PERSAMAAN

4180 Words
Malam hari Tuan muda terus memikirkan perasaan aneh yang ada dalam dirinya, sejak kepergian Celine entah mengapa ada suatu keinginan yang kuat dalam hatinya untuk kembali membawa gadis itu ke istananya, tapi dalam hatinya juga timbul penolakan terhadap gadis itu.  Seperti malam-malam sebelumnya selama seribu tahun ini, Grisella selalu masuk ke dalam kamar Tuan muda saat tengah malam hampir tiba. "Anda sudah siap Tuan muda? Adakah yang ingin anda buru malam ini?" Tanya Grisella. "Tidak, istirahatlah di kamarmu, sepertinya malam ini aku sedang malas berburu." Sahut Tuan muda. "Anda memikirkan Celine?" Tanya Grisella.  Tuan muda hanya diam, tatapannya terus menatap keluar jendela. "Aku hanya akan tidur malam ini, istirahatlah Grisella, kamu juga pasti lelah karena menemani gadis itu seharian ini." Ucap Tuan muda lalu naik ke tempat tidurnya dan meringkuk ke dalam selimut.  Grisella tersenyum lalu keluar dari kamar itu dan menguncinya dari luar, tetap berjaga jika singa itu tidak sejalan dengan keinginan Tuan muda. Grisella turun dari atas karena kamarnya memang terletak dibawah. Bibi Milly terlihat heran melihat Grisella meninggalkan kamar tuan muda namun tidak bersama seekor singa. "Apa yang terjadi nona Grisella?" Tanya bibi Milly. "Tuan muda sedang tak ingin berburu malam ini, sepertinya dia masih terus memikirkan Celine. Bukankah ini pertanda baik bibi Milly?" Sahut Grisella. "Iya nona Grisella, semoga kutukan ini segera berakhir." Ucap bibi Milly.   Malam ini Grisella dan Otista juga bibi Milly tak ada satupun yang mampu tidur, Tuan muda memang tidak mengaum penuh nafsu berburu bagai singa kelaparan seperti biasanya, namun justru mengaum dengan suara seolah sedang kesakitan dan menderita karena kesepian. Grisella dan bibi Milly sampai meneteskan air mata karena tak tahan mendengar lenguhan Tuan muda dari dalam kamarnya. Lenguhan yang hanya pernah mereka dengar sekali selama seribu tahun yaitu saat kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan. Ini adalah kali keduanya lenguhan itu kembali terdengar.   Selama ini mereka terbiasa mendengar auman singa yang ganas tiap malam, karena singa itu butuh dilepaskan untuk berburu di hutan sekitar istana Freonheart. "Haruskah kita membawa gadis itu kembali kemari?" Tanya Otista pada kedua wanita dihadapannya. "Entahlah, aku takut Tuan muda justru akan marah, karena tadi dia mengatakan bahwa dirinya tidak menyukai Celine." Sahut Grisella. "Biarkan cinta itu tumbuh dan disadari dengan sendirinya oleh keduanya, karena kutukan itu hanya akan hilang dengan cinta suci dari gadis berdarah suci." Ucap bibi Milly. Ketiganya pun hanya mampu berdiam diri hingga pagi menjelang. Saat sinar matahari pagi telah muncul ke permukaan, Grisella kembali membuka kunci pintu kamar Tuan muda.   "Anda baik-baik saja Tuan muda?" Tanya Grisella saat masuk ke dalam kamar Tuan muda. Tuan muda telah kembali dalam wujud manusia, dia hanya diam berdiri di dekat jendela dan menatap keluar pada pepohonan yang ada di dalam hutan sekitar istana itu. "Saya permisi Tuan muda, jika anda butuh bantuan,anda tahu dimana mencari diriku." Ucap Grisella memilih keluar kamar karena Tuan muda seperti tak mau diajak bicara olehnya. Tuan muda menoleh ke arah pintu saat Grisella telah menutupnya. "Janganlah kalian terlalu berharap pada gadis itu, gadis itu makhluk yang terlalu sempurna bagi monster seperti diriku. Tak akan mungkin dia mau mencintai dan menerima keadaanku sebagai makhluk berbulu lebat yang ganas ini. Lagipula, dia pantas mendapatkan yang lebih baik dariku." Ucap Tuan muda berbisik pelan dan menghela napas panjang dan berat.   Tuan muda lalu segera bersiap untuk menuju ke kantornya dan menjalankan segala aktivitasnya untuk melupakan bayangan gadis bernama Celine itu. "Kita berangkat Otista." Ucap Tuan muda saat sudah masuk ke dalam mobil, setelah mendapat doa dari bibi Milly. "Kemana kita Tuan muda?" Tanya Otista. "Otista, apakah kamu baru satu hari ini bersama dengan saya? Tentu saja kita ke kantor, ke hotel dan bekerja!" Sahut Tuan muda sedikit kesal dan Otista hanya tersenyum lebar, lalu mereka pergi dari istana itu.   Semuanya berjalan seperti biasa, segala aktivitas berjalan sama seperti hari-hari sebelum gadis bernama Celine itu ditemukan. Tuan muda lebih memilih membekukan hatinya, dia sendiri menolak gadis itu, karena sebenarnya dia tak mampu menerima sebuah penolakan lagi dalam hidupnya karena kutukan itu. Sejak kecil Tuan muda selalu ditolak oleh masyarakat sekitarnya karena kutukan itu, hingga akhirnya Tuan muda menghabiskan masa kecil hingga remaja untuk belajar di istana Freonheart dengan membaca banyak sekali buku, bukan pergi ke sekolah seperti anak lainnya. ****   "Otista! kuburkan mayatnya! Dasar keras kepala! Kenapa sih selalu membawa pulang gadis yang bukan takdirnya?! Membuatku kerepotan saja tiap malam!" Omel Grisella pagi ini saat keluar dari salah satu kamar tamu yang ada di istana itu. Otista segera masuk ke kamar itu, dan membereskan mayat seorang gadis yang tergeletak mengenaskan di atas tempat tidur. Bibi Milly segera membersihkan kamar itu seolah tak pernah ada kejadian pembunuhan apapun. Beberapa jam kemudian, Tuan muda turun dari kamarnya.   "Pagi bibi Milly." SapaTuan muda dengan tenang seolah tak terjadi apapun semalam. "Selamat pagi Tuan muda." Sahut bibi Milly tersenyum. "Dimana Otista dan Grisella?" Tanya Tuan muda. "Mereka sedang menguburkan gadis yang semalam dibawa oleh anda." Jawab bibi Milly dan Tuan muda hanya bersikap tenang. "Tuan muda, satu bulan ini anda sudah mengorbankan lebih dari 10 gadis muda, jumlah itu sudah 4 kali lipat lebih banyak dari bulan sebelumnya Tuan muda. Sebentar lagi pasti pihak kepolisian akan kembali memeriksa anda dan istana ini. Bukankah sebaiknya anda membawa nona Celine saja kemari?" Ucap bibi Milly memberikan masukan. "Bibi, aku tak ingin mendengar nama gadis itu lagi! Jadi jangan pernah membicarakannya denganku!" Sahut tuan muda ketus. Bibi Milly hanya menghela napas panjang mencoba bersabar pada tuan mudanya.   Terdengar suara sepatu wanita memasuki ruang makan, dan terdengar suara Grisella sedang berbicara di telepon dengan seseorang.  "Baiklah, bagaimana jika petang nanti kita makan malam bersama?" Terdengar suara Grisella membuat janji dengan seseorang di seberang telepon. "Boleh juga, aku juga sangat suka dengan tempat itu. Baiklah kita bertemu petang nanti ya, bye Celine." Ucap Grisella sebelum menutup sambungan teleponnya.   Ucapan Grisella itu membuat terkejut Tuan muda dan bibi Milly. Bahkan Tuan muda sampai menghentikan makannya dan meneguk minuman di dekatnya. "Pagi Tuan muda, pagi bibi Milly.." Sapa Grisella. "Pagi." Sahut Tuan muda. "Selamat pagi nona Grisella." Sahut bibi Milly. "Apa yang sedang kamu rencanakan Grisella?" Tanya Tuan muda. "Tidak ada, aku hanya akan makan malam bersama Celine petang nanti." Jawab Grisella tenang. "Ouh iya Tuan muda, Celine titip salam untuk anda juga bibi Milly." Ucap Grisella lagi dengan sengaja. "Dia tidak menitipkan salam untuk Otista?" Tanya Tuan muda. "Hahahaha untuk apa dia menitipkan salam pada Otista? Mereka selalu bertemu setiap hari bahkan makan siang bersama." Jawab Grisella.   Uhuk! Uhuk! Uhuk!! Entah mengapa makanan itu mendadak menyodok ke tenggorokan Tuan muda dan membuatnya tersedak, terbatuk-batuk. Bibi Milly segera menyodorkan segelas air minum untuk Tuan muda. Grisella hanya tersenyum dengan tatapan penuh arti pada bibi Milly. Bibi Milly hanya menggelengkan kepalanya saja. "Untuk apa Otista bertemu gadis itu setiap hari?" Tanya Tuan muda saat sudah tidak tersedak. "Otista ingin menghibur Celine, dia merasa kasihan pada Celine, gadis itu hidup sebatang kara di dunia ini. Hidupnya tak pernah bahagia sejak ayahnya meninggal tiga tahun yang lalu, ouh iya malam saat Tuan muda membawanya kemari itu adalah hari dimana dia barusaja menguburkan ibunya yang meninggal karena tak punya biaya untuk pengobatan penyakitnya. Celine gadis yang cerdas dan pekerja keras, dia mahasiswi dengan beasiswa sekaligus pelayan paruh waktu di sebuah cafe, sungguh gadis yang sangat hebat." Celoteh Grisella dengan santai, namun mampu membuat darah dalam Tuan muda meletup tak karuan rasanya.   "Hmm..." Sahut Tuan muda acuh menutupi yang sesungguhnya terjadi dalam dirinya. Tuan muda tak berani berpikir apapun saat ini, dia harus mengendalikan pikirannya karena Grisella dan bibi Milly sanggup mendengar segala yang ada di pikirannya. Grisella mendengus sedikit merasa kesal karena Tuan muda hanya acuh terhadap ceritanya tentang Celine.   "Aku harus segera pergi sekarang, kamu berhati-hatilah saat pergi petang nanti, ajaklah Otista untuk menemani kalian, aku bisa membawa mobil sendiri." Ucap Tuan muda sambil berdiri dan menghampiri bibi Milly. "Lakukan tugasmu bibi." Ucap Tuan muda dan bibi Milly pun mengayunkan tongkatnya juga melafalkan mantra berkatnya untuk melindungi Tuan muda. Tuan muda memeluk bibi Milly berterima kasih, lalu melangkah menuju pintu keluar. "Bagaimana jika Tuan muda ikut bersama kami? Aku janji tidak akan sampai tengah malam kita sudah kembali ke istana." Seru Grisella sebelum Tuan muda mencapai pintu keluar. "Tidak! Aku sudah ada janji dengan wanita lain." Sahut Tuan muda tetap melangkah menuju pintu keluar tanpa menoleh pada Grisella.   Grisella segera melesat cepat dan berdiri di pintu untuk menghadang langkah Tuan muda. "Kumohon ikutlah bersama kami, jangan ada korban lagi malam ini, kumohon..." Pinta Grisella dengan penuh harap. "Baiklah, tidak akan ada korban lagi malam ini, tapi aku tetap tidak bisa ikut dengan kalian." Sahut Tuan muda. "Kenapa? Kenapa anda menghindari gadis ini? Apakah anda tak ingin sembuh?" Ucap Grisella. "Kenapa? Kenapa harus gadis ini? Apakah kamu bisa menjamin dengan pasti bahwa dia adalah takdirku?" Tuan muda justru balik bertanya. "Ya, aku yakin dia adalah gadis takdir anda. Kumohon cobalah bertemu lagi dengannya." Ucap Grisella. "Tidak, aku tak mau menyiksa Otista karena harus menguburkan temannya sendiri besok pagi setelah dibunuh olehmu." Sahut Tuan muda. "Aku berjanji tak akan pernah membunuh gadis yang satu ini, aku berjanji akan membiarkan dia tetap hidup sampai kapanpun. Kumohon ikutlah nanti malam." Ucap Grisella masih berharap. "Maaf Grisella, tapi malam ini aku tidak bisa ikut dengan kalian, ajaklah Otista, aku janji lain kali akan aku sediakan waktu untuk ikut dengan kalian." Sahut Tuan muda tersenyum dan mengusap kepala Grisella.   Grisella pun hanya bisa mengangguk mengalah dan menyingkir dari pintu, membiarkan Tuan muda melewatinya dan pergi ke kantor. "Padahal aku yang lahir jauh lebih dulu darinya, tapi sekarang dia yang selalu memperlakukan aku seperti anak kecil!" Gerutu Grisella pada sikap Tuan muda padanya. "Lagipula singa dalam dirinya yang selalu mencabik-cabik para gadis itu hingga menjadi cacat! Aku membunuh mereka hanya karena tak tega jika harus membiarkan mereka tetap hidup dengan menanggung cacat!" Omel Grisella lagi. "Sudahlah, jangan putus asa. Mungkin kita bisa mengusahakan agar nona Celine yang jatuh cinta terlebih dahulu pada Tuan muda???" Ucap bibi Milly menghibur Grisella.  "Iya, sepertinya akan lebih mudah membuat Celine jatuh cinta pada Tuan muda. Besok saya akan meminta Otista untuk menjemput Celine dan mengajaknya makan malam disini. Bagaimana bibi?" Sahut Grisella dengan idenya. "Aku akan memasak makanan yang lezat untuk besok malam." Ucap bibi Milly dengan senyum lebar setuju pada ide Grisella. Grisella pun dapat tersenyum lagi setelah tadi murung karena Tuan muda menolak ikut bertemu dengan Celine.  ****   Di kantor Hotel Freonheart. "Otista, apakah kamu berhasil mendapatkan pengganti Olivia? Aku sungguh sangat kerepotan jika tak ada sekretaris untuk membantuku menyiapkan berkas-berkas sebelum meeting." Ucap Tuan muda. "Sudah ada, mungkin sebentar lagi dia akan datang." Sahut Otista tersenyum penuh arti. "Ada apa dengan dirimu? Sedari tadi selalu senyum-senyum!" Tanya Tuan muda. "Tidak, tidak ada apapun." Jawab Otista dengan cuek. "Sungguh, aku bisa gila hari ini! Pagi tadi Grisella merajuk, sekarang dirimu senyum-senyum menatapku! Ada apa dengan kalian semua?!" Omel Tuan muda. "Ah! dia datang!" Seru Otista sambil melihat ke layar CCTV yang ada di ruangan kerja Tuan muda, mengacuhkan begitu saja Omelan Tuan muda. "Siapa?" Tanya Tuan muda. "Sekretaris anda yang baru." Sahut Otista lalu pergi meninggalkan ruangan itu.   Tuan muda sangat penasaran dengan Otista. Dia melihat ke arah CCTV, dan sangat terkejut. "Apa yang Otista pikirkan?! Mengapa gadis itu yang harus menjadi sekretarisku?!" Omel Tuan muda tak percaya dengan yang diperbuat Otista. Tuan muda terus menatap pada layar CCTV nya memperhatikan interaksi Otista yang sangat akrab dengan gadis itu. Perasaan itu muncul kembali berdesir dalam hatinya. Tuan muda sangat tak mengerti, mengapa dia harus merasakan perasaan aneh itu setiap kali melihat gadis itu. Entahlah seperti ingin menyangkal namun dirinya terus ingin menatap gadis itu, lebih gilanya lagi gairahnya selalu naik padahal hanya menatap gadis itu tanpa bersentuhan sedikitpun. "Ada apa dengan gadis ini? Benarkah dia gadis yang ditakdirkan bagi diriku?" Tanya Tuan muda dalam hatinya, tanpa disadarinya bahwa Otista dan gadis itu sudah berada tepat di depan pintu ruangan kerjanya. "Tentu saja Tuan muda, anda saja yang terus menghindar dari kenyataan." Sahut Otista melalui batinnya.   GGGRRRRRR......!!!!! Suara geraman Tuan muda menggelegar dari dalam ruangan. Celine yang berdiri tepat di depan pintu ruangan kerja Tuan muda pun kembali merinding mendengar geraman yang menggelegar itu. "Otista, suara apakah barusan itu?" Tanya Celine pada Otista yang ada disampingnya. "Ah! Suara apa ya? Aku tidak mendengar suara apapun." Sahut Otista menutupi kebenaran. "Eh..kamu tidak mendengarnya? Aneh sekali! Suaranya sangat keras menggelegar seperti dari dalam ruangan ini." Ucap Celine lagi, Otista hanya menggelengkan kepalanya. "Ah! sudahlah! Mungkin halusinasi ku saja, karena gugup akan interview dengan pemilik hotel ini. Kamu tahu kan? Semua pemilik perusahaan entah mengapa selalu terbayang seperti singa yang ganas bagi para calon karyawan baru." Ucap Celine terkekeh sedangkan Otista hanya mengangguk sambil berusaha menelan salivanya dengan susah payah.   Tuan muda membelalakkan matanya saat mendengar ucapan Celine di depan pintu ruangan kerjanya. "Eh Celine, sebaiknya kita segera masuk menemui dia, jadi kamu tidak akan gugup lagi." Ucap Otista dan Celine mengangguk setuju.  Otista mulai membuka pintu itu perlahan dan melongok ke dalam, sedangkan Celine menarik napas dalam-dalam dan menghelanya panjang. Celine menunduk saat berjalan masuk ke dalam ruangan itu, tak berani menatap langsung pada orang yang akan menjadi bosnya. "Nah Tuan muda, sekretaris anda yang baru sudah datang, perkenalkan ini Celine Wilder." Ucap Otista. "Aku sudah tahu nama gadis ini, Otista! Yang aku tidak tahu adalah apa.alasanmu.membawa.dia.kemari?! dan menjadikan dia sekretarisku?! Apa kamu telah dirayu olehnya?!" Sahut Tuan muda dengan penuh nada menekan pada tiap katanya.   Celine yang mendengar tersentak kaget dengan ucapan bosnya itu, langsung mengangkat wajahnya menatap bos yang sombong itu dan sangat terkejut lagi dia mendapati bahwa bosnya adalah si Tuan muda yang telah menolongnya.      "A..an...anda? Tu..Tu..Tuan Muda???" Ucap Celine tergagap bicaranya. Mata keduanya saling bertemu dan saling mengunci dengan tajam, karena Celine kembali teringat dan merasa sangat tersinggung dengan ucapan Tuan muda barusan yang menuduhnya telah merayu Otista demi pekerjaan ini. "Anda sungguh keterlaluan! Apa yang ada di otak anda?! Menuduh orang sembarangan! Aku tidak pernah sedikitpun merayu Otista untuk bekerja disini! Lagipula kalau aku tahu bahwa bosnya di hotel ini adalah anda, maka aku pasti menolak tawarannya dengan mentah-mentah! Dasar angkuh! Sombong!" Ucap Celine penuh emosi. "Aku juga tidak butuh dirimu untuk bekerja disini! Silahkan keluar!" Sahut Tuan muda tak mau kalah dengan Celine. "Eh. Tunggu Tuan muda! Kumohon kalian berbicaralah dulu baik-baik, jangan langsung seperti ini. Lagipula mencari sekretaris yang bisa menangani karakter anda sungguh tidak mudah Tuan muda." Ucap Otista berusaha menjadi penengah. "Tidak perlu Otista!"  Celine dan Tuan muda tersentak kaget karena mereka mengucapkan kalimat yang sama secara bersamaan. "Heh?!!" Otista menggaruk kepalanya sendiri karena bingung pada keduanya. "Begini saja, bagaimana jika kita coba satu hari ini?" Tanya Otista memberi ide pada keduanya. "Tidak perlu!" Keduanya kembali berucap kalimat yang sama dan bersamaan.   "Eh! Kalian lihat?! Kalian sungguh sangat kompak." Ucap Otista lagi.   "Otista!" Keduanya kembali berseru dengan sama secara bersamaan lagi.   "Oke! Kita coba satu hari, jika tidak cocok juga hingga sore nanti, maka besok aku akan mencari pengganti lainnya, tapi aku tidak janji bisa memberikan sekretaris yang baru dalam waktu cepat." Ucap Otista membuat keputusan bagi keduanya.   "Tidak!" Keduanya terus berseru bersamaan dengan ucapan yang sama. Otista terkekeh melihat kekompakan keduanya.   "Ayo Celine, aku akan menunjukkan dimana meja kerjaku, sekaligus menjelaskan pekerjaan apa saja yang menjadi tugasmu." Ucap Otista acuh tak acuh sambil mengajak Celine dengan menggandeng tangan Celine. Tuan muda merasa darahnya meletup panas saat melihat Otista menyentuh gadis itu di depan matanya, meski hanya tangannya saja yang dipegang Otista namun sangat mampu membuat amarah Tuan muda naik. Tuan muda terus menekan dirinya sendiri menutupi apa yang sesungguhnya terjadi dalam dirinya setiap melihat gadis itu.  ****   "Otista, aku tidak mau bekerja disini! Aku tak mungkin menjadi sekretaris dari orang yang sangat tidak menyukaiku! Meski aku tak tahu apa alasan dia tidak menyukaiku, padahal dia telah menolongku." Ucap Celine menolak duduk di meja sekretaris itu. "Sudahlah Celine, percayalah padaku. Lagipula kamu juga sudah mengundurkan diri dari cafe itu, jika kamu menolak pekerjaan ini maka kamu akan menjadi pengangguran dan mati kelaparan, apa kamu mau seperti itu?" Sahut Otista. Celine menghela napas berat, ucapan Otista sangat benar, dirinya terlanjur terjebak dalam pekerjaan ini. "Baiklah, aku akan mencoba yang terbaik, tapi jika Tuan muda itu sengaja mencari kesalahanku maka aku akan segera pergi dari tempat ini! Dan kamu Otista! kamu harus bertanggung jawab atas hidupku selanjutnya sampai aku mendapat pekerjaan baru lagi, karena kamu yang telah memaksaku bekerja disini!" Ucap Celine dan Otista mengangguk sambil tersenyum lebar. Celine pun duduk di kursi kerja itu, menyalakan komputer dihadapannya, dan mendengarkan penjelasan Otista. Celine bertugas mengingatkan Tuan muda akan setiap jadwalnya, menyiapkan segala berkas keperluan meeting tuan muda yang harus dia dapatkan dari bagian lain yang terkait, Celine harus bisa mempelajari berkas-berkas itu sebelum meeting karena Celine juga harus mendampingi Tuan muda dalam setiap meeting sekaligus mengingatkan Tuan muda jika ada keputusan yang menyimpang dalam meeting itu yang bisa merugikan perusahaan.   "Baiklah, secara garis besar itulah tugasmu, dan ini ada iphone juga iPad sekaligus MacBook  untukmu, kamu harus selalu membawa ketiganya saat mendampingi Tuan muda setiap keluar kantor, karena segala file biasanya juga dikirim melalui e-mail yang selalu ditujukan kepadamu, selagi ada waktu sebaiknya kamu pelajari file yang ini, karena satu jam lagi Tuan muda ada pertemuan dengan investor dari Asia." Ucap Otista di akhir penjelasannya. "Bagaimana jika dia keluar kantor dan akan menemui wanitanya, apakah aku juga harus mengikutinya?" Tanya Celine.  Otista terkekeh menggelengkan kepalanya, tak menyangka justru pertanyaan itu yang keluar dari mulut Celine. "Aku beritahu padamu ya, Tuan muda biasanya lebih suka mengajak kencan sekretarisnya daripada mencari wanita lain yang tidak jelas." Bisik Otista dan Celine sangat terkejut mendengarnya. "Ah..benarkah?! Aku tidak mau kencan dengan pria angkuh itu! Aku tidak mau malu karena dimarahi olehnya di tempat umum." Sahut Celine bergidik. Otista terkekeh mendengar ucapan Celine. "Sudahlah, jika ada kesulitan kamu bisa memanggilku, kita bertemu satu jam lagi di ruang meeting, jangan lupa kamu harus mengajak Tuan muda bersama mu ke ruang meeting nanti." Ucap Otista lalu melangkah pergi meninggalkan Celine di meja kerjanya.   Celine menghela napas lalu mulai mempelajari file dihadapannya itu, dan saat waktu meeting sudah hampir tiba, maka Celine menguatkan dirinya untuk mengetuk ruangan Tuan muda dan mengingatkannya. Tok.Tok.Tok. "Masuk!" Seru Tuan muda dari dalam ruangan. Celine membuka pintu perlahan, dan masuk ke dalam sambil terus menunduk. "Tuan muda, sepuluh menit lagi kita harus berada di ruang meeting, untuk pertemuan dengan investor dari Asia." Ucap Celine tetap menunduk. "Hmm." Sahut Tuan muda singkat.   Celine lalu berbalik dan melangkah hendak keluar dari ruangan itu, sedikitpun tanpa menoleh atau menatap pada tuan muda. "Apa kamu sudah mempelajari bahan presentasi meeting ini?" Tanya Tuan muda menghentikan langkah Celine.   Celine berbalik dan mengangkat wajahnya menatap Tuan muda, mata mereka kembali bertemu, menghadirkan perasaan gugup pada keduanya. "Sudah Tuan muda, tadi Otista sudah menjelaskan pada saya." Sahut Celine. "Baiklah, kalau begitu hari ini kamu yang akan mempresentasikannya di hadapan investor Asia itu." Ucap Tuan muda dan Celine langsung tercekat tenggorokannya . "Ma..ma..ma..maaf...Tuan muda, haruskah sa..sa...saya yang presentasi?" Celine menjadi gagap seketika. "Kenapa? Apa kamu takut ketahuan kalau sesungguhnya kamu memang bodoh?" Tanya Tuan muda menyindir Celine. Celine langsung tersinggung lagi. "Manusia terbuat dari apa anda ini sebenarnya?! Selalu merendahkan orang seenaknya! Aku tidak takut! Aku pasti bisa mempresentasikan berkas ini dengan baik! Dan jika aku berhasil memenangkan  investor Asia itu hari ini, apa yang akan aku dapatkan?!" Sahut Celine menantang Tuan muda.  Tuan muda tertawa keras. "Hahahaha! Sangat percaya diri! Baiklah aku akan memberikan bonus padamu berupa apartemen mewah dan mobil mewah, tapi bagaimana jika kamu gagal dan terbukti kebodohanmu itu?" Tuan muda balik menantang Celine. "hmm....nanti akan aku pikirkan, karena yang pasti menang adalah aku!" sahut Celine penuh percaya diri. "Jika kamu terbukti bodoh saat presentasi nanti, maka kamu harus meninggalkan kantor ini sebelum sore nanti!" Ucap Tuan muda lanjut memberikan tantangan. "Baik! siapa takut?!" Sahut Celine dengan mantap dan tak kalah angkuh.   Tuan muda lalu berdiri dan merapikan jasnya sambil tersenyum menatap Celine penuh kemenangan, padahal meeting pun belum dimulai, bahkan mereka pun baru melangkah untuk menuju ke ruang meeting. Celine hanya menatap Tuan muda dengan sinis bercampur kesal setengah takut juga kalau sampai gagal.  ****   "Selamat ya, kamu langsung berhasil dalam presentasi pertamamu. Aku tak mengira kamu sepandai itu, apalagi penguasaan bahasamu tadi sungguh diluar dugaan." Ucap Otista saat keluar dari ruang meeting, sedangkan Tuan muda masih berada di dalam ruang meeting bersama dengan investor Asia itu.   Celine duduk di kursi kerjanya dan tersenyum dengan sangat lebar, dia sudah membayangkan apartemen mewah juga mobil mewah impiannya. "Kita harus pergi sekarang! Tuan muda telah menunggu di lobby." Ucap Otista menarik tangan Celine dengan mendadak membuatnya terkejut. "Eh! Tunggu dulu! Kita mau kemana?!" Tanya Celine sambil meraih tas dan segala macam gadget nya. "Kita harus menemani Tuan muda makan siang bersama investor Asia itu. Cepatlah!" Jawab Otista. Keduanya setengah berlari memasuki lift begitu juga saat keluar dari lift menuju ke lobby utama.   "Darimana saja kalian?! Lama sekali!" Omel Tuan muda kesal pada Otista dan Celine. Sesungguhnya ada rasa cemburu dalam diri Tuan muda melihat kedekatan Otista dan Celine, terlebih lagi keduanya sama-sama tidak menjawab dan hanya tersenyum saja. Saat makan siang bersama investor Asia itu, Tuan muda lebih banyak diam menatap sekretarisnya itu yang lebih banyak berinteraksi dengan investor Asia itu. Tuan muda berusaha tetap tenang dan tidak berpikir apapun, menekan rasa panas mendidih dalam darahnya melihat Celine begitu mudahnya akrab dengan pria tua dari Asia itu. Tuan muda menoleh ke arah Otista karena merasa bahwa Otista terus memperhatikannya.   "Apa yang kamu pikirkan?!" Tegur Tuan muda melalui kontak batinnya dengan Otista. "Hanya mencoba mencari tahu apa yang sedang Tuan muda pikirkan sedari tadi, terus menatapnya tanpa ada pikiran apapun? Apa yang sebenarnya sedang anda tutupi?" Sahut Otista lewat batinnya. "Tak ada apapun yang kusembunyikan. Aku menatapnya hanya untuk mencoba mencari tahu mengapa kalian begitu yakin bahwa dia adalah gadis takdirku?" Batin Tuan muda.   Ting!Ting!Ting! Suara gelas diketuk berdenting mengembalikan pikiran Otista dan Tuan muda kembali pada Celine dan pria itu. "Ehm! Tuan muda, Mr. Okinawa hendak berpamitan karena harus segera ke bandara." Ucap Celine berbisik. "Eh, maafkan saya. Baiklah Mr.Okinawa, sampai bertemu dalam pertemuan berikutnya, terima kasih telah berinvestasi pada kami." Ucap Tuan muda berdiri dan menundukkan kepala memberi salam sesuai tradisi negara Mr. Okinawa. "Mr. Freonheart, anda memiliki sekretaris yang sangat hebat, sungguh bangga jika aku bisa memilikinya." Sahut Mr.Okinawa memuji Celine. Tuan muda hanya tersenyum miring, tak senang dengan ucapan Mr.Okinawa barusan. Mr. Okinawa segera melangkah pergi meninggalkan resto itu. "Ingin memiliki sesuatu yang menjadi milikku? Huh! Silahkan bermimpi!" Batin Tuan muda. "Ehem! Sesuatu apa yang menjadi milikmu Tuan?" Tegur Otista dan langsung membuat Tuan muda gugup dan membenahi jasnya lalu melangkah menuju pintu.  Celine tak mengerti apa yang mereka bicarakan.  ****   "Otista, petang nanti kamu pergilah bersama Grisella dan Celine, aku akan pulang sendiri membawa mobil yang lainnya." Ucap Tuan muda saat mereka telah dalam perjalanan kembali ke kantor setelah selesai makan siang bersama investor Asia itu. "Anda tidak ikut? Jangan katakan bahwa anda sedang menghindar dari janji anda pagi tadi.." sahut Celine dengan tatapan meremehkan. "Huh! Aku tidak pengecut seperti yang kamu pikirkan! Kupastikan semua sudah ada di atas meja kerjamu sebelum kamu pulang sore nanti!" Ucap Tuan muda tak senang diremehkan oleh seorang wanita. "Hellooo!!!! Ada yang bisa memberitahuku ada janji apa diantara kalian?" Sela Otista bingung sambil melihat dari kaca spion tengah. "Dia kalah taruhan denganku. Huh! Makanya jadi orang itu jangan selalu memandang remeh orang lain! jika tak ingin diremehkan!" Sahut Celine. "Taruhan?! Tentang apa?" Tanya Otista lagi. "Jadi begini Otista, dia...." "Tutup mulutmu! Aku tak suka dengan wanita yang terlalu banyak bicara! Dan Otista, kamu perhatikan saja jalan di depanmu! Aku tak ingin mati karena kecerobohan dirimu!" Tuan muda segera menyela ucapan Celine. "Huh! Dasar angkuh! Apa anda berpikir saya akan peduli kalau anda suka pada saya atau tidak?! Huh! Saya tidak peduli!" Sahut Celine membuang muka tak kalah angkuhnya. Tuan muda menatap tajam pada Celine yang duduk di sampingnya. Mereka bertiga akhirnya hanya terdiam sampai tiba kembali di kantor.  ****   Celine tersenyum sangat lebar sekali, Tuan muda  tidak lari dari janjinya. Tepat sebelum dia pulang, datang seorang manajer pemasaran dari sebuah property menyerahkan kunci dan surat-suratnya pada Celine, sebuah apartment di pusat kota yang telah dibayar lunas berikut dengan kelengkapan interiornya, bahkan saat Celine tiba di lobby, dirinya juga telah ditunggu oleh sebuah mobil mewah baru yang diantar oleh pemilik sebuah dealer mobil merk terkenal. "Wow!!! Kamu berhutang penjelasan padaku Celine." Ucap Otista saat mereka akhirnya pergi menggunakan mobil baru milik Celine.  Celine hanya tertawa. "Tuan muda telah meremehkan aku, dia pikir aku gadis bodoh yang akan gagal pada presentasi pertamaku, dan hasil akhir memang tidak pernah mengingkari usaha di awal. Aku berhasil, dan inilah hadiah untuk kemenangan ku pada taruhan itu, ditambah sebuah apartment mewah di pusat kota. Kini kamu bisa mengerti kan kenapa Tuan muda langsung kehilangan senyumannya? Karena aku berhasil menguras hartanya. Hahahaha." Cerita Celine dengan tawa menjelaskan pada Otista.   Otista pun ikut tertawa mengetahui bahwa Tuan mudanya akhirnya berhasil dikalahkan oleh seseorang dan itu adalah seorang gadis. "Aku yakin bahwa kamu adalah gadis yang ditakdirkan oleh Tuan muda, Celine. Semoga cinta mampu bertumbuh dalam diri kalian berdua." Batin Otista menatap Celine dengan tertawa.   Mereka telah janji bertemu dengan Grisella di lobby apartment baru milik Celine. Ketiganya lalu masuk ke apartment baru Celine. Grisella dan Otista tak menyangka Tuan mudanya dapat berbuat hal sehebat ini kepada seorang gadis. Celine menatap takjub pada apartment itu yang lengkap dengan segala perabotan mewah. "Aku harus berterima kasih pada Tuan muda, aku tak mengira dengan semua ini, ini sungguh terlalu berlebihan untukku." Ucap Celine. "Pakai saja ponselku jika ingin menghubungi Tuan muda." Sahut Grisella sambil menyodorkan smartphone nya. Celine meraihnya dan menghubungi Tuan muda.   "Hallo Tuan Muda." "Mengapa kamu yang bicara?! Bukankah ini milik Grisella?!" "Iya Tuan muda, saya meminjamnya dari Grisella. Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih atas bonusnya, saya senang sekali, ini semua sangat berlebihan bagiku Tuan muda, terima kasih Tuan muda." "Hmm..! Sudahlah! Bersikap biasa saja! Nikmati saja bonusnya! jangan sampai besok terlambat datang ke kantor!" "Eh..mak..maksudnya...sa..saya... tetap boleh bekerja di tempat tuan muda???"   Tut..Tut...Tut... Tuan muda tidaklah menjawab pertanyaan terakhir Celine tapi malah memutuskan sambungan telepon itu. Celine menatap ponsel Grisella dengan mengernyitkan keningnya. "Aneh! Sungguh-sungguh boss yang aneh! Angkuh! Sombong! Ach! Aku tidak percaya bahwa akulah yang menjadi sekretarisnya!ggrrrr....!!!" Gerutu Celine menggeram dan membuat Otista dan Grisella saling menatap dan tersenyum.   "Ternyata keduanya sama-sama suka menggeram."  Batin Grisella berbicara pada Otista, Otista pun mengangguk tersenyum.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD