mencoba mencari bola mata Ken yang setengah tertutup kubikel penyekat meja. Hampir empat tahun menjadi teman kerja, seolah tidak ada lagi rahasia diantara mereka.  "Handy. An auditor. He called me Kendal even I told him that I am not. Dia ngajak makan siang. Mau ikut?" Kata Ken sambil menggerakan mouse komputernya, muncul pop up question dialog untuk mengisi user name dan password, dengan cepat jari-jari Ken menari di atas keyboard. Beberapa spreadsheet muncul bersamaan dalam ukuran kecil. Ken mendesah pelan.  "Bisa lebih spesifik lagi? And about lunch, no. Thanks. Gue mau makan sama Sela. Temen baru, ketemu di Lombok waktu gue ke sana bulan lalu." Genta memutar kursinya dan kemudian berjalan ke meja Ken. "Kali ini lo mau nyoba? Mungkin kali ini berhasil."  "Another-mangsa-empuk-lo-of-the-week? Poor siapapun Sela." kata Ken tanpa memandang Genta yang sekarang sudah persis disebelahnya. "Ken—" panggil Genta dengan tidak sabar yang merasa pertanyaannya belum terjawab. Ken mendongak, mengalihkan pandangan matanya dari komputer menuju Genta. "Well, I wish. Semoga kali ini oke." jawab Ken meng-iya-kan kalimat Genta. Ken memang sedikit berharap kali ini berhasil. Genta langsung melotot, ia memegang bahu Ken dan menatap wanita itu tajam. Mencari kesungguhan di bola mata Ken. Sebagai wanita Ken termasuk kedalam kategori biasa, namun iris matanya yang berwarna coklat mampu mengunci tatapan orang lain seketika. "Parah lo. Gue tadi nyindir lo doang, dan lo ngaminin? Tumben banget. Udah butuh laki lo?" Ken tertawa mendengar penuturan Genta, sambil menurukan tangan Genta dari bahunya. Ken menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya sepelan mungkin. "Gue—" ujar Ken terputus, mencari kalimat yang tepat yang benar-benar mewakili perasaannya. "Gimana ya jelasinnya, gue mungkin nggak percaya cinta karena menurut gue itu terlalu abstrak untuk dijelaskan dan dirasakan—" "Both of us know that. Then?" tanya Genta memotong kalimat Ken. "Dan gue juga paling nggak suka bergantung sama orang lain, apalagi masalah hati. Menurut gue, mencintai orang lain sama aja memberikan mereka privilege untuk memporak porandakan hidup kita. Kayak yang gue hidup sendiri aja bahagia kenapa dengan adanya pasangan malah hidup gue jadi kacau? Yakan?” jelas Ken. "Kita udah sering bahas. Bukan itu pertanyaan gue." Genta memotong kalimat Ken lagi, sekarang ia menggeser posisinya agar bisa bertumpu di meja Ken dengan kedua tangan yang disilangkan ke d**a. "Tapi. Gue pengen hamil Gen." Genta hampir saja berhenti bernafas mendengar pengakuan Ken. "I mean, gue pengen berkeluarga. Semalem gue ngeliat ada anak kecil, perempuan, lucu gitu Gen. Manis banget, ngomongnya masih belum begitu lancar. Dia lagi dipeluk sama papa nya. Dan entah kenapa saat itu juga gue pengen jadi Ibu. Gue pengen hamil. Naluri kali ya Gen. Manusiawi kan? So ya I wish, Handy bisa meluluhkan dinginnya hati gue." ucap Ken seraya nyengir lalu mengambil handphone, mengetik balasan chat untuk Handy. "Kalau lo yang ngomong, gue tetep nggak bisa bilang itu manusiawi atau naluri. Lo lagi kerasukan! Lagian kalo lo cuma pengen hamil, gue bisa kali. Coba lo inget-inget, berapa kali lo nolak ajakan kencan gue? Sampai gue patah hati dan gonta-ganti pasangan kaya gini?" Genta mulai berorasi, tidak menerima jawaban Ken. "Sinting." kata Ken singkat sambil berdiri dan menoyor kepala Genta pelan. Ken tahu sahabatnya itu tidak pernah bermimpi apalagi membayangkan menjadi seorang ayah. Genta adalah salah satu tokoh representatif dari kalimat YOLO, You Only Live Once. Ken melihat jarum jam di tangan kirinya, sudah hampir jam makan siang ia merapikan rok dan membenahi beberapa helai anak rambutnya yang terjuntai ke depan kemudian dikibaskan rambut coklat panjangnya pelan, mengabaikan Genta yang masih berdiri kaku menatap Ken dengan tatapan tidak percaya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD