Chapter 7

2040 Words
Seminggu Mike berada di California dan dia tidak pernah menghubungiku sama sekali, padahal aku mengirimkannya banyak pesan. Apa juga yang kuharapkan, jelas-jelas Mike mengatakan bahwa dia akan menghubungiku saat dia kembali. Oke, aku akan bersabar untuk sekarang. Saat Mike kembali, aku akan memintanya menemaniku mungkin makan malam romantis atau berjalan-jalan. Ah, memikirkannya saja sudah membuatku tak bisa berhenti tersenyum. Saat Mike kembali, dia benar-benar menghubungiku. Namun, berbeda dari apa yang kuharapkan. Mike hanya memanggilku untuk urusan ranjang dan setelah dia puas dia kembali ke kantor. Belum sempat aku bermanja-manja kepadanya dan dia sudah meninggalkanku. Aku mulai bertanya-tanya apa sebenarnya hubungan kami ini hanya sebatas untuk memuaskannya. Ternyata memang benar, beberapa bulan ini Mike hanya memanggilku untuk melayaninya. Selebihnya tidak pernah dia menghubungiku. Mike tidak pernah mengajakku berkencan layaknya orang pacaran seperti biasanya. Aku hanya diajak untuk melakukan hubungan s*x dan begitu terus. Awalnya aku masih oke-oke saja, lama-kelamaan aku juga mulai emosi. Aku ingin setidaknya dia memperhatikanku. Aku iri mendengar cerita teman-temanku bahwa pacar mereka sangat romantis. Aku mengerti jika Mike sibuk, tapi setidaknya dia harus menghubungiku sesekali sekedar menanyakan kabarku atau mengajakku makan siang atau makan malam. Tapi, tidak pernah. Karena merasa kesal, aku kembali melakukan kebiasaan lamaku yaitu menguntit Mike. Betapa kagetnya aku saat menyadari bahwa Mike tetap melakukan kebiasaan lamanya, bermain-main dengan banyak wanita di luar sana. Sepulang kantor Mike akan ke club malam lalu ke hotel sambil membawa wanita bayarannya. Setelah Mike bosan dia kembali menghubungiku dan betapa bodohnya aku karena aku selalu datang tanpa mengeluh. Aku sedih, aku sakit, dan aku merasa terkhianati. Tapi, kenapa aku tidak bisa marah kepadanya. Kenapa aku bahkan tidak meminta penjelasan apapun kepadanya. Yang kutunjukkan kepadanya hanya wajah tersenyum seolah aku tak tahu apa-apa. Bodoh, aku sangat bodoh. Karena itu, saat ulang tahunnya aku mencoba memberinya hadiah spesial. Aku belajar beberapa trik memuaskan pria dari sebuah film. Demi apa, aku menonton film m***m seperti ini hanya untuk memuaskannya. Aku akan membuat Mike puas denganku jadi dia tidak perlu mencari kepuasan lain di luar sana. Aku benar-benar melakukannya. Aku memberinya hadiah spesial dan melakukan hubungan s*x tanpa malu-malu. Aku aktif memuaskannya sementara Mike tersenyum puas sepanjang kami bercinta. Usai percintaan kami, Mike memelukku dengan erat. “Aku mencintaimu” Satu kalimat itu melambungkanku ke langit ketujuh. Sepertinya aku benar-benar berhasil. Setelah itu, kupikir semuanya baik-baik saja. ternyata aku salah besar. Mike tetaplah Mike. Mike tidak bisa puas denganku saja. Mike tetap saja merasa bosan denganku lalu mencari wanita lain. Selama satu tahun kami berpacaran, hubungan kami benar-benar hanya menyenangkan Mike. Sementara aku adalah pihak yang tertindas. Jika saat dia ulang tahun, aku memberinya kepuasan yang luar biasa. Saat aku ulang tahun, Mike bahkan tidak mengucapkan apapun. Lucu, sangat lucu karena Mike bahkan tidak ingat kapan aku ulang tahun. Mike juga tidak ingat kapan anniversary hubungan kami. Isi kepalanya hanya tentang s*x, s*x, dan s*x. Setelah aku menyelesaikan kuliah S2 ku, aku mulai bekerja di sebuah firma hukum sebagai pengacara. Cita-citaku untuk menjadi hakim masih harus diperjuangkan. Aku harus belajar lagi dan memiliki pengalaman dulu jika benar-benar ingin menjadi hakim. Karena itu, aku memilih melamar pekerjaan sebagai pengacara. Saat itu, Mike memintaku untuk tinggal bersamanya. Aku senang layaknya orang gila. Kupikir Mike berniat menyeriusiku dengan mengajakku tinggal bersama. Akhirnya aku mengatakan kepada Papa dan Mama bahwa aku ingin tinggal sendiri dan belajar mandiri. Awalnya, Mama tak rela dan setelah kubujuk akhirnya aku diizinkan. Papa menyiapkan sebuah apartemen mewah tak jauh dari kantorku. Aku merasa sangat bersalah saat mereka mengantarku pindah ke apartemen baruku. Mereka bahkan menyiapkan semua barang-barang kebutuhanku di apartemen yang baru. Aku sangat menyesal karena telah membohongi mereka. Setelah merasa kondisi aman, aku memindahkan barang-barangku ke apartemen Mike. Tentunya dengan tanganku sendiri. Bukan Mike namanya jika ia akan bersikap manis dan memanjakanku. Awalnya semuanya terasa menyenangkan. Kami tinggal bersama, tidur bersama, mandi bersama, dan yah sarapan bersama. Hampir setiap malam kami melakukan hubungan s*x dan kupikir itu normal bagi kami. Di bulan pertama semuanya sangat menyenangkan. Yah, meskipun Mike cuek seperti biasanya tapi setidaknya kami selalu bersama. Hingga saat aku kedatangan tamu bulananku, Mike tidak pernah pulang. Aku mencoba berpikiran positif dan mengira dia sibuk di kantor. Ternyata aku salah besar, Mike sedang sibuk mencari kepuasan lain. Lagi, aku menangis lagi karena Mike. Aku menangis sendiri di kamar mandi, menangis di sudut ruangan sambil memeluk lututku. Hancur, kenapa Mike selalu menghancurkan hatiku. Bagaimana aku tahu semua itu, karena aku kembali mengikutinya seperti biasa. Kupikir aku yang kurang, kupikir aku yang tidak menarik, kupikir aku yang tidak cantik, kupikir aku yang tidak sexy. Semua pikiran itu melingkupi kepalaku, aku butuh penjelasan dari Mike tapi aku tidak berani mengatakan yang sebenarnya. Terlalu menyakitkan bagiku untuk meminta kejujurannya. Aku takut jika dia berbohong setelah aku melihat semua yang dia lakukan. Hingga sebuah tragedi besar menghampiri hubungan kami, saat itu ada acara reuni dengan teman-teman SMA ku. Teman-temanku mengatakan semua orang harus membawa pasangan. Karena aku memiliki pacar, jadi aku mengatakan kepada temanku bahwa aku siap datang. Namun, saat aku meminta Mike menemaniku dia menolak. Mike dengan begitu kesalnya mengatakan bahwa ia sibuk. Lagi, aku mencoba mengerti. Dengan berat hati aku datang sendiri. Harusnya aku tak pernah datang jika tahu akan begini yang terjadi. Semua orang memiliki pasangan. Jadilah aku orang yang tersisih dan tertinggal di sudut ruangan. Duduk sendiri melihat orang lain sibuk dengan pasangannya masing-masing. Aku dibully habis-habisan. Untunglah ada Nancy yang selalu membelaku. Tapi, tak ada gunanya. Nancy tidak bisa melawan 30 orang sendirian. Via WhatsApp (Tiara: Aku duduk sendirian di acara reuni ini, mereka semua memiliki pasangan. Hanya aku yang sendiri, orang-orang menertawaiku. Bisakah kamu datang menemuiku?) (Mike: Aku sibuk) Dua kata itu menjatuhkan harapanku. Tak tahan menjadi bahan bullyan, aku memilih keluar. Aku memilih pulang daripada terus-terusan iri dengan kemesraan orang. Aku berjalan tertunduk di koridor restoran. “Tiara? Tiara kan?” Sebuah suara membuatku mendongak mencari sumber suara. Sang pemilik suara tersenyum lebar kepadaku. Aku juga tersenyum kepadanya. Aku mulai mengingat-ingat namanya. "Ah…Rio kan?” Rio mengangguk. “Kenapa keluar? Udah selesai apa gimana nih?” tanya Rio. Aku tertawa dengan sedikit canggung. “Bikin sakit mata di dalam, semua orang punya pasangan. Cuma gue yang sendiri. Makanya mau balik. Eh, masuk gih.” Rio memilih melanjutkan langkahnya, aku berbalik melihatnya dan dia benar-benar masuk ke private room di ujung koridor. Aku melangkah dengan tak bersemangat. Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri, apa sebenarnya aku benar-benar tak ada artinya di mata Mike. Apa sebenarnya tak pernah ada aku di hatinya. Aku sampai di depan restoran dan hendak menelepon taxi. “Mau balik sekarang?” Sebuah suara membuatku menghentikan jariku yang hampir menghubungi taxi. Aku berbalik dan Rio muncul di sampingku. Aku mengangguk perlahan. “Kenapa keluar?” Rio tertawa. “Seperti yang loe bilang di dalam bikin sakit mata. Sebelum gue dibully yah mending balik aja. Eh mau gue anterin gak?” Aku menggeleng bersamaan dengan gerakan tanganku yang menolak kebaikannya. “Loe emangnya tinggal dimana?” Kusebutkan alamat apartemen yang kutinggali bersama Mike. “Wah, loe tinggal di apartemen mewah ternyata. Kayaknya kerjaan loe bagus nih.” Aku sedikit tertawa mendengar guyonannya. “Bareng aja, gue juga tinggal di deket situ sih. Dari pada nunggu taxi mending sama gue, lagian kita searah.” Aku berpikir sejenak, yah benar juga. Kuterima ajakannya dan aku mengikutinya berjalan menuju mobilnya. Sebelum aku masuk ke dalam mobil Rio, sebuah tangan mencekal lenganku dengan kasar. “Mau kemana huh?” Suara itu menggelegar. Aku terkejut, bukan karena suaranya, juga bukan karena cekalan erat di lenganku. Aku terkejut karena Mike datang. Padahal dia mengatakan dia tidak bisa datang karena sibuk. “Mi…Mike…” Aku gelagapan seperti maling yang tertangkap basah sedang mencuri. “Jadi ini maksudmu menyuruhku datang?” Matanya seolah akan menembakkan jutaan peluru yang siap membunuhku. Mati aku, aku dalam bahaya besar. Tarikan keras membuatku tidak berdaya. Aku dimasukkan ke dalam mobil Mike secara paksa. Setelah itu Mike mengemudikan mobilnya dengan kecepatan super cepat. Jika ini balapan, mungkin Mike sedang balapan melawan Dom di fast and furious. Aku ketakutan setengah mati, kupikir aku akan mati entah karena kecelakaan atau karena serangan jantung. Yah, jantungku menggila. Lebih gila dibandingkan saat Mike mencuri ciuman pertamaku, lebih gila dibandingkan saat Mike memelukku semalaman karena aku kedinginan. Pokoknya jantungnya seolah akan meledak. “Mike…aku takut…” Air mataku berjatuhan. Yang terputar di kepalaku hanya tentang kecelakaan orang tuaku beberapa tahun yang lalu. Kupikir aku juga akan mati seperti mereka. “Mike…aku…ta…kuut…” Aku terisak. Kupegang lengannya dan perlahan kurasakan mobil melaju dengan lambat. Laju mobilnya memang sudah melambat tapi hawa panas diantara kami tak luntur. Aku seolah dibakar dalam kobaran api saat duduk di sampingnya. Mike sungguh menakutkan, sangat-sangat menakutkan. Mobil yang dikemudikan Mike berhenti di area parkiran. Aku ditarik keluar dan naik ke apartemennya. Tak perlu berlama-lama, Mike langsung memojokkanku saat kami masuk di apartenen. “Oh begini sebenarnya kelakuanmu?” Suara Mike menggelegar. “Cih, katamu kamu sendirian tapi sendirian apa maksudmu huh?” Seluruh tubuhku gemetaran karena ketakutan. Aku semakin terpojok, ingin mundur tapi tubuhku sudah mencapai dinding. Aku hanya ingin menyelamatkan diri sekarang. “Kamu membuang-buang waktuku.” Mulutku terbuka ingin mengucapkan pembelaan tapi suaraku tak bisa keluar. “Jika aku tidak sampai disana, kemana kau akan pergi? Huh? Apa kau akan bersenang-senang dengan pria lain?” Air mataku melonjak jatuh. Aku menggeleng. “Mike…” Kuraih tangannya. "Aku tidak tau jika kamu akan datang.” Tanganku terhempas dengan keras. “Oh begitu, jika tidak ada aku, begitu kelakuanmu huh?” Aku kembali menggeleng. Belum sempat kulanjutkan penjelasanku dan PLAAAKK. Sebuah tamparan keras mendarat di pipiku. Air mataku makin deras. Kupegang pipiku yang baru saja ditampar oleh Mike. Nyawaku rasanya perlahan-lahan diangkat dari tubuhku, aku jatuh di lantai dengan air mata yang berlinang. Pertama kalinya dalam hidupku aku menerima pukulan. Pertama kalinya, dan yang melakukannya adalah pria yang begitu kucintai. “BERDIRI” Mike berteriak. Dengan segenap kekuatan yang kupunya, aku berdiri menurutinya. Mike mencekal lenganku dengan begitu kasar. Aku sampai meringis. “Sakit Mike…” Mike tertawa dengan tatapan mengejek. “Kau harus diberi pelajaran. Aku meninggalkan pekerjaanku karena kau memintaku datang, tapi kau tampaknya bersenang-senang dengan pria sialan itu.” Aku kembali menggeleng. “Dengarkan aku dulu…” Aku menatap matanya sambil sesekali mengusap air mataku. “Aku tidak tau kamu akan datang, karena itu aku memilih pulang. Aku dibully habis-habisan karena hanya aku yang sendirian.” Mike mendengus kesal. “Jadi, kau mencari pria lain? Begitu? Huh?” Aku kembali menggeleng. “Kumohon dengarkan aku dulu, Mike…jika aku tau kamu akan datang, aku akan menunggumu. Tapi, kamu mengatakan jika kamu sibuk, jadi aku memilih pulang. Pria itu, dia temanku. Dia tinggal di dekat sini. Dia menawariku tumpangan karena kami searah, jadi aku ikut dengannya. Maaf aku tidak bermaksud membuang-buang waktumu.” Mike masih menatapku dengan tatapan nyalang. “Harusnya aku tidak pernah datang ke reuni itu, maafkan aku.” Aku memeluknya namun tubuhku didorong ke samping hingga aku terjatuh. Dorongannya begitu keras hingga tulang pinggangku rasanya hampir patah. Aku semakin menangis, aku ketakutan, dan yang paling parah hatiku hancur karena perlakuan kasarnya. “BERDIRI” Mike membentakku. Aku berniat berdiri, namun pingggangku benar-benar sakit. “BERDIRI KUBILANG” Mike semakin berteriak. Aku beringsut mundur dengan bantuan kakiku. Mike mengikuti pergerakanku. “Mau kemana huh? Berdiri Tiara, BERDIRI.” Mike kembali berteriak. Aku benar-benar ingin berdiri, lebih tepatnya aku ingin melarikan diri tapi aku benar-benar kesakitan. Melihatku tak mematuhinya, Mike menarikku berdiri. “Aaahh…Sa…kit Mike” Aku meringis. Mike membopong tubuhku layaknya ia membawa karung beras di pundaknya. Aku dibawa masuk ke kamar dan dijatuhkan di kasur. Kupikir Mike akan mengobatiku, tapi aku salah besar. Mike merobek paksa pakaianku, Mike juga melepaskan pakaianya dengan terburu-buru. “Mike…jangan…” Aku memohon, namun apa gunanya. Mike tidak pernah mendengarku. Sepanjang malam Mike menggempurku dengan sangat kasar. Jika dulu Mike menggempurku dengan kasar di saat aku ketahuan mengikutinya, itu bukan apa-apa dibandingkan kali ini. Mike begitu mengerikan di saat dia marah. Kasar, kejam, dan tak ragu memukulku. Mike berkali-kali menamparku saat aku memohon kepadanya untuk berhenti. Aku kesakitan hingga aku tak sadarkan diri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD