3. Pesta Perpisahan

1105 Words
Aula kampus di Denmark kini telah disulap. Ubahnya suasana pesta megah yang memang diadakan setahun sekali untuk melepas para mahasiswa dan mahasiswi yang telah menyandang sarjana di belakang nama mereka. Terlebih Alena dan Aileen yang sebentar lagi akan mendapatkan kehormatan sebagai julukan dokter saat mereka melaksanakan sumpah profesi. Dengan langkah anggun penuh percaya diri, Aileen berjalan membelah kerumuman yang menatapnya dengan tatapan memuja. Siapa yang menolak pesona Twin Sister yang kecantikan dari bangsa timur melekat begitu sempurna di wajahnya. Ditambah polesan make-up yang kini menghiasi wajahnya, semakin menambah kecantikan alami pada wajah ayu Aileen. "Alena!" panggil Helena, sahabat Alena. Aileen berhenti, senyum manis kini menghiasi bibir indahnya. Tidak percuma dia memakai topeng, soflens, dan juga hairspray color menyerupai warna rambut Alena. Penyamarannya, SEMPURNA! "Ekhm, hai Helena," sapa Aileen yang bergedok Alena malam ini, suara dibuat selembut mungkin agar persis seperti Alena. "You look beautifull, youre queen party to night!" pekik Helena antusias, menurutnya Alena asli adalah gadis tercantik di kampusnya. "Kau juga sangat cantik malam ini, Helena," puji Aileen membuat Helena tersipu. "Di mana kembaranmu Aileen? Jangan bilang dia butuh waktu dua jam untuk berias diri," kekeh Helena saat menyadari Alena palsu datang tanpa kembarannya. Sialan! Mengapa semua orang menganggap beda dia dengan kakaknya? "Dia sakit sejak tadi siang," jawab Aileen gugup. Helena hanya ber'oh ria, kemudian lelaki tampan menghampiri mereka. Menyapa kedua gadis molek yang kini berada di sampingnya. Seakan tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, lelaki bernama Jayden itu menatap Helena dengan senyuman penuh minat di wajahnya. "Helena, mau dansa denganku?" tanya Jaden, kekasih Helena. Helena mengangguk, menerima uluran tangan Jaden dengan senang hati. Mereka berjalan menuju lantai dansa bergabung dengan beberapa pasangan lainnya yang sibuk menikmati lantunan musik. "Ekhem" dehaman membuat Aileen menoleh. "Hai cantik," sapa seseorang, suara yang sangat khas di telinga Aileen. Gadis itu begitu memuja lelaki yang kini tersenyum lembut menatapnya. Meskipun senyuman itu sebenarnya tertuju untuk Alena, akan tetapi Aileen tetap saja merasa bahagia karenanya. "Marcuss," pekik Aileen membuat Marcuss terkekeh. "Alena, My Honey," ucap Marcuss memeluk Aileen. Alena My Honey. Jantung Aileen terasa berdenyut tatkala nama itu disebut Marcuss. Rasanya perih, dadanya bergemuruh hebat. Senyum yang terukir pada bibir Aileen kini terlihat sangat kaku. Gadis itu tidak bisa mengekspresikan diri atas perasaan dalam hatinya saat ini. "Kau sangat cantik, Sayangku," puji Marcuss membuat Aileen tersipu malu. Andai saja pujian itu atas nama Aileen, pasti Aileen akan sangat bahagia sekali. Sayang seribu sayang, cinta Aileen bertepuk sebelah tangan. Itu takkan membuat Aileen berhenti berjuang, dia akan memperjuangkan cintanya, dia akan mendapatkan Marcuss apapun caranya. Dan itu janji seorang Aileen Olivia Kusuma. "Kau sangat tampan malam ini, Marcuss" ucap Aileen tidak berbohong. Ya benar, Marcuss bak raja di pesta perpisahan pada malam ini. Aura lelaki itu tidak kalah terangnya dari highlight yang kini menyorot seluruh penjuru aula. "Kau bisa saja, Alena." kekeh Marcuss mengelus pipi Aileen. Darah Aileen berdesir, sentuhan Marcuss membuat hatinya berbunga-bunga. "Alena?" panggil Marcuss , tangan Marcuss menangkup wajah Aileen. Aileen gelagapan, dia tidak bisa menatap langsung Marcuss. "Kenapa kau gugup?" tanya Marcuss merasa aneh dengan sikap Alena. "Ti-tidak, aku hanya gerogi. Kau kan menghilang cukup lama," elak Aileen membuat Marcuss tersenyum mengerti. Marcuss memeluk posesif pinggang ramping Aileen, tapi Marcuss merasa ampang dan juga aneh dengan tubuh yang kini dia peluk. Tubuh di sampingnya seperti asing. Tidak seperti tubuh wanita yang selalu saja membuat hatinya menghangat. "Mau berdansa denganku?" tanya Marcuss diangguki Aileen. Kini mereka berdansa, mengikuti alunan melodi romansa bersama dengan tubuh para pasangan yang meliuk hingga mereka merasa bosan. Aileen dan Marcuss duduk di meja paling belakang, mereka berdua memilih menjauh dari keramaian. Musik DJ mengalun memenuhi seluruh aula kampus besar ini. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Dalam jadwal acara, sudah saatnya party dewasa. Ya, party bebas dengan alkohol dan making out untuk mereka yang 'tidak malu'. "Have good cheer!" teriak mereka serempak, dentingan gelas kaca menggema di penjuru ruangan. Aileen mengangkat gelasnya, meneguknya sekali hingga tandas. Marcuss menyipit melihat pemandangan di depannya. Alena yang dia kenal bahkan sangat membenci alkohol, dan sekarang dengan sekali teguk Alena menghabiskan minuman memabukkan itu. Mereka larut dalam pesta, sudah beberapa gelas yang dihabiskan Marcuss. Aileen hanya meminum dua gelas wine, dan itu takkan membuatnya mabuk. Seringaian muncul di wajah cantiknya saat melihat Marcuss sudah meracau tidak jelas efek dari alkohol. Dalam hati, Aileen bersorak girang. Sebentar lagi tujuannya akan berhasil. Dia akan mendapatkan Marcuss. "Ayo kita pulang," ucap Aileen mengalungkan tangan Marcuss di pundaknya, membantu Marcuss berjalan menuju mobilnya. Keringat membasahi wajah cantik Aileen, dengan susah payah akhirnya dia bisa membawa Marcuss ke sebuah hotel. Untung saja ada resepsionis lelaki yang Aileen mintai tolong membawa Marcuss ke dalam kamar yang telah dia booking atas nama Marcuss. "Topeng sialan!" desis Aileen membuang topeng itu hingga tergeletak di lantai. Aileen tersenyum, dia membelai d**a Marcuss membuat Marcuss mendesah, menggeliat dalam tidurnya. "Alena ... Alena," racau Marcuss mencium bibir Aileen dengan kasar. Srekk, gaun yang dipakai Aileen telah sobek dengan satu hentakan tangan Marcuss. Aileen dapat melihat jika Marcuss sudah tidak sadar, dan Marcuss kini menatapnya penuh napsu. Lelaki itu ingin menyentuhnya lebih dalam lagi. "Arkh ... Marcuss," desah Aileen saat Marcuss menciumi lehernya hingga turun ke puncak gunung kembarnya. Marcuss menatap memuja tubuh Aileen yang kini polos tanpa sehelai benang. Dalam mata Marcuss, dia tengah bercandu rindu dengan kekasihnya-Alena. Lelaki itu membawa Aileen ke ranjang, menciumi gundukan gunung kembar Aileen dengan gigitan-gigitan kecil membuat Aileen mengerang penuh nikmat "Marcuss aku tidak tahan ... lagi," rengek Aileen menjambak rambut Marcuss frustasi. Marcuss terkekeh, dia melepas seluruh pakaiannya. Tubuh indah Aileen membuat Marcuss tidak tahan untuk menyetubuhinya. "Marcuss!" teriak Aileen kesakitan saat sesuatu memasuki lubang kenikmatannya. Darah tanda cinta mengalir membasahi seprai berwarna putih itu. Air matanya pun ikut jatuh, harta yang dia jaga selama dua puluh lima tahun kini telah hilang lenyap bersamaan dengan kepercayaan sang kakak yang telah dia patahkan. "Alena, ini sungguh nikmat, kau menghisapku di dalam sana," desah Marcuss nikmat. Aileen tak mampu lagi menahan tangisnya, b******a pun Marcuss masih mengingat nama Alena. Pedih di pusat sudah tak lagi dirasakannya, nikmat dan juga sakit di hatinya lah kini yang mendominasi. Entah berapa lama mereka making love, Marcuss telah tertidur di samping Aileen dengan keringat membasahi wajahnya. Aileen menghapus air matanya, dia mengelus perutnya. Hari ini adalah masa suburnya, dan dia sengaja menantang mautnya sendiri dengan b******a bersama Marcuss yang tidak lain kekasih saudara kembarnya. "Tumbuhlah di rahim Mama, biarkan Mama memiliki cinta papamu," doa Aileen. Kini matanya menatap tubuh polos dirinya dan Marcuss, dia memang wanita hina. Wanita yang menghalalkan segala cara agar mendapatkan apa yang dia mau, termasuk mengorbankan keperawanannya. "Kak Alena, maafkan aku," lirihnya memejamkan mata. Berharap sakit ditubuhnya esok hari akan hilang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD