Kenangan Dalam Binar Mata

3178 Words
Arjuno sangat menikmati jalan-jalan dengan mobil antar jemput karyawan dengan Bang Ucrit , itu adalah kegiatan yang menyenangkan saat menunggu pesanan roti agen ready. Selain itu dia menjadi tahu nama-nama kampung dan desa yang biasa dilalui oleh armada mobil box itu. Bahkan ada tempat-tempat  yang baru pertama kali dikunjunginya seperti Jampang Bugel dan Rawa Kalong itu. Lumayan menyenangkan dari pada hanya sekadar menikmati kopi hitam sambil menambang upil di warung si Teteh.  Sebenarnya alasan utama pemuda itu ikut mobil antar jemput karyawan itu bukanlah untuk menghilangkan bete saat menunggu keberangkatan Jalur Tangerang, bukan juga untuk mengurangi intensitas ngupil. Alasan utamanya adalah dia ingin mengenal Shopia lebih jauh, pertemuannya dengan gadis itu kemarin malam membuat ada sesuatu dalam d**a.    Semenjak tak sengaja mengenalnya malam itu di sebuah tempat tak jauh dari jembatan besar Sungai Cisadane, entah mengapa pemuda itu selalu ingin bertemu dengannya setiap malam. Walaupun yang didapatkannya hanya sekadar mengobrol dengannya di mobil box saat mengantar pulang, itupun berarti sebelumnya harus merelakan badan dibanting ke kiri dan ke kanan, atas dan bawah di dalam box mobil. Akhirnya kebiasaan itu menjadi aktifitas rutin yang dilakukan oleh Arjuno. Setiap malam sebelum berangkat mengirim roti ke agen, dia selalu menyempatkan untuk mengantar gadis itu pulang dulu dengan mobil favorit karyawan. Tentunya setelah mengantar pulang semua karyawan produksi yang mungkin rumahnya sebagian besar belum masuk ke peta nasional. Shopia selalu menjadi karyawan terakhir yang diantar pulang.       “Lo pernah pacaran dengan Lies ya, Jun?” Terdengar suara dari sebelah kanan Arjuno, Shopia telah berhasil membuyarkan lamunannya, padahal saat itu dia sedang berkelana di negeri berantah sambil menikmati angin malam yang menerpa mesra wajahnya lewat pintu mobil box.      Pemuda itu menoleh ke arah gadis berjilbab biru yang duduk menempel tepat di samping kanannya dan agak bersandar. Di sebelahnya ada Bang Ucrit yang sedang asyik menyetir sambil meracuni dirinya dengan nikotin. Asap mengepul dari kedua lubang hidungnya lalu menyebar ke kiri dan kanannya. Pemuda itu mengernyitkan dahinya, ada raut terkejut di wajahnya mendengar pertanyaan Shopia yang tiba-tiba itu. Kok dia tahu dia pernah pacaran dengan Lies? Padahal sepertinya kisah itu tidak ada yang tahu selain karyawan produksi bagian pastry. Mengapa Shopia tahu cerita ini? Apa benar di pabrik roti itu tembokpun punya telinga?                    “Memangnya iya, Jun? Si Lies yang anak pastry itu, ‘kan?” Bang Ucrit tiba-tiba ikut nimbrung. Arjuno tersenyum getir, dia menggelengkan kepalanya perlahan saat mendengar pertanyaan kedua makhluk yang ada di samping kanannya itu.         “Pernah,” jawab pemuda itu.            Suara yang keluar dari mulutnya pelan dan terdengar ragu, seperti ada kekhawatiran dan takut salah menyimpulkan tentang apa yang pernah terjadi antara dirinya dengan gadis itu. Kadang Arjuno memang tidak merasa pernah jalan dengan Lies atau dalam tanda kutip ‘pacaran’ dengannya. Dia memang tidak bisa menafikan perasannya terhadap gadis itu, level rasa yang dimilikinya terhadap Lies sudah menggunakan kata ‘banget’. Tetapi sayang sekali bertepuk sebelah tangan atau mungkin lebih tepatnya di-PHP-in. Padahal khayalnya kala itu sudah terbang ke awang-awang.        Setelah pemuda itu merasa kisah dengan Lies akan menjadi sebuah kisah yang sempurna, gadis itu meninggalkannya dengan menorehkan sayatan kecil di hati saat terpapar dustanya. Luka itu memang kecil tetapi berdarah tiada henti.        “Lama enggak, Jun?” ujar Shopia lagi, membuat dialog dalam benaknya seketika buyar.        Arjuno menoleh ke arah gadis itu lalu menghela napas Panjang. Seandainya Shopia tahu, membahas ulang cerita dengan Lies itu berarti mengangkat kembali selaksa ketidak nyamanan saat bersamanya. Saat dia menjadi d***u karena perasaan tak berbalasa yang dimilikinya. Dia pernah pedekate mati-matian dan akhirnya sakau saat gadis dengan mata berbinar itu ternyata lebih memilih laki-laki lain. Mungkin, sebelum Arjuno berusaha masuk ke hidup Lies, laki-laki itu sudah hidup menanam jentik di sana berbulan atau mungkin sudah bertahun. Dia segara menghapus ingatan lalu yang menyapa tiba-tiba itu.               “Enggak kok, paling tiga bulan lebih,” jawabnya tidak yakin.         Dia berusaha mengingat-ingat berapa lama pernah berhias dengan khayal kosong saat bersamanya. Apakah iya tiga bulan? Mungkin iya, walaupun tidak yakin dan tidak pasti. Mungkin ada sejak dari awal pedekate dengannya terus berusaha membangun komitmen yang akhirnya sekarat oleh kebohongannya.         “Dia pacarnya si Tulang ya, anak baru di bagian pastry itu, Jun?” Shopia menambah lagi pertanyaannya. Luka yang belum sembuh sempurna ini sekarang menganga lagi. Sudahlah jangan dibahas lagi, please.  “Iya, udah lama kayaknya mereka jalan.” Arjuno menjawab dengan suara pelan.       Hatinya tiba-tiba terasa diiris- iris lagi, dia berusaha menepis semua rasa sakit yang pernah terasa, kebohongan yang masih terasa amat menyakitkan. Mengapa semua masih terasa nyata? Tidak, tidak, ini hanyalah luka lama yang sebentar lagi kembali menghilang dan sirna tak berbekas.       “Sudahlah, Phia. Enggak usah dibahas lagi kisah itu, jangan cerita tentang dia lagi. Hati gue menjadi enggak nyaman,” katanya dengan suara yang parau. Shopia tertawa mendengar kalimat itu. Arjuno menelan ludahnya yang terasa getir, dia berusaha menetralisir rasa sakit yang baru saja kembali menyapa.            Terlintas kembali dalam benaknya bayangan Lies, seorang perempuan cantik dengan kulit putih lembut tiada tara. Senyumannya kala itu terasa mendamaikan jiwa pemuda itu yang gersang, bahkan matanya tersenyum lebih banyak lagi dari yang disematkan di bibirnya. Tetapi, sayang sekali di balik semua itu dia pandai sekali menyakiti.         Pagi itu, matahari yang hangat kian menyengat, Arjuno baru saja bongkar basket kosong Jalur Bandung dan hendak menyetorkan uang setoran agen ke kantor. Secara tak sengaja dia bertemu dengan gadis itu untuk yang pertama kali. Dia menyebutkan namanya dan mengenali pemuda itu sebagai kakak dari teman kerjanya di bagian pastry. Binar matanya membuat mata lelah yang tersiksa  kantuk tiba-tiba menjadi segar kembali.           Dinar, salah seorang teman Arjuno yang satu  bagian dengan Lies secara tidak sengaja mengetahui keinginannya untuk pedekate dengan gadis dengan mata indah itu. Dia lalu mengambil peran sebagai Mak Comblang antara pemuda itu dan Lies, untuk membukakan jalan supaya niat hatinya tersampaikan. Untuk menghargai pertolongan dari temannya itu, Dinar kadang diundang untuk menemani mereka makan.       Sebenarnya tidak banyak hal yang teringat tentang Lies, mungkin dikarenakan kisah yang dijalani Arjuno dengan gadis itu terlalu singkat untuk diingat, atau memang pemuda itu sengaja melupakan dan mengubur setiap rasa yang pernah ada.  Tetapi walau bagaimanapun, dia ingin mengucapkan terima kasih kepada Lies yang pernah menghargainya sebagai laki-laki normal.  Mungkin cerita yang pernah terjalin di antara mereka cuma sebuah kebohongan yang manis tetapi menyakitkan.    Arjuno kembali mengalihkan perhatiannya lagi ke jalan raya yang sudah mulai lengang. Kini mobil mereka tiba di Perempatan  Perumpung. Suasana tidak terlalu ramai di sana, hanya ada beberapa tukang ojek yang sedang mangkal di sebelah kiri jalan dan asyik bercengkerama dengan teman se-profesinya. Terlihat di sela obrolan, mereka sibuk mengeluarkan asap dari lubang hidung secara bergantian. Dari arah Gunung Sindur menuju Serpong terlihat banyak mobil tronton bermuatan beban berat, sepertinya isinya adalah pasir atau split. Uniknya adalah sopirnya masih terlihat seperti anak berusia sekolah menengah pertama. Sempat terlintas dalam benak Arjuno, anak yang duduk di kursi belakang stir itu adalah kenek yang menggantikan sopirnya yang sedang istirahat, mungkin juga dia sengaja meminta jatah pegang kemudi untuk melancarkan skill menyetir kendaraan beroda enam itu.     Mobil box favorit mengambil arah kiri, ke arah selatan. Kendaraan beroda empat itu menyusuri jalan aspal Kampung Cibinong yang juga mulai terlihat sepi. Malam ini Yulia dan Tati masuk shift 2 jadi mobil antar jemput tidak menuju ke arah Gunung Sindur, mereka tadi dijemput kerja bukan di antar pulang oleh Bang Ucrit .       “Bang, bagaimana itu saudaranya? Kayaknya serius banget pedekate sama saya?” Kalimat Shopia memecahkan suasana yang sedang asyik terjebak sunyi. Arjuno terpancing untuk menoleh ke arah makhluk yang duduk tepat di samping kanannya.        “Saudara gue? Siapa, Nong?” tanya Bang Ucrit sambil menoleh sesaat ke sebelah kirinya lalu konsentrasi lagi ke jalan raya.        Laki-laki yang duduk di belakang kemudi itu terlihat gelagapan karena pertanyaan Shopia. Nampaknya tadi sopir antar jemput itu berkelana ke negeri seberang, sedangkan jasadnya masih memegang kemudi mobil. Bang Ucrit terlihat berusaha mengingat-ingat apa yang dimaksudkan oleh gadis berkerudung biru itu, beberapa detik kemudian dia nampak tersenyum mengerti  kemana arah pertanyaan itu.   “Eh, kalau gue sih terserah lo aja, Nong. Gue enggak mau ikut campur sama urusan yang begituan. Lo udah pada gede ini,” katanya sambil menempelkan benda bernikotin di bibirnya lalu menghisapnya. Pemuda hitam buluk yang duduk di pintu kiri mobil tersebut tidak memberikan komentar sedikit pun mendengar obrolan mereka. Benaknya sibuk menerka-nerka ke arah mana pembicaraan kedua makhluk yang ada di samping kanannya. Dia tidak tahu siapa yang dimaksudkan dengan saudaranya Bang Ucrit yang sedang pedekate dengan Shopia ini.        Arjuno bertanya dalam hatinya perihal sosok yang sedang dibicarakan oleh mereka berdua. Bukankah Shopia katanya sudah punya pacar? Sudah tunangan pula katanya. Pemuda itu masih mencerna kalimat yang belum dimengertinya itu, walaupun memang wajar menurutnya jika banyak laki-laki yang antre untuk mendapatkan gadis berjidat jenong ini. Secara fisik dia memang cantik dan modis. Mata sendunya menjadi nilai plus dari wajahnya, dia mempunyai tinggi badan rata-rata dengan kulit putih melengkapinya. Bukankah fitrah manusia memang selalu suka dengan yang indah?   Pemuda itu mengusir pertanyaan yang masih membekas di benaknya perihal saudaranya Bang Ucrit yang sedang pedekate dengan Shopia. Sementara ini abaikan dulu siapa dia.    Jalan ke rumah Shopia masuk ke sebelah kiri jika dari arah Pasar Perumpung,  Jalan Anyar namanya. Itu adalah sebuah jalan yang tidak terlalu lebar, hanya muat satu mobil saja. Jika berpapasan dengan kendaraan lain akan susah, harus mencari space yang agak luas untuk menepikan mobil.     Saat pertama masuk ke jalan ini  dua buah tugu sederhana menyambut di sisi kiri dan kanan jalan. Gapura itu dibentuk seperti monas dalam size lebih kecil, cat warna merah yang sudah memudar di atas dan putih di bawahnya menghiasinya. Jalan ini belum dikeraskan oleh cor atau aspal, hanya batu-batu makadam menjadi pengusir licin saat hujan. Hamparan itupun tidak merata ke semua bagian jalan, hanya di bagian-bagian tertentu saja.       Rumah Shopia merupakan sebuah rumah yang sederhana, di teras rumahnya nampak sebuah balai bambu yang berwarna cokelat mengkilat dengan penerangan dari lampu neon yang tidak terlalu terang. Sekitar lima meter di depan rumahnya ada  kebun bambu yang lebat. Kebun itu sepertinya cukup luas tetapi saat malam seperti ini di sana gulap gulita, seperti malam ini yang terdengar hanya gesekan daun bambu yang ditiup bayu malam. Lokasi rumahnya tidak tepat di sisi jalan,  untuk sampai ke sana setelah turun dari mobil box harus berjalan kaki dulu menyusuri jalan tanah sejauh kurang dari tiga puluh meter. Menurut penuturan Shopia di mobil tadi, dia mempunyai tiga orang adik. Dua orang perempuan dan satu laki-laki yang bukan adik kandungnya, dia adalah anak dari ayah sambungnya. Ibunya menikah lagi setelah ditinggal suaminya yang pertama.       Arjuno memandangi Shopia yang menjauh dari mobil box yang masih belum beranjak dari lokasi gadis itu turun, tak sabar dia ingin menantikan hari esok untuk bertemu lagi dengannya di pabrik dan mengantarnya pulang kembali. Bang Ucrit akhirnya menginjak gas lagi, membiarkan pemuda itu bermain dengan imajinasinya yang kian menjauh.        Rutinitas baru Arjuno yang setiap malam ikut mengantar pulang karyawan dengan mobil box membuatnya sering bertemu Shopia. Pertemuannya dengan gadis itu memang sebuah kesengajaan yang dilakukannya. Walaupun mereka hanya sekadar berbincang yang tidak jelas topik pembahasannya, sepertinya mulai ada sesuatu yang hadir di hati pemuda itu, terasa ada yang hilang saat tidak bersamanya dan hati menjadi galau. Rasa yang dulu dia duga akan tersemai kepada gadis bermata sendu itu ternyata memang terjadi.           Ajaib sebenarnya jika rasa itu hadir di hati Arjuno karena saat mereka bersama gadis itu hanya menceritakan tentang cowoknya saja yang bernama Wawan, dia itu beginilah, begitulah. Pernah juga Shopia bercerita tentang sahabat dekatnya dulu di pabrik, seseorang yang selalu bersedia mendengarkan curhat dan semua ceritanya. Pemuda itu sempat mengajukan diri untuk menggantikan posisi dari teman dekat gadis itu, bahkan sempat terlontar kalimat rela untuk menjadi tempat s****h dari Shopia. Sebuah statement aneh yang diucapkan oleh pemuda berkulit buluk itu di suatu sore di depan warung si Teteh.            Shopia juga bercerita juga tentang seorang mantannya yang seorang pemain bola tarkam yang luar biasa handal jika sedang merumput. Dan Arjuno? Akhirnya dia harus merelakan dirinya menjadi pendengar setia saja, menjadi pendengar yang pura-pura setia sebenarnya.       Arjuno bertanya kepada dirinya sendiri perihal apa yang dirasakannya, apakah ini disebabkan karena terlalu sering bertemu dengannya atau dikarenakan terlalu sering mendengarkan gadis itu bercerita tentang mereka yang pernah hadir di hidupnya?        Tebersit sebuah pikiran dalam benaknya yang menurut Arjuno itu bukanlah hal yang normal karena ini terjadi diantara kalimat persahabatan yang didengungkan Shopia beberapa hari lalu. Pemuda itu berpikir jika dia bisa dekat dengan gadis bermata sendu itu akan menjadi sesuatu yang wow, apalagi jika bisa berstatus sebagai pacarnya.           What? It’s crazy!                Mengapa tiba-tiba ada pikiran seperti itu di benaknya? Mengapa ada pikiran untuk berpacaran? Tidak boleh pacaran karena dia sudah berikrar dalam hatinya untuk tidak melakukan itu. Pacaran itu haram hukumnya karena itu sudah mendekati zina. Allah dengan tegas melarangnya dalam kitab suci Alquran. Apakah gue bisa tetap istiqomah dengan pendirian ini? Arjuno sibuk bertanya kepada dirinya sendiri akan sesuatu yang diinginkannya tetapi tidak boleh dilakukan.     Ya Allah, Yang Maha Membolak-balikan Hati Manusia, janganlah Engkau uji hamba dengan yang hamba suka, hamba khawatir tak bisa menolaknya.               Nuraninya mulai berdebat antara tetap pada pendirian semula dan tetap berpegang kepada iman atau mencicipi sedikit rasa dari pacaran itu. Apakah boleh mempunyai status pacar dengan seseorang tanpa ada niat untuk menyentuhnya? Sebagian hatinya melakukan penolakan terhadap rasa yang diam-diam berkecambah dan tumbuh meliar di dalam dadanya. Sebagian hati yang lain mengesampingkan kenyataan, rasionalitas, dan parahnya lagi mengesampingkan iman. Tiba-tiba ada tekad untuk nekad yang muncul menjadi jargon, tekad ini telah menyingkirkan semua pertimbangan yang ada.   Entah berdasarkan pertimbangan apa akhirnya pemuda itu memilih maju selangkah untuk dekat dengan Shopia. Tetapi sebagai apa di hidupnya nanti? Sebagai Pacar? Shopia ‘kan sudah mempunyai pacar, sudah bertunangan juga katanya. What the hell! Dekati saja dulu, baru nanti dipikirkan lagi langkah selanjutnya. Lagi, Arjuno berdebat sengit dengan keinginannya.         Bukankah tidak ada salahnya mencoba hal baru? Dari pada nanti mati penasaran dan jadi Genderuwo yang hobinya menempel di tubuh setiap perempuan. Memangnya Genderuwo itu seperti itu ya? Entahlah, makhluk itu belum pernah cerita tentang dirinya. By the way, Genderuwo sekarang sepertinya sudah kalah viral dengan Pocong. Mungkinkah ini disebabkan karena Hantu Bungkus itu sering di-endorse? Arjuno sempat-sempatnya menghibur diri saat sedang berdebat dengan dirinya sendiri.        Ya Allah, hamba tidak bisa lari dari setiap bayangan makhluk-Mu yang indah itu,  dia mulai hobi menyiksa saat waktu tak lagi bersamanya. Izinkan hamba selangkah mendekat.                  Menurut Arjuno yang harus dilakukannya adalah pedekate saja dulu supaya bisa selangkah mendekat, perihal tentang pacar Shopia urus belakangan nanti.  Siapa tahu pacarnya itu nanti diputuskan atau dia diputuskan oleh kekasihnya itu, setelahlah  dia bisa jadian dengan gadis itu.  Nobody knows. Selama gadis itu belum jadi istri siapapun, Arjuno tidak akan menyerah. Sebelum ada bendera kuning berkibar, semangka!          Hal yang pertama kali harus dilakukannya adalah mencari tahu plus dan minus dari kekasihnya Shopia itu, si Wawan Sariawan itu. Bagaimana cara untuk bisa mengungguli makhluk beruntung itu? Apakah Shopia akan protes jika tahu kekasihnya itu ditambahkan panggilan di belakang namanya seperti itu oleh Arjuno? Wawan Sariawan, bukan Wawan Darmawan.         Pemuda itu mulai kasak-kusuk mencari info tentang sosok penghalangnya itu, tentu dia memulainya dari teman dekat Shopia di pabrik yaitu Denada. Gadis berbadan kecil ini biasa di panggil si Cilok. Berdasarkan ceritanya si Sariawan itu datang mengapeli kekasihnya hanya sekali dalam dua malam minggu, artinya pacarnya tidak datang setiap malam minggu. Info yang luar biasa sekali ini, gumam Arjuno dalam hatinya.             Pemuda itu merasa telah menemukan sebuah celah untuk bisa masuk lebih dalam ke kehidupan Shopia. Bukan sebuah celah tetapi sebuah pintu yang akan mengantarkannya ke sisi gadis bermata sendu itu. Dia bertekad untuk datang ke rumah gadis itu saat si Sariawan tidak datang apel supaya tidak terjadi bentrokan.           Satu hal yang masih menjadi pertanyaan dalam benaknya adalah sejak kapan ada aturan datang apel itu harus malam minggu? Siapa yang membuatnya? Romeo dan Juliet? Laila dan Majmu atau rama dan Shinta? Sudahlah hal itu tidak penting sekali untuk dibahas.           Point plus yang dimiliki oleh Arjuno ternyata melampaui si Sariawan yang hanya bertemu dengan kekasihnya sekali dalam dua minggu. Sedangkan dia bisa berjumpa dengan Shopia hampir setiap hari di pabrik lalu mengantarnya pulang, terkecuali malam Minggu karena memang kondisi pabrik libur. Berdasarkan penuturan Denada Cilok juga, katanya si Sariawan itu tampan dan kaya. Tebersit sebuah pertanyaan dalam benaknya, mengapa hal itu diceritakan kepada dirinya? Kata-kata itu secuilpun tak akan menyurutkan langkahnya untuk mendekat ke sisi gadis bermata sendu.          Kata ‘tampan’ memang tidak pernah melekat dalam diksi hidup pemuda itu, hal ini disebabkan karena kata itu adalah istilah asing yang tidak digunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dia lebih sering disebut dengan kalimat jelek kayak monyet. Kasihan monyet, wajahnya dibilang mirip dengan dia. Apakah memiliki pacar yang good looking itu merupakan sebuah syarat wajib? Menurut Arjuno tidak. Bukankah dalam setiap hubungan itu yang dicari adalah kenyamanan bukan ketampanan? Ini hanyalah kalimat pembelaan untuk kaum yang dilahirkan dengan wajah di bawah nilai rata-rata seperti pemuda berkulit hitam buluk itu. Tentu saja hal ini jangan ditiru karena ini adalah versi pemuda itu yang memang tidak ganteng alias JELEK KAYAK MONYET. Tentunya akan berbeda prinsip dengan versi mereka yang dilahirkan dengan wajah rupawan.          Menurutnya, pilihan utama saat memiliki seseorang itu bukanlah wajah yang tampan ataupun cantik. Hal utama yang harus diperhatikan adalah ‘baik’,  percuma jika good looking tetapi tidak baik.       Arjuno menggaruk-garuk pelipis kanannya dengan telunjuk, sepertinya dia terjebak dalam pemikirannya sendiri. Apakah dia jelek tapi baik? Mudah-mudahan saja, walaupun masih dalam proses ke arah sana. Jangan sampai sudah jelek wajah, jelek pula akhlaknya. Pemuda itu tersenyum getir, mengapa dia jadi membahas tentang kejelekannya sendiri? Lebih baik fokus kepada satu titik yang menjadi tujuannya sekarang, Shopia si gadis bermata sendu.         Sama dengan apa yang dilakukannya beberapa sore kemarin,  dia menyempatkan diri untuk hadir lebih awal di pabrik,  jam lima sudah standby di warung si Teteh dengan segelas kopi hitam yang mengepul dan jari yang menambang di hidung.         Tujuan utama dari kebiasaan itu bukan untuk mendapatkan piagam penghargaan sebagai karyawan teladan karena selalu datang cepat, tetapi dikarenakan Shopia kadang pulang lebih awal dari biasanya. Dia biasanya pulang jam tujuh malam, tetapi jika produksi roti sedang sedikit bisa pulang cepat. Jika dia pulang lebih awal berarti pemuda itu tidak bisa bertemu dengannya dan itu artinya kehilangan semangat kerja hari itu. Lebay? Iya, selebay itulah Arjuno sekarang.            Tiba-tiba matanya berbinar saat melihat gadis bermata sendu yang dinantikannya itu sedang berjalan mendekat dari arah pabrik. Sweater biru dan tas selempang sewarna selalu menjadi identitas khasnya. Arjuno merasakan hatinya deg-degan saat melihat Shopia tersenyum dan melambaikan tangannya ke arahnya.           Pemuda itu mengernyitkan dahinya saat melihat Shopia tidak menghampiri yang sedang berada di warung? Dia malah jalan menjauh, lalu menghampiri seseorang yang sedang duduk di atas motornya. Laki-laki itu ada di samping tambal ban si Elay, lima belas meter di depan warung si Teteh. Dari temaram lampu jalan dan sorot lampu mobil yang kebetulan lewat, terlihat tawa dan senyuman Shopia saat berbincang dengan laki-laki berjaket denim itu. Nampaknya gadis itu senang sekali berjumpa dengannya. Dalam hitungan menit merekapun pergi naik motor, meninggalkan nanar mata Arjuno yang tersayat rasa ingin tahu.              Siapakah laki-laki itu? Apakah dia si Sariawan yang sering sekali didengung-dengungkan oleh pujaannya?  Pasti itu adalah dia. Arjuno menduga-duga dalam hatinya. Dia merasakan ada rasa sakit saat melihat pemandangan yang baru saja terjadi itu. Mengapa ada  bara cemburu yang hadir tiba-tiba? Tetapi apa haknya untuk merasakan sakit? Mengingat dia bukanlah seseorang ataupun sesuatu di hidup Shopia.                
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD