Dia

1235 Words
Seharian menikmati sakitnya di kamar,masih menggunakan baju tidur Afila turun untuk membuka Pintu.Bel rumah rasa nya ingin di ledakkan oleh tamu tidak tahu sopan santun itu. " Ini orang nggak sabaran banget sih." Omelnya menatap kesal pada pintu yang masih tertutup. " Siapa?" Mata Afila menatap kaget pada tamu yang berada di depan,bahkan sekarang sudah masuk ke rumah sebelum di persilahkan.Benar-benar tidak punya Attitude yang baik. " Dalam hidup kamu memang selalu merepotkan orang lain ya? Pagi-pagi mengganggu waktu saya dengan permintaan tidak jelas,katanya sakit tapi enggak ada terlihat sisi sakitnya,apa ini masih salah satu cara kamu agar bisa menikahi saya?" tatapan menilai dari Nanda membuat Afila ingin mengubur dalam wajah itu sedalam - dalamnya. " Terserah lo deh mau ngomong apa.Ngapain ke sini! Mama nggak di rumah," Afila melipatkan kedua tangan tanpa menatap lawan bicaranya. " Saya hanya mengantarkan soal ulangan,jangan terlalu percaya diri kedatangan saya untuk menjenguk kamu.Ngimpi," Nanda mengeluarkan lembaran kertas dan meletakkan di atas meja. " Seharusnya lo nggak perlu perduliin tentang gue,kan lo sendiri yang bilang nggak mau repot." " ia benar dan tepat sekali ucapan kamu itu,sangat banyak membuang waktu saya untuk mengurusi Orang seperti kamu.Jika tidak keinginan tante Anisa,mana mungkin saya menyusahkan diri sendiri,sudah lah saya pamit pulang dan jangan lupa perkataan kamu untuk membatalkan pernikahan yang ada di depan Mata.buktikan," Nanda menyandang ranselnya kembali dan keluar tanpa pamit. Setelah tubuh cowok itu menghilang dari pandangan,baru lah Afila menatap pintu yang masih terbuka namun tidak terlihat Tubuh orang yang mengesalkan tadi. " Dasar gila." Ujarnya sinis,ia menutup pintu kembali dan di ambilnya lembaran soal Ulangan. Cie,bilangnya benci tapi kok bisa ya si Nanda yang izinin ke Wali kelas kalau lo sakit.Gimana keadaan lo sekarang?-poppy Satu pesan masuk dari sahabatnya membuat Afila refleks kaget. Serius itu Anak izinin gue?-Afila Seratus rius malahan,eh kok bisa sih dia yang izinin lo.Kalian saling kenal?-poppy Mamanya dia itu sahabat mama gue.-Afila Wah,kabar bahagia nih.Kenalin gue lah Fil ke calon mertua,seah.-Poppy Serius mau? boleh aja entar gue sampein ke mama biar Tante Husna Tahu yang Poppy itulah calon istrinya Nanda.- Afila Masa gue sebercanda itu berkaitan dengan kak Nanda,tapi kok bahasa lo Lebay banget ya.-poppy Afila tersenyum mengejek membaca pesan terakhir yang sahabatnya kirim.Ia meletakkan handphone kembali di atas Meja dan langsung mengerjakan ulangan Fisika,namun perasaannya masih kesal pada Orang yang mengantarkan lembaran kertas ini. Dia.... Entahlah nanti aku akan menceritakan seperti apa pada sang Diary. Marry With My Senior Langkah kakinya terasa berat untuk masuk ke dalam rumah,cowok yang mengenakan seragam sekolah mengusap wajahnya yang terlihat kusut.Setelah mengingat percakapan singkat pada Perempuan pilihan kedua Orangtuanya.Sama sekali tidak ada hal yang menenangkan untuk menjadi seorang Pasangan hidup. " Baru pulang Nan?" Tanya wanita cantik yang sudah berdiri di depan pintu. " Kakak? Kapan balik? Kok nggak ngabarin sih,biar Nanda jemput di Bandara." " Abis kamu juga nggak ngabarin kakak udah mau ngelamar anak gadisnya tante Anisa." Balas wanita yang bernama Erin di barengi senyuman menggoda. " Apaan sih,baru balik sekolah di buat kesel lagi.Itu nggak mungkin terjadi juga kak." " yakin? tapi Mama bilang ke Kakak pernikahan kalian sudah sangat dekat." Erin menatap heran pada Adik lelakinya. " Mereka itu membuat keputusan secara sepihak,tidak perduli dengan jawaban Nanda." " Afila itu anak sahabat Mama,jadi buat apa minta pertimbangan kamu." " Karena yang akan menjalani Nanda bukan Mereka,termasuk kakak." Bela cowok itu. " Nama takdir,Jodoh itu sudah di atur oleh Tuhan Nan.jika memang Afila yang harus jadi istri kamu,terima saja lah." "kita lihat saja nanti." Nanda meninggalkan Erin yang masih berdiri di depan Pintu. Melihat sikap adiknya,wanita itu hanya mengangkat bahu dan masuk ke kamar kembali. Nanda melemparkan tas ke kasur,tanpa mengganti baju seragam ia langsung membaringkan tubuh di tempat tidur. " Kenapa harus Nanda,kak Erin kan bisa jadi pewaris harta Papa,bisanya mengorbankan masa depan Anak sendiri yang belum jelas kepada Perempuan itu." Nanda memejamkan mata menghilangkan sejenak beban yang berlarian."Aahhh bodoh." Ia bangkit dan keluar dari kamar untuk menemui Kakaknya kembali. " Kak buka pintu." Nanda menggedor pintu kamar yang bernuansa hijau muda milik Erin. " Apa lagi,Kakak mau istirahat loh." " Bukain pintunya dulu dong." " Ngomong aja dari luar,kakak denger kok." " Buka kenapa sih kak,apa susahnya." Wanita yang berada di kamar menatap sebal dan bangkit menuju pintu." Apa?" " Ya kali ngomong cuma wajahnya doang yang di lihatin,buka kenapa sih." Nanda mendorong Pintu tersebut hingga membuat Erin sedikit terdorong. " Ini kamar siapa? suka-suka kakak dong." " Gini kak,Nanda mau ngomong penting banget." " Masalah anak tante Anisa lagi?Kakak nggak bisa bantu kalian.Sudah lah terima saja kenapa," ujar Erin serius. " Gampang banget kakak bilang begitu,tolong lah kak bilang ke papa,Nanda ikhlasin warisan itu untuk Kakak." Ujarnya memohon pada Erin. " Nan,kakak bisa saja ambil Hati papa dan menarik semua acara kalian.Tapi kamu tahu enggak?anak tante Anisa itu udah banyak banget bantu kehidupan kamu." " Maksudnya? enggak usah ngelebihin dia deh kak.Dia itu cewek Keras kepala,manja,dan ribet." Erin tersenyum dan mengusap lembut punggung nanda." Dia itu yang mengorbankan hatinya hanya untuk kamu bahagia Nan." " Apa sih maksud kakak,Nanda nggak ngerti sama sekali." " Kamu tahu sendiri kan kita bukan saudara kandung,kamu dan kakak adalah Anak dari orangtua yang saling berbeda.Kita di persatukan karena Papa dan Mama menikah,Papa bawa kamu dan kakak di bawa Mama.Apa kamu tau anak kandung dari suami mama Isna sekarang itu siapa?" Nanda menggeleng." Enggak tau." " Dia Afila Nan,calon istri kamu." Nanda menatap kaget kearah kakaknya dengan ekspresi yang sulit di ungkapkan." A,,pa kak?" Erin mengangguk." Ia,kamu harus tahu tentang itu.Dia yang mengorbankan hatinya untuk kebahagiaan kamu.Kehilangan kasih sayang,kesepian,kesakitan.Dan kakak bisa pastikan dia sangat kehilangan,sebelum kamu ikut Papa di sini.Kamu merasakan kasih sayang dari papanya dia kan? nah dia apa ikut merasakan juga,enggak Nan.Itulah salah satu alasan mengapa Papa dan Mama begitu menginginkan kamu buat menikah dengan dia,karena kamu yang harus sayang sama dia.Harus bahagia kan hidup dia,begitu juga harapan kakak.sekalipun dia belum tahu tentang semua ini,tapi rasa nya dia harus kembali merasakan kebahagiaan." " Dia nggak tahu semuanya kak?" " Mama dan tante Anisa belum berani menceritakan semua kenyataan barusan.Karena takut terjadi sesuatu yang tidak baik.Hubungan Afila dengan Papanya masih renggang hingga saat ini." Ungkap Erin penuh kesungguhan. "Nan?" " Apa." nanda melirik sekilas pada kakaknya. " Katakan pada Papa dan Mama nanti malam untuk menyetujui acara kamu dengan Afila,jangan kecewain mereka lagi." " Kak,Nanda masih sekolah dan punya Perempuan yang di sukai." " Masalah Sekolah itu gampang.Katakan pada Perempuan yang kamu sukai,bahwa kamu tidak bisa menjalin hubungan lagi.Mudah kan?" " Tapi Nanda mencintainya kak,itu tidak mudah." " Bahkan kamu tidak ingin membalas rasa kehilangan hati seseorang yang telah kamu ambil? lupakan lah cinta monyet kamu itu.Bahagia kan yang sudah ada di depan Mata." " Sebenernya kakak menginginkan Nanda dengan Afila kan?" Erin tersenyum salah tingkah." Dia itu anak yang baik Nan,kakak suka sekali melihat dia sejak kecil.Senyumnya,tingkah lakunya selalu saja gemesin." " Kakak kenal dia dari kecil?" Erin mengangguk," bahkan saat Mama kamu menikahi papanya Afila,kakak lah yang menenangkan dia." Nanda terdiam,menatap putihnya keramik ruangan. " Semua hal yang di lakukan Papa dan Mama itu bukan asal saja,mereka sudah berfikir jauh-jauh hari." sambung Erin berusaha melembutkan Hati Nanda. " Kak,pernikahan bukan suatu hal main-main.Perlu kematangan dalam menjalaninya." " Lalu kamu akan mengatakan tidak memiliki kematangan untuk menikahi Afila?" Dengan cepat Nanda mengangguk," benar sekali." " Itu adalah salah satu alasan kamu saja,masih ada yang mau di omongin enggak.Kakak mau istirahat." Cowok itu menggelengkan kepala dan meninggalkan Kamar Erin dengan lesu. Dia... Aku harus bagaimana?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD