Devrio

841 Words
Devrio masih sama pada posisinya meski penampilannya tak serapi tadi, namun tak melunturkan kadar ketampanan idola SMA itu. Fikiran dalam pria itu satu, siapa dia? Ia melihat gadis yang dibawa sosok berpakain hitam itu adalah Mona. Jadi ia berfikir kalau sosok tersebut adalah Lisa. Karena sikap bar bar Lisa dan posesive gadis itu pada Mona. Ia selalu didekat Mona. Jadi kemungkinan sosok itu adalah Lisa. Siapa sebenarnya Lisa? Lisa dan Mona sudah berada diluar sekolah. Lisa membonceng Mona pulang kerumah. Dengan wajah lelahnya, Lisa mendudukkan Mona disofa dan mengambilkan kakaknya makanan. Athala, ibu Mona dan Lisa menyerngit bingung melihat putrinya datang dengan kondisi seperti itu. "Mon, kamu kenapa?" "Gak papa ma, cuma insiden disekolah aja. Aku mau keluar dulu ya. Aku ada kumpulan sama temen temen."jawab Lisa meraih jaketnya. "Lis, mau kemana? "Lemas Mona karena dalam hatinya mengkhawatirkan Lisa. "Kamu istirahat aja dulu Mon, kalo ada apa apa aku segera hubungi kamu kok. Bubur sama obatnya dimakan ya." Pesan Lisa dengan senyuman lebar. "Lis, kakak kamu sakit begini malah ditinggal kumpulan. " "Lisa udah janji ma." Lisa mendatangi markasnya. Di dekat gedung kepresidenan ada sebuah Restoran makan berbintang. Lisa menapakkan kakinya dengan aura kegelapan yang memancar. "Nona, ada yang bisa dibantu?"salah satu pelayan pria dihadapannya. "Dimana semua orang?"dingin Lisa. "Semua sudah berkumpul di lantai atas gedung nona Ovy." Lisa melangkahkan kakinya keatas gedung. Nampak beberapa pria berpakaian hitam telah berdiri hormat kearah Lisa. Tua maupun muda, kalangan biasa maupun kaya ataupun dalam pemerintahan turut serta. "Apa yang membuat masalah ini sulit diselesaikan ?! Apa kalian semua tidak bisa menyelesaikan masalah ini?! Apa aku yang harus turun tangan?" Sentak Lisa menahan amarahnya. Fikirannya bercabang cabang. "Nona Ovy, radikal bebas terlalu banyak di Indonesia. Bahkan para Intel sudah menyelidikinya beberapa bulan ini."celetuk salah satu badan pemerintahan. Lisa terdiam mendengar kata Intel, badan pemerintah yang berada dalam naungannya ini kelompok cerdas yang sudah terpilih dalam radikalnya. Semua anggota yang direkrutnya harus menyembunyikan identitasnya. Radikal Lisa terkenal hingga mancanegara sebagai radikal terhebat yang ada. Intel harus ia hindari karena mereka bisa saja menghancurkan radikal yang selama ini dibentuknya. "Intel? Mereka didatangkan dari mana? Dan seberapa persen mereka di sekitar kita?" "Sekitar 10 orang nona. Dari data hack yang saya terima." Celetuk pria tampan yang menjadi salah satu anggota. "Aku mengandalkanmu Romeo sebagai pemantau. Aku ingin kau terus mengirimku perkembangannya. Kecerdasanmu aku harap tak mengecewakan."ucap Lisa dengan tegas diangguki semua orang. "Jangan salah nona. " Lisa hanya berdeham dan pergi ke tempat lain. Nampak Club yang berada dipinggiran kota. Ia mendesah memasuki Club malam tersebut. Kenapa seharian ini masalah bertumpuk padanya? "Aku tidak ingin membuang banyak waktu. Aku ingin orang otang yang menjadi provokasi tindakan tawuran di SMAku harus kau datangkan besok disini."dingin Lisa pada bartendernya Nico. Nico adalah temannya semenjak SMP. Pria tampan itu dulunya adalah korban bully yang diselamatkan Lisa. Sejak saat itu, Lisa mendidik Nico sebagai pria yang tangguh. Dan sekarang pria itu malah ingin menjadi perisainya dan menjadi orang kepercayaan Lisa, dialah yang selama ini menemani Lisa didunia gelap sejak 1 tahun silam. "Tenang saja nona. Saya pastikan besok data itu sudah berada ditanganmu."ucap tenang Nico. "Hmm." Mata Lisa memutar lingkungan disekitarnya. Sejenak matanya terfokus pada sesosok pria yang sangat ia kenali. DEVRIO. Bahkan pria itu juga terkejut melihat kehadirannya. "Hai, Nic. Bagaimana keadaanmu. Sungguh kejutan aku melihat gadis bersamamu ini."sapa Devrio pada Nico yang menyerigai kearah Lisa. "Nona kenal dengan dia?"tanya Nico pada Lisa yang melihat gelagat aneh keduanya. "Abaikan aku, Nic. Aku bahkan tak menyangka kau kenal dengan pria ini."ucap Lisa acuh. "Hai kau salah satu adik kelasku yang kembar itu kan.... dari sikapmu ini, kau si pembangkang itu ya?"ucap Devrio sok akrab. "Nona, anda pasti sangat lelah. Minumlah dahulu." Ucap Nico pada Lisa yang dipandangi minat Devrio. Sejak tadi yang ada difikirannya adalah gadis ini. Siapa dia? Mengapa Nico memanggilnya nona? "Absinthe, long island, wine."sebut Lisa dengan entengnya bahkan Devrio sudah melotot tajam. Gila.... minuman yang disebutkan Lisa adalah jajaran minuman yang bukan cap abal abal. Nico mengangguk dan mulai menyajikan minuman tersebut. Sambil terus mengutak atik HP dan sama sekali tak menghiraukan sekitarnya, Lisa terus memantau radikal bebas lainnya lewat android tersebut. Ia menyesap minumannya satu persatu seperti air putih biasa. Padahal absinthe adalah minuman dengan kadar alkohol yang cukup tinggi. "Hallo"jawab Lisa menyerngitkan keningnya saat mengangkat telfon. "Lisa kamu dimana? Aku ada dirumah sakit. Kemarilah, temani aku. Aku takut kamu kenapa kenapa."ucap Mona bergetar. "Baikhlah, aku akan kesana secepatnya."ucap datar Lisa. Setelah ia mematikan ponselnya, Lisa menggebrak meja dengan keras dan meminum sisa alkoholnya sebagai pelampiasan. Dengan mata memerah dan urat menegang ia mencengkeram kerah kaos Nico hingga semua orang menatapnya terlebih Devrio yang sangat intens. "Gue. Mau. Mereka. Se-ce-pat-nya."gertak Lisa menekan setiap kata. Dengan gugup dan keringat dingin Nico mengangguk patuh dan membuat Lisa menghempaskan tubuh jangkun tersebut dengan sadis. Lisa tak memperdulikan semua orang tengah memandangnya. "Nic, siapa sebenarnya dia?"tanya Devrio mengintimidasi Nico. "Bukan urusan lo. Gue sibuk." Ketus Nico berkutat dengan masalahnya. Devrio yang nampak tidak puas dengan jawaban Nico memilih tempat yang sepi dan menghubungi seseorang. "Saya ingin data dari MONALISA THALIA DEVANO."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD