Perdebatan

1145 Words
Hari yang melelahkan bagi Afila,terlihat wajahnya sedari tadi memerah menahan rasa amarah. " Mama hanya ingin melakukan yang terbaik,kamu anak Satu-satunya.Tanggungjawab seorang Ibu tidak akan lepas jika anaknya belum menikah,berharap papa?" Suara lembut Anisa masuk ke gendang telinga Afila. " Afila tahu itu semua tapi ini semua masih terlalu muda untuk memulai pernikahan Ma." Jawabnya dengan suara yang cukup keras. " Mama hanya takut tidak bisa melihat kamu Menikah." " Ma jangan ngomong yang aneh deh." Afila langsung menatap Anisa yang duduk tidak jauh darinya. " kita tidak ada yang tahu kedepannya seperti apa,Mama sudah memilih yang terbaik untuk kamu." " Nanda? Cowok itu nggak suka Fila Ma,percaya sama Anak sendiri kali ini saja." " Semua Hidup itu butuh Proses dalam menjalaninya,salah satunya Perasaan.Di mulai dari nol,kalau Nanda belum suka sama kamu karena dia tidak mengenal bagaimana baiknya Anak Mama ini." " Kalau gagal?" Afila menatap tajam pada Anisa kembali. " Gagal ya bangkit lagi,mulai dan usaha terus.Mama percaya Nanda itu sosok yang sangat menghargai perasaan Wanita." " Kenapa seolah-olah Mama mengenal cowok itu sudah lama,Fila lebih tahu Nanda seperti apa dan tetap tidak akan ada yang namanya Pernikahan." " Tapi ini sudah keputusan Mama dan keluarganya Nanda." " Terserah,Afila tetep nggak akan pernah mau menikah dengan cowok seperti dia." katanya dengan meninggalkan ruang tamu,tanpa memperdulikan Anisa yang belum menjawab apapun. Anisa hanya bisa menggelengkan Kepala melihat tingkah laku Anak kesayangannya itu. " Dia keras kepala seperti Mas Adly." ujarnya di barengi senyuman perih. Marry With My Senior Afila menatap foto keluarga yang di ambil Tiga Tahun lalu saat ia berada di kelas Dua Smp,wajahnya masih terlihat kekanakan.Namun bukan itu yang menjadi titik pandangnya saat ini.Senyum sepasang Suami Istri yang di sampingnya,ia rindu hal seperti itu lagi. Terkadang semua tidak mengerti betapa hidup itu kejam jika sudah membicarakan antara kebahagiaan dan harta. Ia menghela nafas pelan,di peluknya foto keluarga yang berada di Tangan.Matanya menatap langit-langit Kamar yang berwarna Biru Awan dan sudah di pastikan Matanya kembali terasa panas. " Ma,kebahagiaan Mama harus seperti ini kah? Apa begitu berat menanggung hidup Afila sampai harus menikah di usia seperti ini." Bisiknya pelan,tanpa menyadari airmatanya telah jatuh. Handphone miliknya berdering di atas Meja Belajar,Afila bangkit dan melihat nomor yang tidak di kenali sama sekali. Buru-buru ia menghapus Airmatanya ketika suara pemanggil itu sudah menghias gendang telinga. " Fila ini Papa,kamu dimana?" "Di rumah." " sibuk?" " Enggak,kenapa?" jawabnya malas. " Papa di ruang tamu,keluar sebentar." " Ia." Jawab Afila sembari membenarkan Hijab yang sedikit berantakan,ia meletakkan foto pada tempat semula dan langsung menemui sosok lelaki yang baru saja mengakhiri panggilan. Dan benar. Lelaki mengenakan kemeja putih Afila temui sedang berbincang dengan Mama nya atau lebih tepat mantan istri lelaki itu. " Eh anak papa,cantik sekali." Ujar Adly merentangkan kedua Tangan menyadari Afila sudah hadir di Ruang Tamu. " Papa darimana." Jawab remaja itu membalas pelukan Adly sebentar. " Dari kantor langsung kesini.kabar kamu bagaimana hari ini?" " Oo,baik kok." Sesingkat mungkin jawaban yang Afila berikan,dengan maksud agar Papanya segera pulang. " Kamu ingin ke rumah? ada derby juga nungguin kamu." " Nggak perlu deh ajak Fila masuk di kehidupan Papa yang sama sekali nggak penting." Adly mengangguk setelah mendengar jawaban itu.Jawaban yang sudah ia pastikan adalah ungkapan kebencian terlalu lama,dan ini sebenarnya berat. " Mama masak dulu ya Fil,kamu ngobrol aja di sini sama Papa.Bicaranya yang sopan dan baik-baik," Anisa bangun dari Sofa dan meninggalkan Afila dengan Adly. Wanita itu tidak akan pernah bertahan lama jika anak perempuannya sudah ada di antara mereka. Kini hanya Afila dan Adly berdua di ruang tamu,suasana kembali sepi seperti biasa setelah Anisa berlalu dari Ruang Tamu. " Papa dengar dari Mama kamu akan menikah,itu benar?" Suara Adly kembali terdengar setelah mereka cukup lama saling diam. " Ia." Jawab Afila singkat. " Kamu cinta?" " Enggak usah ngomongin cinta deh Pa di depan Fila.Papa dan Mama dulu juga saling cinta,terus kenapa Papa bisa meninggalkan Mama dan mencintai wanita lain." " Papa hanya tanya,kalau memang Kamu enggak cinta ya maksudnya jangan di mulai." " Papa enggak perlu urus kehidupan Afila deh,memangnya Papa bagaimana! sudah baik kah sebagai seorang Ayah,memalukan sekali." jawabnya dengan menatap kesal kearah wajah adly. " Fila,kamu masih kelas Dua SMA dan belum tahu apapun dengan masalah yang terjadi di antara Papa dan Mama,setiap Papa datang berkunjung sikap kamu sama sekali tidak berubah." " buat apa berubah.Afila tidak butuh sosok Papa yang datang lalu pergi begitu saja,Fila butuh Papa dan Mama bareng di sini,nemenin setiap hari setiap malam." Ujarnya kembali dengan wajah menyiratkan amarah. " Papa bukan ingin berdebat datang kesini,Papa kangen kamu." " Tapi itu tidak merubah segalanya kan!" Suara dari Anak Remaja Perempuan itu terdengar serak dan matanya memanas,berhasil Airmata telah turun kembali. " Maafkan Papa.." Adly memeluk anak perempuannya dengan erat.Lebih tepat dengan rasa bersalah. " Tidak akan pernah." Afila melepaskan pelukan tersebut dan langsung masuk ke kamar. Saat itu memang usia belum mengenal kehidupan mereka,tapi aku sudah bisa merasakan bagaimana rasanya sakit ketika di tinggalkan di hari yang istimewa dan mama menangis.-Afila. Marry With My Senior " Enggak usah masuk sekolah dulu hari ini,badan kamu panas banget Fil." ujar Anisa di samping ranjang tidur bercorak Hello Kitty. " Hari ini ada ulangan Ma,udah baikan juga kok.Mama jangan berlebihan." Jawab Afila dengan memgeratkan selimutnya. " Mengapa setiap Papa dateng ke sini,selepas itu kamu langsung sakit." " Karena dia sumber penyakit." Anisa menepuk tubuh Afila yang tertutup selimut." Nggak baik bicara seperti itu." " Karena baik pun akan tetap sama,Afila akan selalu membenci." " Bagaimana pun itu Papa kandung kamu,jangan selalu mengikutkan perasaan." Nasehat Anisa pada sang Buah Hati. Remaja itu bangun dari tidurnya dan menatap Manik Mata Malaikat tanpa Sayapnya yang di samping," mana bisa Afila memaafkan Orang yang sudah menyakiti Mama." Anisa tersenyum dan mengusap kepala Afila lembut." Istirahat lah,biar cepet sembuh." " Afila ke sekolah Ma." " Ya sudah,kalau gitu siap-siap sana." kata Anisa sembari mengutak atik handphone dan tak lama kemudian terlihat menghubungi seseorang. "Hallo Nanda,ini si Afila lagi sakit tapi dia ada Ulangan,jadi Kamu bisa sekalian mampir kan." Afila dengan cepat merampas handphone yang berada di tangan Anisa." Tidak perlu menyusahkan diri sendiri,lagi pula saya sudah izin dengan Wali Kelas.Maaf menganggu waktu Anda." Panggilan berakhir. " Kamu ini gimana sih,mana yang bener?" Anisa menatap bingung pada Afila yang sudah berbaring kembali. " kenapa harus Nanda sih yang Mama hubungi,jangan nyusahin orang lain deh,sekarang Afila mau istirahat." Jawabnya sembari menutupi kepala dengan Bantal. Ia benar-benar kesal dan sudah dapat di pastikan lelaki itu berfikir buruk tentang diri nya. Manja,Menyusahkan,Kekanakan atau bahkan lebih dari itu.Afila mendengus kesal. " Ya sudah,Mama berangkat ke Butik.Ada apa-apa kabari ya." Afila mengangguk tanpa melihat tubuh Anisa yang sudah menghilang dari kamar. Oh Mama. "Semua ini berat untuk Afila rasakan,seberapa banyak luka yang sedang mama simpan bahkan tidak tahu.Semua penolakan ini bukan tidak beralasan,sekalipun jika harus melukai diri sendiri akan Afila lakukan,hanya saja dia tidak ingin menjadi teman hidup anak Mama ini."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD