Part 3 : Sakit

903 Words
"Gue nggak nyangka Lan, lu bisa sepicik itu." Arinda membuang nafasnya kasar sambil mengalihkan pandangannya dari wajah Mulan. Arinda menatap Mulan kecewa, bisa-bisanya Mulan melakukan halo sebodoh ini tanpa berpikir terlebih dahulu, cinta sudah membutakan mata, dan membuat otaknya tak bekerja. Mulan kembali menitikan air matanya, ia sadar betul, ia salah. Semua sumber masalah ini adalah dirinya sendiri, tak selayaknya ia menyalahkan Damie atas semuanya. "Gue emang bego Rin.. Maka dari itu gue nggak dan nggak akan pernah dateng dan mohon-mohon minta pertanggung jawaban sama Kak Damie. Gue nggak mau bertingkah seolah-olah gue korban disini. Gua nggak akan menghancurkan pernikahan Kak Damie dan Kak Aisyah. Cukup ada anak ini disisi gue." ucapan Mulan meluncur dengan tegasnya di tengah isakan tangis yang berusaha ia tahan. Arinda mengangguk, "Ya, Elu bukan korban! Elu penjahat disini!" Mulan memejamkan matanya rapat memdengar kata-kata Arinda yang menghunus tepat di relung hatinya. Pupus sudah, kini ia kehilangan sahabatnya, sahabat yang selama ini ia jadikan sandaran kala berkeluh kesah, sahabat yang selalu menjaga dan mengingatkan dirinya saat ia hampir saja terjerumus dalam hal buruk. "I-iya.. Gue penjahat.. Gue-.. Tangis Mulan pecah kembali, sungguh tak pernah ia banyangkan akan sesakit ini saat kehilangan seorang sahabat. Nafasnya tersenggal-senggal tak beraturan, dadanya sesak sekali hingga membuat tubuhnya bergetar hebat. Arinda menghapus tetesan air mata yang menggenang di pipinya, sejurus kemudian ia menarik Mulan ke dalam pelukannya, dengan segenap perasaan Arinda mengusap punggung Mulan yang bergetar hebat. "Elu jahat... Elu jahat.. Hikkss.. Kenapa elu nggak cerita ke gue sejak awal? Kenapa elu diem aja Lan selama ini? Elu jahat..  Kenapa nggak bilang ke gue, kalo disini ada keponakan gue?" Tangan Arinda terulur mengusap perut datar Mulan. Mulan memeluk erat tubuh Arinda, hatinya terasa sedikit lega karena ucapan Arinda tadi, hati kecilnya tau, Arinda adalah sosok malaikat baik hati yang dikirim tuhan untuk menjadi sahabatnya. "Kita harus beri tau semua orang, anak lu butuh bapaknya! Gue nggak mau keponakan gue nggak dapet sosok bapak dihidupnya kaya gue! Nggak akan!" Tegas Arinda, ia menarik paksa tangan Mulan. Dan Mulan pasrah, ia tak ingin mengecewakan Arinda yang sudah begitu menyayangi nya seperti seorang saudara. Apapun keputusan Damian nanti bukanlah perkara penting bagi Mulan, yang terpenting kali ini adalah Arinda yang akan selalu ada disisinya. "Assalamu'alaikum." dua orang gadis dan wanita seumuran itu bergandengan tangan memasuki sebuah rumah megah yang nampak sudah mulai di dekorasi dengan kain-kain dekor dengan nuansa kuning gading di padu dengan warna emas. "Ehh, dua anak gadis mamah..." seorang wanita berparas ayu nan keibuan itu mengahampiri anaknya, Arinda dan sahabat anaknya yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri, Mulan. Kinasih memeluk hangat sahabat anaknya itu dengan segenap rindunya. "Kok udah jarang main sih?" tanya Kinasih, karena memang sudah hampiir sebulan ini Mulan tidak menampakan batang hidungnya. Mulan tersenyum kikuk, "Toko lagi rame ramenya mah.." Kinasih menatap kedua gadis yang ia cintai itu secara bergantian, "Kalian habis nangis?? Drakor Apalagi yang kalian tangisi." Tanya Kinasih garang, kemudian diakhiri kekehan kecil, diiringi tawa kecut dari Mulan dan Arinda  yang salng bertatapan. "Yaudah yuk, masuk dulu. Makan siang, kebetulan ada Damian dan Aisyah juga." Kinasih menggiring kedua gadis itu ke ruang makan. "Semuanya.. Rinda minta perhatiannya sebentar." ucap Arinda memecah kesuyian suasana meja makan siang itu. "Pindah ke ruang keluarga dulu deh.. Udah kelar ini makan nya." tutur Kinasih, Arinda pun mengangguk. Baik Kinasih, Mulan, Arinda, Damian maupun Aisyah kini tengah duduk di sofa ruang keluarga, menunggu hal apa yang akan Arinda katakan. "Mulan hamil." Deg Tubuh Damian mengang seketika, ia panik luar biasa. Deg "Astagfirullahaladzim!!!!!" Kinasih melotot tak percayaa. Sedangkan Mulan dan Aisyah sama-sama diam. Entah hal apanyang sedang keuda insan itu pikirkan. "Dan anak itu adalah anak Kak Damie." sambung Arinda. "ASTAGHFIRULLAH!!!!" "APA?!!" Kinasih, Aisyah dan Damian memekik bersama. "Gi-gimana bisa?" tanya Kinasih terbata, karena terlau syok. Sementara Aisyah nampak menahan sesuatu, wajah dan matanya nampak merah. Marahkah ia? Kecewakah ia? Detik berikutnya Arinda menceritakan semuanya dengan detil tanpa mengurangi dan menambahinya kepada sang mamah, dan Aisyah. Air mata Kinasih dan Aisyah tak dapat di bendung. Sementara Damian nampak mengetatkan rahangnya menatap tajam Mulan. "Nikahi dia." Damie terlonjak mendengar kata- kata tegas itu dari wanita yang amat ia cintai. Aisyah. "Nggak akan! Aku mencintai kamu Syah.." lirih Damie, Aisyag nampak enggan menanggapi. Kinasih nampak bingung dan kalut, otaknya terasa kosong, entah apa yang harus ia lakukan. Mulan kini sedang mengandung cucunya, bohong jika Kinasih tak ingin cucunya mendapatkan sosok seorang ayah. Lagipula, bagaimana nasib Mulan kelak? Hamil tanpa suami? rasanya hal itu tak pernah terbayangkan oleh wanita manapun. Tapi disisi lain, ada Aisyah, wanita baik hati dan rupawan yang begitu Damie cintai, bohong jika ia tak ingin anaknya bahagia. Lalu siapa yang harus ia korbankan? Cucunya? Anaknya? "Aku mau pernikahan kita batal mas." Aisyah mencopot cincin berlian di jari manis tangan kirinya, dan mengembalikannya kepada Damie. Ikhlas, tak ikhlas, rela, tak rela. Aisyah harus mengalah. Ada sosok lain yang lebih membutuhkan Damie lebih dari dirinya. Walau hatinya terasa remuk dan air matanya seperti tak akan surut, ia harus tetap kuat. Mencintai tidaklah harus memiliki. "Nggak akan!" seru Damie tajam, "Bagaimana dengan mudahnya kamu percaya dengan seorang anak abg gila ini hah?! Dia sendiri yang membubuhkan perangsang di makananku, lalu apa sekarang? memintaku bertanggung jawab dan menikahinya? Tidak akan! Aku tidak sudi!. Aku yakin dia sudah tidur dengan banyak laki-laki!" Mulan yang sedari tadi menunduk kini mengangkat wajahnya, sorot matanya begitu menunjukan betapa sedih dan terlukanya ia. Plak! Bukan! Jika kalian fikir itu adalah tamparan dari Mulan. "Tega ya kakak? Mulan bahkan sudah memohon dan meronta agar kakak melepaskannya saat itu! Tapi apa? Kakak tetap melakukannya! Aku sendiri melihat rekaman cctv ruangan kakak. Masih mau mengelak? Masih mau berakting dan berlagak suci dengan terus menyalahkan Mulan?!" Skak mat! Damian diam tak berkutik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD