#2

834 Words
*Kenzie POV Aku sedang terburu - buru untuk meeting pagi ini, bahkan aku tidak sadar jika telah masuk ke lift karyawan. Seorang perempuan sedang berdiri disana, menundukkan sedikit kepalanya menyapaku dengan pongah. Seperrtinya dia tidak tahu siapa aku. Apakah dia karyawanku? Batinku. Kupincingkan mataku, dia lumayan juga. Dalam sekilas pandang aku menilainya dari atas ke bawah. Gadia yang cukup menarik. Sepertinya masih muda, kukira sekitar 20 sampai 23 tahunan. Dia tidak berusaha mengajakku berbicara atau sekedar menyapaku, tidak seperti karyawan ain yang akan bertingkah menjijikkan saat melihatku.  Ting... Pintu lift terbuka, gadis itu keluar begitu saja tanpa menoleh. Aku melihat nomor lantai, 16 adalah ruangan HRD. Apakah dia pegawai di bagian HRD? Gadis itu telah mencuri perhatianku. Aku tidak bisa lagi fokus pada pertemuan pagi ini. Aku terus terpikirkan oleh gadis itu, entah kenapa membayangkannya membuatku sangat b*******h. "Pak Ken, sepertinya anda butuh sekretaris baru." Kata Suci, slah seorang Manager HRD. Sebuah ide tiba - tiba terlintas di pikiranku. "Apakah di divisimu ada anak baru?" tanyaku langsung. Suci sangat tahu bahwa aku pemilih, selain Asti, belum ada sekretaris yang cocok denganku. "Kenapa memangnya?" tanya Suci bingung. "Daripada repot - repot rekrut dan tidak cocok, lebih baik ambil dari divisimu. Kalau tidak cocok dia bisa kembali ke divisimu lagi." balasku asal. "Benar juga." pikir Suci menyetujui. Suci adalah teman kuliahku, meski teman, dia sangat profesional di kantor. Membuatku bisa nyaman mendiskusikan beberapa hal yang aku butuhkan. "Baiklah, besok saya kirimkan anak baru di divisi saya untuk training menjadi sekretaris menggantikan Asti." balas Suci menyetujui. Aku hanya mengangguk dan bergegas ke ruanganku. /// *Autor POV Pekerjaan hari ini cukup melelahkan, dan perut Adisty sudah keroncongan sedari tadi, membuat Sandra tidak kuasa menahan tawanya. "Kamu kelaparan?" tanya Sandra yang dibalas anggukan dengan muka memelas oleh Adisty. "Nih, buat ganjal perut." kata Sandra sambil menyerahkan sebungkus chunky bar pada Adisty. "Emang boleh?" tanya Adisty polos. Dia tahu bahwa dia tidak boleh makan saat jam kerja. "Jangan sampai ketahuan." jawab Sandra pelan. Adisty mengangguk angguk paham. Dia membuka barnya dan memakannya setengah, kemudian memasukkan sisanya ke dalam tas.  Bu Suci masuk dengan tergesa - gesa setelah meeting berakhir, diikuti dengan Bimo yang berjalan di belakangnya. Sekilas dia memandangi Adisty, membuat jantung gadis itu berhenti. "Adisty, ke ruangan saya." perintahnya tanpa menoleh. Membuat wajah Adisty memucat seketika. Sandra memandangi Adisty penuh sesal, mereka mengira akan dihukum karena telah melanggar aturan. Tok...tok...tok... Dengan gugup Adisty mengetuk pintu, terdengar suara mempersilahkan dari dalam, membuat Adisty mendorong pintu itu dan masuk. Ia diminta duduk di depan Bu Suci, tanpa ada kata apapun, karena wanita itu masih sibuk dengan berkas - berkasnya. "Adisty." sapa Bu Suci membuka percakapan. "I..iya bu." balas Adisty gugup. "Saya akan memberimu tugas. Mulai besok kamu tidak usah bekerja disini." kata Bu Suci, membuat jantung Adisty mencelos. "Saya dipecat bu?" tanyanya gugup, airmatanya mulai menggunung dan siap jatuh.  "Saya minta maaf bu, tapi ini adalah kesalahan pertama saya, apakah saya dipecat secepat ini?" cerocos Adisty panik. "Siapa yang mau pecat kamu? Dan kesalahan apa yang kamu lakukan?" tanya Bu Suci penasaran. "Tadi ibu bilang?" tanya Adisty bingung. "Begini, sekretaris dari Pak Ken sedang cuti karena kecelakaan dua minggu yang lalu. Dan sampai saat ini belum ada ganti. Biasanya saya yang menghandle, tapi saya mulai kepayahan karena terlalu banyak pekerjaan. Jadi mulai besok saya menugaskan kamu untuk bekerja disana." kata Bu Suci menjelaskan. "Tapi saya anak baru bu." kata Adisty tidak percaya. "Karena kamu anak baru, kamu belum memiliki tanggungjawab apapun, jadi bisa diminta kesana. Dan saya juga lihat CV kamu, kamu dulu lulusan administrasi perkantoran bukan?" kata Bu Suci tanpa bisa dibantah. "Iya bu. Baiklah saya akan mengikuti perintah ibu." jawab Adisty setuju. "Tenang saja, besok saya akan membimbing kamu tentang pekerjaan itu, kamu tidak akan saya lepas begitu saja." kata Bu Suci berusaha menenangkan.  Adisty tidak tahu harus merasa bagaimana. Menjadi sekretaris pimpinan adalah pencapaian yang besar, tapi Ken bukanlah sosok yang mudah. Dia masih mengingat pertemuannya tadi, sungguh mengerikan. Kenapa pula harus dia yang menjadi sekretaris? /// *Adisty POV Aku berjalan gontai kembali ke mejaku, adakah cobaan yang lebih berat dari ini? Sandra menatapku penasaran dan penuh sesal, dia pikir karenanya aku mendapatkan masalah. Pikiran jahatku bekerja, melihatnya begitu membuatku ingin mengerjainya. Jika diingat - ingat sering sekali dia mengerjaiku, mungkin ini saatnya aku membalasnya. "Kenapa Dis?" tanya Sandra gugup. "Say dipecat San." jawabku memasang muka sedih. Wajah Sandra langsung pucat pasi. Melihatnya begitu membuatku kasihan dan tidak tahan menahan tawa. "Enggak... Enggak... Saya dipindah tugas." jawabku jujur.  "Kenapa? Gara - gara ketahuan?" tanya Sandra memastikan. Aku menggeleng pelan. Aku menceritakan semuanya pada Sandra dan dia mengerti.  "Nanti kita masih bis makan siang bareng." katanya menenangkan. Tapi aku belum tahu, apakah mungkin bisa? Aku hanya bisa berharap semuanya berjalan baik - baik saja. Sore itu Mas Bimo mengusulkan untuk makan di luar bersama setelah jam kerja. Aku tidak kemana - mana, kami masih bisa bertemu, tapi semua setuju untuk merayakan kenaikan jabatanku katanya. Aku menurut saja. Sebenarnya aku juga bahagia, karena ternyata aku punya tempat di hati mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD