First Meet

1053 Words
    “Maaf, boleh saya bergabung disini?” ucap pria yang tadi disapa oleh Melani. Ya, bos nya Melani berdiri di sebelah Felisha dan meminta ijin untuk bergabung meja mereka.     “Oh ya Pak, Silahkan” kata Melani dengan cepat. Dan tanpa aba-aba pria itu menarik kursi di samping Felisha dan duduk disampingnya. Keadaan semakin canggung, tapi Felisha tetap menghiraukan dan melanjutkan burgernya sampai habis. Karena sangat lapar.     “Pak Dafi sendirian aja pak?” Tanya Melani untuk mencairkan suasana.     “Iya, karena saya abis meeting proyek baru itu Mel, sampai saya lupa belum makan malam” tukas pria yang bersama Dafi tersebut.     “Oh, sabtu masih mikirin kerja ya pak? Saya kira Bapak habis malam mingguan” jawab melani bercanda.     “Duh, Iya Mel saya kebanyakan kerja, nggak sempat nyari pacar” tukas Bosnya cuek.     “Hahaha, Bapak bisa aja. By the way pak, apakah kantor masih mencari purchasing untuk menambah personil tim purchasing?” tanya Melani penasaran. ‘Ya ampun Melani, bahkan di saat seperti ini masih memikirkan kelanjutan hidupku. Padahal aku berencana untuk pulang ke Jogja dan mencari pekerjaan disana’ batin Felisha dalam pikirannya.     “Sebenarnya tidak buru-buru, hanya kasihan Pak Herman karena sebentar lagi Bu Ratna akan melahirkan. Itu kenapa saya mau satu orang lagi untuk tim Purchasing” ujarnya sambil masih makan beef burgernya. “Emang kenapa Mel? Kamu punya kenalan buat jadi kandidat, soalnya HR masih ngeluh belum dapat yang sesuai” tambahnya.     “Nah, itu dia pak, hehehe. Teman saya disamping bapak itu lagi jobless nih pak” ujar Melani cengengesan. Bosnya sontak menoleh ke arah Felisha dan melihatnya yang malah asyik menyolek kentang goreng ke saus. Karna burgernya sudah ludes tak tersisa.     “Hah? aku maksudmu?” tukas Felisha santai saat melihat di perhatikan oleh Melani dan Dafi. “Aku kan belum resign, mana ada jobless” imbuhnya berdecak. Melani sontak menendang kaki Felisha.     “Aduh, apasih Mel, tendang-tendang. Emang aku belum resign, masih berencana resign besok senin juga. kamu sudah bingung saja aku mau kerja dimana!” tambahnya mendengus tak terima.     “Emang kenapa resign?” sahut bosnya. Mau tidak mau Felisha menoleh melihatnya. ‘Wow, kenapa Bosnya tampan dan menawan sekali?’. ‘Ya ampun, aku tidak tahan dengan tatapannya’ batinnya meracau terpana ketampanan seorang pria di sebelahnya dengan wajah campuran Indonesia - Belanda. ‘Tenang, kamu baru juga putus hari ini, tahan, di tanya gitu aja langsung deg-deg an gitu sih Felisha, ya ampun’ batinnya masih belum fokus.     “Emm. Biar gampang move on aja sih Pak” jawab Felisha sekenanya dan mengedikkan bahunya.     “Oh, jadi biar tidak bertemu sama si mantan” timbal bosnya Melani.     “Hmm, soalnya sudah males saja gitu kalau bertemu terus. Apalagi satu kantor. Jengah saja lihatnya”. Felisha berusaha membela keadaannya. “kayak bagaimana ya, kayak lihat dia saja bikin mood saya sudah jelek, sudah tidak enak gitu lho, dan pasti akan bertemu terus menerus dan kejadian itu pasti langsung muncul di pikiran saya. Jadi malas saja kalau seperti itu. Lebih baik resign aja daripada tersiksa terus menerus”.     “Oh, jadi kamu habis patah hati?” jawabnya terkekeh. “Kenalin, aku Dafi, Dafi Putra Hartono” tambahnya sambil mengalurkan tangannya.     “Felisha, Felisha Damayanti” sambil membalas jabatan tangannya dengan senyum terpaksa.     “Kenapa putus?” tanya Dafi masih mendesak. Entah mengapa saat itu jantungnya berdebar dan tak kuasa untuk tidak mengkhawatirkannya. Melihatnya bagaimana cara ia berpakaian dan memakan burger itu terlihat sangat jelas jika wanita disebelahnya itu sedang tidak baik-baik saja.     Felishapun juga terkejut saat pria tersebut menanyakan kandasnya hubungannya. Felisha mengambil nafas panjang dan mulai menjelaskan. “Yah, dia menghamili perempuan lain pak.” Jawab Felisha lesu dan tidak bersemangat.     ”Apalagi saya mau menikah dengannya. Bayangkan saja, kita sudah 3 tahun bersama, sudah berjuang sama-sama, baru juga tunangan bulan lalu dan rencana pernikahan 3 bulan lagi. Dan tiba-tiba saya melihat calon suami saya memeluk sahabatnya yang menangis histeris. Saya bingung, dan ternyata ia sedang mengandung anak calon suami saya. Coba bayanginkan sekali lagi, bagaimana hancurnya saya waktu itu. Mau percaya sama siapa lagi?”     “Hotel di Bali sudah di booked untuk pemberkatan, sudah meeting sama WO, sudah proses design undangan, sudah foto pre-wedding minggu lalu, WO sudah memberikan pilihan souvenirnya, gaun dan rias pengantin juga sudah di booking. Bagaimana saya tidak kesal? Saya benar-benar merasa di bodohi. Kayak segampang itu berkhianat dibelakang saya. Bisa-bisanya mereka mencari kesempatan. Kesel sekali rasanya!” Cerocos Felisha dengan kesal dan tanpa henti. “Keseeeeel banget!” gereget Felisha sambil berkali-kali menekan kentang ke saus sambal  karena saking kesalnya.     Terlihat dirinya tampak telaten mendengar curahan hati felsiha yang sedang kesal, dan tidak terkontrol. “Sabar ya, semoga cepat dapat yang baru” tukasnya mengejek agar wanita tersebut tertawa. Rasanya ia tidak rela bahwa wanita itu disakiti sampai seperti itu.     “Hah? Justru saya tidak memikirkan hal itu. Untuk menata hari saja rasanya sudah penat” ujarnya sambil menatap sedih laki-laki tersebut.     “Tapi aku lihat kamu orangnya kuat kok, tahan banting gitu”     “Ya ampun pak, memangnya bapak pikir saya terbuat dari beton gitu?” guraunya kesal.     Seketika Melani dan Dafi pun tertawa terbahak-bahak taka ada hentinya. Sampai membuat Felisha kesal karena ditertawakan.     “Apaan sih kalian! segitunya tertawa, memangnya lucu apa?” gerutunya kesal.     “Iya, kamu ternyata lucu juga” jawab Dafi masih terus menahan tawanya “Aku senang melihat kamu cemberut” tambah Dafi mengalihkan pembicaraan dan sesaat tatapan mereka beradu beberapa detik.     “Ehm, ehm, kenapa justru kalian seperti sudah temen lama gitu sih?” interupsi Melani mengalihkan pandangan mereka. Ia tampak bingung karena Bosnya bisa santai seperti itu di luar kantor. Bahwasannya dia selalu serius dan tegas jika di kantor. Untuk berbicara dengan karyawannya saja dia hampir tidak pernah.     “Iya, tahu nih! Sudah seperti temen lama saja” ujar Felisha santai. “Jadi bagaimana Bos? Saya sudah di terima menjadi staff purchasing di perusahaan anda? Baru saja saya infokan alasan resign saya.” tukasnya lagi.     “Hahaha.. Hmm.. kirimkan saja dulu lamaran kamu ya, harus tetap sportif dan ikutin prosedurnya” jawabnya terkekeh.     “Baiklah, saya akan mengikuti saja prosedurnya pak” jawab Felisha enteng sambil menghabiskan kentang terakhirnya. Mereka bertiga pun kembali bercerita dan tertawa bersama hingga kadang Melani tidak bisa menahan perutnya     “Saya kira bapak sudah menikah” tanya Felisha sat mereka selesai mendengarkan candaan Dafi.     “Apa saya begitu terlihat tua?” sergah Dafi tak terima.     “Emh.. tidak. Hanya saja bos setampan bapak pasti sudah banyak yang mengantri” ejek Felisha yang hanya di balas decakan Dafi.     Selang satu jam kemudian mereka berpamitan setelah lelah bercerita dan tertawa, mereka seperti teman lama yang baru saja reuni. Felisha dan Melani pulang ke apartemen dan bersiap untuk tidur. Hari ini memang sangat melelahkan. Tubuh Felisha minta dimanjakan dengan bangun siang. Hari minggu sore mereka berdua sudah mengirimkan kardus-kardus kenangan Ferdian dengan menaruhnya di depan garasi rumahnya. Terlalu malas untuk bertemu Ferdian. Lalu Melani mengajaknya untuk nongkrong di kedai kopi lobby apartemen Felisha sambil update resume-nya untuk dikirim ke HR perusahaan tempat Ia bekerja. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD