PROLOG

969 Words
"Para pria satu persatu akan lari terbirit-b***t kalau kau seperti ini Lou..." "Kenapa? Apa salah ku, Bela? Lihatlah...open your big eyes itu...kamarmu ini kacau. Aku heran Mateo betah bersamamu." Louisa mencebik ke arah Isabela sambil tangannya tak berhenti membenahi ranjang Isabela. Gerakan Louisa lincah. Menyelipkan sprei dengan rapi, menepuk-nepuk bantal lalu menata nya, melipat selimut hingga ke ujung ranjang. Louisa mengikat tali kelambu ke tiang ranjang sebagai sentuhan akhir. Tampilan ranjang itu sekarang sangat sempurna seperti hotel berbintang lima milik keluarga mereka. Isabela yang nampak gembira menatap Louisa yang sekarang sibuk menepuk-nepuk tangannya seakan ada banyak kotoran menempel di sana. "Sudah aku bilang, kau yang seharusnya meneruskan usaha keluarga kita. Hotel..." "Tidak." Louisa memotong ucapan Isabela. Sambil bergerak menjauh dari ranjang, dia menjangkau sebuah majalah yang ada di karpet tepat di depan ranjang Isabela dan mengembalikannya ke tempat semula, sebuah rak khusus majalah. "Aku terlahir sebagai pedagang." Isabela meniupkan udara keluar dari mulutnya. "Bagaimana bisnismu?" "Lumayan." Memang beberapa tahun ini bisnis online Louisa berkembang pesat. Dia menjual segala hal yang bisa dijadikan peluang menghasilkan dollar. Termasuk pakaian dari butik keluarganya. Dalam skala besar, dia menyuplai konsumen dengan brand keluarganya itu. Louisa bekerja di balik layar. Tak banyak yang tahu kalau gadis itu adalah seorang pebisnis handal. Mereka keluar dari kamar Isabela dan turun menuju halaman belakang rumah Isabela. Atau tepatnya, kediaman Inzaghi. Isabela yang menikahi Mateo setahun lalu memutuskan untuk menetap di Napoli dan membantu Mateo dengan bisnis pizza--nya yang kian besar. Mateo membeli rumah tak jauh dari kediaman orang tuanya. "Aku terkejut saat kau tiba-tiba datang." "Apa aku harus memberi kabar?" "Tentu saja tidak perlu. Kau bisa datang kapanpun kau mau. Hanya saja, aku bisa bersiap-siap menyambutmu, atau paling tidak aku bisa menjemputmu." "Oh...tidak perlu. Kudengar kau sedang harap-harap cemas..." "Aku berharap aku hamil." Isabela memekik dan Louisa memeluknya erat. "Jadi?" "Mateo akan mengantarkan aku ke dokter sore ini untuk memastikan." "Semoga ada kabar baik. Yang terpenting kalian sehat." Isabela mengangguk. Seorang pelayan membawa sebuah nampan dengan dua cangkir teh camomile kebanggaan keluarga Inzaghi dan beberapa slice pizza. Isabela mengucapkan terimakasih begitu juga dengan Louisa sebelum pelayan itu undur diri. "Bagaimana denganmu Lou? Aku...turut prihatin dengan kandas nya hubunganmu dengan Ryan Benetton..." "Menyakitkan. Tapi tidak apa. I'm okay." Louisa duduk di bangku taman dan menoleh ke arah tanaman camomile dalam petakan kecil. Isabela mengikutinya. Mereka saling berdiam diri. Louisa terlihat menghirup udara musim semi yang hangat. "Apa semua karena Darell...?" Pertanyaan Isabela yang perlahan itupun sanggup membuat Louisa melirik Isabela cepat. Dia menaikkan alis cantiknya. "Tentu saja tidak. Ryan adalah tipe pria sesuai standarku. Darell?? Dia bukan apa-apa." Isabela menghela napas perlahan. Mungkin Louisa jujur dengan jawabannya, tapi bukankah seharusnya Louisa tidak membenci Darell sebesar dia menekankan setiap kata-katanya barusan? "Jangan menyimpan kebencian, Lou..." "Aku tidak menyimpannya Bela. Demi Tuhan. Orangtua kita tidak pernah mengajarkan kita seperti itu, tapi...sama seperti aku tidak menyimpannya sebagai sebuah kebencian, aku juga tidak mau menyimpannya sebagai sebuah kenangan." Louisa menerawang. Lalu tangannya meraih teh di meja taman dan menyesap nya perlahan. "Paling tidak, apakah kau tidak ingin mendengar kabarnya?" Isabela bertanya dengan hati-hati, lalu segera saja dia merasa menyesal melihat Louisa yang termenung. Isi kepalanya entah kemana. Louisa terlihat tidak fokus. Isabela menghela napas perlahan. "Baiklah. Istirahatlah." Isabela menepuk pundak Louisa perlahan dan dia pun beranjak. Louisa hanya mengangguk. Dia kembali meneruskan lamunan nya. Bukan tentang apa yang dia bicarakan dengan Isabela barusan, tapi tentang besok. Event besar para pelapak internasional yang akan digelar di Napoli. Entah mengapa. Sebuah kebetulan event itu diadakan di bagian bumi bernama Napoli itu. Louisa mengusap lengannya. Dia memilih berdiam diri di halaman belakang itu sebelum dia menjadi sangat sibuk sebulan ke depan. ------------------------------------------ Louisa berjalan cepat di pedestrian sebuah jalan yang ada di pusat kota Napoli. Jalanan sengaja ditutup oleh pemerintah sepanjang 10 kilometer untuk event pelapak internasional yang akan digelar sebulan ke depan. Hari ini Louisa akan mengecek para pekerjanya yang sudah mempersiapkan stand mereka sejak jauh hari. Sambil menyesap sebuah permen lolipop, Louisa membaca beberapa kertas yang ada di tangannya. Tampilan kasualnya memudahkan nya bergerak lincah. Beberapa orang yang mengenalnya menyapa Louisa tanpa melepaskan kesibukan mereka. Begitu juga Louisa yang membalas sapaan mereka. Matahari musim semi semakin hangat saat Louisa sampai di stand nya yang cukup besar. Dia menyapa pekerjanya dan duduk di sebuah kursi dengan satu meja. Kesibukan semakin terasa saat matahari mulai meninggi. Louisa larut pada dunianya. Melupakan lelahnya. Melupakan segalanya. Sementara itu... Seorang pria melangkah tegap menghampiri sebuah mobil mewah yang sudah menunggunya di tempat parkir bandar udara Napoli. Beberapa orang pengawal mengiringinya. Beberapa orang yang berpapasan dengan mereka menghentikan langkah mereka untuk sekedar melirik dan ada pula yang memberikan tatapan kagum terutama kaum hawa. Feromon menguar semena-mena. Hormon yang menarik lawan jenis untuk memuja seakan memenuhi tempat itu. Darell Bareskovic. Siapa yang tidak mengenalnya? Setahun adalah waktu yang sangat singkat untuk akhirnya pria itu menguasai bisnis pertelevisian di Napoli. Darell juga menjadi lebih terbuka pada media tentang kehidupannya termasuk keluarga yang baru saja ditemukan. Wajahnya menghiasi setiap tajuk utama koran bisnis. Wajah tampan dan gaya hidupnya mengisi setiap halaman majalah pria dan wanita. Dan wanita? Mereka akan dengan senang hati melemparkan dirinya pada Darell tanpa pria itu meminta. Darell dan setiap sisi kehidupannya. Selalu nampak sempurna di mata khalayak. Dia ada dalam daftar teratas pria yang menghiasi mimpi para gadis. Dia juga ada dalam daftar teratas pria yang menjadi incaran para Ibu untuk dijadikan menantu.  Darell masuk ke dalam mobilnya dan asisten pribadinya yang duduk di bangku depan di samping supir mengulurkan sebuah map padanya. Darell menjentikkan jarinya dan seketika kaca pembatas mobilnya turun. Darell mulai membaca file di tangannya dengan seksama. Tak nampak gurat apapun di wajah tampannya selain keseriusan. Dan dua puluh menit kemudian Darell menutup map di tangannya dan menyimpan nya dalam sebuah brankas yang ada dalam mobilnya. Darell mengusap dagunya berulang kali. Wajahnya masih sama. Terlihat serius namun siapapun tak akan ada yang bisa menebak Darell sedang memikirkan apa? Darell terlihat meniupkan udara keluar dari mulutnya. Masih tanpa ekspresi ketika dua puluh menit kemudian dia turun dari mobilnya dan mengulas senyum pada seorang wanita. Ibunya.   ***   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD