Bab 5

1405 Words
Honda Gold Wing 1800 cc.. Milik sang Owner Mat Sokran di parkir depan MTS. Sedang pemiliknya asik ngobrol sama pelanggan. Entah apa yang diobrolkan, tapi nampak celas dari kejauhan terlihat nampak asikbanget.. Sesekali nampak asap vape berhamburan, dan sesekali asap melambung berbentuk, sesaat kemudian memudar memenuhi ruangan. Owner MTV Store. Pakai moge seharga 1,1M lebih. Sering Juga memakai Harly koleksinya. Belum lagi kalau teman-teman komunitasnya mampir dan ngobrol lama di outletnya. Benar-benar strategi pemasaran hanya mereka yang jeli, mampu melihat motif sang Owner sering parkir mogenya di Depan toko miliknya. Gak bisa dipungkiri bahwa yang belanja vape di outlet miliknya ada sedikit rasa bangga, bahwa outled yang mereka kunjungi adalah outlet yang bonafide, dikunjungi oleh orang- orang kelas atas. Image itulah yang sedang Surti dan Mat Sokran bangun. Dan menarik pelanggan, serta lengkapnya barang yang ditawarkannya. Telepon berdering. Dilihanyatnya bahwa sang Istri menghubunginya, dan itu tak biasa terjadi. Kalau tidak ada kepentingan yang mendesak atau darurat "Pa, penting... ntar langsung pulang ya.. ada hal yang harus kita bicarakan.. I L U." Kemudian ditutup. Pasutri ini memang gak mau mencampuradukkan masalah pribadi dengan masalah bisnis, walaupun cuman sekedar via WA. Dan itu adalah kesepakatan mereka berdua. Firasat Sang Owner sedikit gak enak. Mungkin ada sesuatu yang Sangat penting untuk dibicarakan. Sesampainya di rumah, dikecupnya kening surti lalu bibirnya. Diteguknya kopi yang ada di meja. Sesaat kemudian. "Ini lagi, soal si Jhon berulah kembali, langkah apa kira-kira yang harus kita ambil, mengingat ini sepertinya sudah gak bisa kita pertahankan." "Okey.. Menurut Mama gimana." Dilemparkannya pertanyaan itu pada sang Istri. "Menurut Mama, Panggil Saja pak Tarman untuk bekerja kembali, Mama tau dia sudah gak akan mau. Karena ulah anaknya. Tapi Mama punya solusi terakhir apabila pak Tarman sampai gak mau tawaran itu." "Apa tawaran kedua menurut mama?" "Supaya kita juga minimal mengurangi rasa bersalah karena kita mengabaikan nasib orang yang dulu ikut merintis usaha ini, sedangkan kita hidup berlimpah berkat usaha itu." "Terus..langkah selanjutnya apa?" "Kita bukakan rekening, dan kita transfer setiap. bulan.. anggap saja dana pensiun, sebagai ucapan terima kasih atas pengabdian tulusnya selama ini." "Kita berikan semacam dana pensiun.. khusus pak Tarman nominal kita bicarakan nanti." "Mama, memang Istri yang luar biasa." Pujian sang suami hanya ditanggapi dengan senyum tipis "Tapi sayang." Lanjutnya dalam hati. "Terus kasus yang tentang si Jhon gimana." "Kita gak bisa memelihara ulat dalam taman yang kita rawat dan perjuangkan selama ini... masalah cara kita atur saja nanti... disisi lain kita gak bisa terlalu mencolok, karena akan melukai hati pak Tarman." _________ Malam itu ketika pasutri itu keluar bersama. "Pa,..... tolong cari tempat parkir di sebelah kiri, kok kayaknya Mama ngeliat pak Tarman lagi jualan di sana tadi." "Ah, mungkin Mama salah liat kali?" "Nggak mungkin, bener kok!!!" Setelah parkir mereka berdua menghampiri pedagang yang lagi duduk bengong. "Malam. pak." Sapa Surti membuyarkan lamunan pak Tarman. "E... nak Surti." Jawabnya sedikit kebingungan. "Jalan disini tho?... gimana... rame Pak?" "Hem.. tumben hari sepi. Biasanya jam segini Bapak sudah pulang." Terlihat banget kalau pak Tarman lagi menutupi, kegelisahan nya. "Ya.... mungkin karena malam minggu, jadi mereka pada beli panganan yang lain kali ya? Ya.. sudah tolong bungkus semua buat anak-anak nanti." "Sepertinya gorengan yang dijual pak Tarman , adalah gorengan sudah sejak siang tadi." Pikir Surti. "O.. iya besok bukanya jam berapa pak, biar anak-anak tak suruh kesini beli gorengan.. Kalau tau Bapak jualan disini kan anak-anak tak suruh beli disini aja." "O.. Sepertinya besok Bapak libur soalnya ada pesanan dirumah". Kata pak Tarman. "Ya sudah, kalau Bapak. sibuk, kami berdua gak berani mengganggu. Sebenarnya ada yang harus kami bicarakan sedikit.. tapi ya sudah gak jadi." Kemudian mereka berdua pamit. Baru beberapa langkah, pak Tarman memanggil. "Nak Surti, tunggu.. sebentar." Pak Tarman bergegas merapikan dan menutup serta mengunci rombong tempat jualan gorengan. "Pak Man ikut, kita bicara di rumah saja." Katanya. "Ada gerai kopi yang bisa dipakai ngobrol disana, lebih baik sambil ngobrol santai sambil ngopi." Pertemuan dengan mantan majikannya kali ini membuat pak Tarman benar-benar membuat dia gak nyaman, karena sudah dapat dipastikan bahwa akan membahas masalah si John dan ulahnya. Kopi dan hidangan yang dipesan sudah siap dinikmati. Sang mantan majikan. Mengawali pembicaraan, sebab dari tadi mereka bertiga diam seakan kehabisan bahan untuk pembuka kata. "Begini Pak, ada beberapa macam aksesoris, yang tidak dijual dipasaran,kalau pun ada, bapak juga sudah tahu kalau barang itu hanya di jual di luar negeri dan itu brand serta model hanya ada di semua toko cabang kita. Semua karyawan tidak tau itu, yang mengerti hanya beberapa staf kepercayaan saja termasuk bapak." Mendengar apa yang dibicarakan sang mantan, jelas pak Man tau arah pembicaraan mau kemana, tapi dia berusaha untuk mendengar. Walaupun sebenarnya jantungnya terasa mau copot. "Nah setelah staf kita menelusuri, ternyata ada di beberapa pasar dan hampir semua pedagang menjualnya. usut- punya usut ternyata sumbernya cuman dari satu orang. dan saya kaget nominal yang tercatat atas kebocoran itu mencapai 1,5 M, sungguh nilai yang fantastic untuk sebuah kebocoran yang kami tidak tau." Mendengar nilai yang diluar nalar, pak Tarman mukanya merah padam dan gemetaran. "Nah keputusan kami berdua, secara diam-diam dan tidak kami publikasikan dengan catatan Bapak kembali bekerja ditempat kami, bukan sebagai driver seperti dulu, melainkan sebagai pengawas. adapun oknum pelaku kami berhentikan. agar bisa mencari pekerjaan, maka tidak kami kasuskan." "Sungguh mulia hati mantan majikan, baik orang tuanya, maupun generasi penerusnya." Pikir pak Tarman, tanpa disadari air matanya meleleh di pipi pak Tarman tanpa mampu ditahan. "Sebisa mungkin dalam beberapa hari ini, Bapak sudah mulai bekerja, adapun tugas-tugas Bapak nanti kami beritahu saat Bapak mulai kerja." "O, iya.. Bapak kalau ke tempat jualan naik apa?" "Naik angkot nak.... lha wong Bapak gak punya sepeda motor." "Ya sudah kapan Bapak siap kerja, biar anak-anak yang jemput nanti bapak pulang kerja pake mobil operasional saja biar gak naik angkot." Sepulangnya dari pertemuan itu. Semalaman pak Tarman gelisah. Pikirannya mengembara entah kemana. "Sungguh, gak menyangka anak semata wayangku bisa melakukan hal seperti ini." "Tapi apa benar dia?!" "Sementara mantan majikan gak menyinggung nama. anakku... aaaah!!!" Dipejamkan matanya ... namun hingga kokok ayam mulai bersahutan, belum juga mampu terpejam. Si John terlahir prematur, sedang Mama yang melahirkannya, tak mampu tertolong. Menghembuskan nafas terakhir, ketika dia masih dalam kandungan. Jadi si John lahir lewat operasi. Karena tanpa Mamalah sehingga kasih sayang pak Tarman menjadi berlebihan terhadapnya. Bayi mungil itu dititipkan neneknya, saat ditinggal pak Tarman bekerja sebagai sopir papanya Mat Sokran. Usia 9thn, si John terpaksa harus mandiri, karena nenek yang mengasuhnya, dipanggil Tuhan. sedang sang Ayah sangat sibuk, karena usaha papanya Mat Sokran nerkembang pesat saat itu. Si John kecil memang harus mandiri di usia yang seharusnya mendapat kasih sayang, seperti teman-teman seusianya. Bisa sampai lulus SMA Itu sudah bersyukur, bukan karena kurang cerdas, melainkan kenakalan dan jarang masuk sekolah itu sudah mulai duduk di bangku Sekolah Dasar. Pak tarman meloncat kaget setelah mendengar mobil berhenti di depan rumahnya. dan bergegas keluar menghampiri. Ternyata pedagang spring bad. murah yang dijajakan masuk kampung-kampung. Setelah beberapa waktu. Supir bersama Surti, benar-benar datang, tapi pak Tarman baru saja terlelap. Diketuknya pintu, tak seberapa lama pak Tarman keluar dalam keadaan masih mengantuk berat, karena memang semalaman gak bisa tidur. Melihat sang majikan tersenyum padanya, ia pun mempersilahkan masuk dan berkata: "Aduh maaf saya bangun kesiangan." Setelah sang majikan duduk ia pamit untuk mandi. Saat menunggu pak Tarman mandi si Surti melihat-lihat semua ruangan tanpa perabotan satupun seperti ketika dia pertama berkunjung ke rumah ini waktu itu. “Sudah non, maaf bapak kesiangan bangun,” Kata pak Tarman. “Saya juga merasakan yang bapak alami kok, seandainya saya di posisi bapak, mungkin saya gak bisa setegar bapak. Tapi saya minta bapak gak perlu berfikir sekeras itu dan gak perlu juga terlalu menyalahkan bapak sendiri. Kami tetap percaya, setiap masalah tu datang. Selalu ada hikmah yang bisa kita petik. O iya yuk kita berangkat” Sepanjang perjalanan, si Surti sama sekali tidak menyinggung tentang masalah yang sedang terjadi, melainkan fokus pada tugas baru yang diberikannya kepada pak Tarman. Diajaknya dia ke bererapa toko yang akan menjadi tugas pak Tarman, mengigat dia tidak muda lagi sehingga tugasnya diberikan hanya beberapa toko saja untuk mengawasi keluar masuknya barang serta menyetorkan uang hasil penjualan beberapa toko yang diawasinya ke bank. “O iya pak sebentar anak-anak tak suruhnya bawain mobil untuk aktifitas saat kerja, dan bawa saja pulang, jadi besok langsung saja kerja untuk mengawasi mereka. Okey, kalau begitu saya tinggal dulu ya, ini soalnya ada pengiriman barang ke Korea, Thailand sama ke Filipina lagi.” …………………………..Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD