Chapter 5

1854 Words
Sekarang aku sudah semester lima, aku sibuk dengan praktek sana-sini. Makin sibuk dengan buku-buku tebal yang membuat otakku sumpek dengan hawa-hawa perpustakaan. Aku butuh hiburan, tapi yang kuharapkan menghiburku sibuk dengan dunianya sendiri. Sibuk dengan pacar-pacarnya dan meninggalkanku begitu saja. Hubunganku dengan Mike masih mengambang begitu saja. Tak pernah ada kejelasan setelah dia menciumku waktu itu. Lagian itu hanya terjadi sekali, setelah itu tak pernah lagi. Kami masih tinggal satu atap, namun aku jarang sekali bisa menemuinya karena dia sangat sibuk. Dia selalu ke luar negeri atau ke luar kota untuk urusan bisnis. Teman-temanku berkali-kali menjodohkanku dengan beberapa orang. Namun, tidak ada yang bisa membuatku tertarik. Aku hanya tertarik pada satu orang. Sepupu hotku, siapa lagi kalau bukan Mike yang memiliki perut kotak-kotak. Mike makin sering ke luar negeri. Dalam sebulan ini, sudah 5 negara yang ia kunjungi. Terkadang dia pulang hanya untuk sekedar mengganti pakaian lalu pergi lagi. Hari ini dia sakit, sepertinya kelelahan karena bekerja mati-matian. Mike masih memiliki pekerjaan penting di luar kota sehingga Papa yang akan menggantikannya. Mama juga ikut ke Medan menemani Papa. Pasangan itu selalu tak bisa dipisahkan, kemanapun Papa pergi Mama selalu mengikutinya. Awalnya Mama tak ingin pergi karena Mike sakit. Namun, Mike berkata bahwa ia tidak apa-apa. Jadi, Mama akhirnya menemani Papa yang harus berada di Medan selama seminggu. Aku ditugaskan mengurus Mike. Wah, dapat kesempatan aku. Tuh kan, otakku sudah benar-benar tak waras. Orang sakit malah mau cari kesempatan. Saat dulu aku sakit Mike menemaniku semalaman di kamarku bahkan memelukku sepanjang malam. Aku sebenarnya ingin melakukan hal yang sama, sekalian nyari-nyari kesempatan bersandar di d**a bidangnya. Tapi, aku malah diusir. Aku disuruh kembali ke kamarku. Sial, padahal aku berencana menggodanya. Keesokan harinya aku kembali mencoba melancarkan aksiku, aku sengaja berpakaian minim bahan. Aku hanya memakai baju kaos tanpa lengan yang panjangnya hanya menutupi sedikit pahaku. Selain itu, aku hanya memaki pakaian dalam. Sudah kubilang kan aku ingin menggodanya. Yah aku ingin tahu kenapa dia selalu cuek kepadaku. Mike sudah terlihat lebih baik, wajahnya tidak lagi terlihat pucat.  “Butuh sesuatu?” tanyaku dengan gugup.  “Ambilkan berkas yang di atas meja itu.”  Mike menunjuk ke meja dan aku mengambilkan berkasnya. Setelah itu aku mengundang diriku untuk duduk di ujung ranjangnya. Tak ada yang terjadi, karena Mike begitu serius dengan berkas yang ia baca. Aku duduk diam sambil memainkan ponselku untuk menunggunya selesai. Namun, sudah hampir setengah jam dan Mike masih sibuk membaca. Kali ini ia tidak lagi membaca berkas itu, ia membaca file melalui tabletnya. Guntur tiba-tiba saling menyambar bersamaan dengan kilat yang menyala dengan begitu garangnya. Petir menggelegar hingga aku menutup telingaku dengan reflek karena terkejut.  “Ingin tidur denganku?”  Deg…deg…deg…suara gemuruh dari jantungku mengalahkan gemuruh guntur yang datang bersama hujan. Tak ada jawaban yang mampu kuberikan hingga sebuah tarikan membawa tubuhku terjatuh di atas tubuh Mike. Sedetik kemudian Mike mengguling tubuhnya dan menindihku.  “Inikah yang kau inginkan?”  Mike menatapku dengan begitu intens. Aku kehilangan kemampuanku untuk berbicara. Tidak, aku bahkan merasakan seluruh tubuhku lumpuh. Kenapa di saat keinginanku benar-benar terjadi, aku malah segugup ini. Padahal aku sendiri yang berusaha menggodanya selama ini. Sekarang aku sendiri yang menyesal. Bodoh, karena aku masuk dengan beraninya ke kandang hariamau. Mike melepas baju kaosnya. Aku menelan ludah.  “Kau menginginkannya?” tanya Mike lagi.  Aku tak bisa menjawabnya, karena lidahku tercekat. Mike menyeringai lalu melumat bibirku. Aku dalam bahaya, aku tahu itu tapi aku bahkan tidak bisa keluar dari zona berbahaya ini. Aku bahkan tidak bisa bersuara untuk menolaknya. Aku bahkan tidak bisa bergerak untuk kabur. Malam itu, Mike mengambilnya. Yah, Mike mengambil keperawananku tanpa sempat kutolak. Aku terbangun di pagi hari dalam keadaan tanpa sehelai benangpun. Tubuh polosku hanya tertutup selimut tebal. Di sampingku, Mike tertidur dengan begitu lelapnya sambil memeluk tubuhku. Aku mulai menyesal, harusnya aku menolak semalam. Saat semuanya sudah terjadi, aku tidak bisa apa-apa lagi. Aku terduduk sambil memeluk lututku. Sial, aku menyumpahi kebodohanku sendiri. Harusnya aku tidak pernah datang ke kamarnya. Awalnya aku hanya penasaran, tak kusangka Mike akan sejauh ini. Aku hanya berharap untuk dicium lagi, bukannya menyerahkan keperawananku kepada laki-laki yang sebenarnya bersaudara denganku. Meskipun bukan saudara kandung. Mike terbangun dengan senyum yang tercetak di wajah tampannya. Apakah ia sepuas itu setelah merampas keperawananku.  “Kenapa kamu melakukannya?” tanyaku dengan lirih lalu menyembunyikan wajahku dengan menarik selimut.  Mike mengacak-acak rambutku.  “Ini hal yang wajar antara laki-laki dan perempuan.” Wah, aku hampir gila mendengar ucapannya. Mike bangkit begitu saja lalu masuk ke kamar mandi. Ia bahkan tidak meminta maaf. Sial, apa yang akan kukatakan kepada suamiku nantinya setelah aku menikah. Haruskah aku mengatakan bahwa kuberikan keperawananku kepada kakak sepupuku yang b******k. Setelah insiden itu, Mike kembali sibuk dengan urusan kantor. Saat kami bertemu di mansion, ia terlihat sengaja menjauhiku. Aku bahkan butuh penjelasan, namun Mike terang-terangan menghindariku. Dasar pria b******k. Bodohnya aku karena begitu memujanya. Setelah Papa dan Mama kembali ke mansion, Mike mengatakan bahwa ia akan pindah. Papa dan Mama adalah orang tua yang begitu fleksibel, mereka tentunya membiarkan Mike yang memilih hidup mandiri. Mike pindah ke sebuah apartemen mewah yang tak jauh dari kantornya. Aku mengetahui itu karena aku selalu mengikutinya. Tiap hari sepulang dari kampus, aku menunggunya di depan kantor dan mengikutinya kemanapun ia pergi. Setiap hari aku menghabiskan banyak uang untuk membayar sopir taxi langgananku. Aku bahkan sampai ditertawai oleh sahabat-sahabatku saat mereka tahu jika aku masih terus menguntit Mike. Bahkan sopir taxi yang telah mengantarku kemana-mana juga ikut-ikutan menasehatiku untuk mendatangi Mike secara langsung bukannya hanya terus menunggu seperti orang bodoh. Jika menghitung semua uang yang kuhabiskan untuk membayar ongkos taxi, seharusnya aku meminta dibelikan mobil saja. Namun, sayang sekali aku terlalu takut untuk menyetir. Aku juga tidak mau memakai sopir, takut mereka mengadu kepada Papa dan Mama bahwa aku sibuk menguntit anak sulungnya. Setiap hari aku belajar di dalam taxi, tiap hari aku mengerjakan tugas-tugasku di dalam taxi. Entah sekedar untuk mengusir rasa bosan atau aku yang mulai terbiasa dengan menunggu, otakku selalu encer jika mengerjakan tugas di dalam taxi. Mungkin aku harus membuat judul skripsiku "Pengaruh Tindak Kriminal 'Menguntit' terhadap Tingkat Kewarasan Mahasiswi Hukum Semester 6" Suatu malam, entah karena lagi sial atau bagaimana. Mike memergokiku menguntitnya. Ia mengerem mobilnya tiba-tiba hingga taxi yang kutumpangi juga ikut mengerem mendadak. Mike turun dari mobilnya dan mengetuk pintu taxi yang kutumpangi. Ingin kabur namun sudah ketahuan.  “Keluar Tiara” Mike berteriak. Aku mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan dari dompetku lalu membereskan buku-bukuku ke dalam tas. Dengan tangan gemetaran aku membuka pintu taxi tersebut dan langsung saja Mike menyeretku secara paksa dan memasukkanku ke dalam mobilnya. Sepanjang perjalanan Mike hanya diam. Aku dibawa ke apartemennya.  “Apa maumu huh?” tanya Mike dengan nada kesal saat kami masuk ke apartemennya.  Lidahku sudah kelu, leherku serasa tercekik. Mati aku, bagaimana aku harus menjelaskannya pada Mike.  “Apa maumu?” tanya Mike lagi dengan suara dingin yang mencekam. “Aku mau pulang”  Aku bergerak ke samping namun pergerakanku dihentikan oleh Mike. Mike malah memojokkanku hingga aku bergerak mundur. Semakin aku berjalan mundur, aku tahu posisiku semakin berbahaya. Tubuhku membentur dinding dan aku tidak bisa lagi mundur.  “Kutanya sekali lagi, apa maumu?” Aku takut, sekarang aku benar-benar takut. Aku ingin pulang, adakah orang yang bisa menyelamatkanku. Tiba-tiba saja Mike menggendong tubuhku dan membawaku ke kamar. Peringatan bahaya berbunyi keras di kepalaku. Tubuhku terhempas di atas kasur dan Mike langsung menindihku.  “Kau yang mendatangiku.” Mike lalu melepaskan jasnya dan melumat bibirku. Lumatannya begitu brutal hingga aku terengah-engah sendiri. Mike baru melepaskan ciumannya saat aku hampir kehabisan nafas. Mike membiarkanku mengambil nafas lalu ia menyerang area leherku dengan hisapan kuat. Sial, sekali lagi aku tunduk dalam kekuasaannya. Malam itu Mike kembali menyetubuhiku. Kali ini berbeda, sangat berbeda dengan yang pertama kali. Jika sebelumnya Mike memperlakukanku dengan lembut. Kali ini Mike menggempurku dengan kasar. Bukan hanya kasar, tapi Mike menggempurku habis-habisan. Aku bahkan berkali-kali menangis karena sudah lelah, namun Mike tidak mengindahkan permohonanku. Mike tetap menyetubuhiku hingga ia benar-benar puas. Remuk, seluruh tubuhku remuk. Sementara Mike tersenyum puas memandangi tubuh polosku yang tergeletak tak berdaya.  Saat aku terbangun di pagi hari Mike sudah berpakaian lengkap dan siap berangkat ke kantor. Aku berusaha menggerakkan kakiku namun seluruh tubuhku sakit. Semuanya sakit. “Mau kemana?” tanyaku dengan suara pelan saat Mike mengambil kunci mobilnya.  “Kemana lagi, ke kantor” ucapnya dengan cuek.  “Lantas bagaimana denganku?”  Aku kesakitan sementara ia akan pergi begitu saja. Ditaruh dimana hatinya, padahal ia yang membuatku kesakitan.  “Yah terserah kau. Jika masih ingin disini tinggallah, jika ingin pulang pulanglah.” Setelah itu dia keluar. b******k sialan. Mati saja kau Mike. Tega sekali dia berkata seperti itu. Setalah dia keenakan sepanjang malam, dia pergi tanpa memperdulikanku. Tunggu dulu, aku melupakan satu hal. Aku tidur di apartemennya semalaman. Artinya aku tidak pulang. Mati aku, aku akan diinterogasi oleh Papa dan Mama. Ponselku berdering, aku berusaha meraihnya dan benar saja Mama menelpon.  “Iya Ma…ah iya maaf Ma. Semalam Tiara mengerjakan proposal di apartemen Nancy. Maaf tidak mengabari Mama. Iya Ma, Tiara menginap karena sudah sangat larut. Iya Ma, Tiara akan pulang nanti Ma.”  Sambungan telepon terputus. Aku menelpon Nancy untuk menolongku, aku bisa mati jika tetap disini sendirian. Aku butuh makanan dan juga butuh obat. Bodoh amat dengan komentar dan omelan Nancy nantinya. Aku akan menjelaskannya, yang penting sekarang adalah pergi dari kandang harimau ini. Mike sialan, akan kupastikan kamu membayar semua ini nanti. Usai beristirahat di apartemen Nancy selama beberapa jam, Nancy mengantarkanku pulang. Saat sampai di mansion, aku berkali-kali ragu untuk turun dari mobil karena aku bahkan tidak bisa berjalan dengan benar. Meskipun sudah minum obat pereda nyeri, tetap saja aku masih kesakitan. Mama pasti akan curiga jika aku masuk ke mansion dengan cara berjalanku yang aneh. Namun, sepertinya dewi fortuna berpihak kepadaku. Mama keluar dari mansion dengan langkah terburu-buru. Mama tak sempat melihatku yang masih di dalam mobil Nancy. Mama masuk ke dalam mobil dan keluar entah kemana. Nancy membantuku masuk dan membawaku ke kamarku.  “Jangan bego Ra, sepupu loe harus tanggung jawab.”  Nancy membawaku ke tempat tidur.  “Makanya kalo dibilangin yah denger Ra. Liat kan sekarang, sepupu loe b******k banget. Loe sampai sakit kayak gini dan dia ninggalin loe begitu aja.” Aku yang salah, aku yang bodoh, harusnya aku tak pernah bermain-main dengan Mike. Kutarik selimutku untuk menutupi tubuhku yang masih remuk.  “Ya udah, istirahat Ra. Jangan lupa minum obatnya.”  Nancy kemudian keluar dari kamarku.  Pikiranku menerawang, aku sudah terlalu jauh menenggelamkan diri. Sangat jauh, sebelum aku makin tenggelam, aku harus menarik diri. Saat malam tiba, tubuhku menggigil. Suhu tubuhku memanas, rasanya tubuhku makin remuk. Para pelayan di mansion sampai heboh karena aku sakit sementara Papa dan Mama tidak di mansion. Kata pelayan Papa dan Mama ke luar kota untuk menjenguk suadara Mama yang sakit. Mama juga sudah meneleponku dan memintaku untuk ke rumah sakit. Namun, kukatakan aku baik-baik saja. Pelayan di mansion ingin memanggil dokter untukku namun kutolak. Jika sampai aku diperiksa dokter, bisa berbahaya. Dokter mungkin akan menyadari bekas-bekas hisapan Mike yang sudah berubah warna menjadi keunguan di sekujur tubuhku.  “Aku baik-baik saja, aku akan sembuh setelah beristirahat. Karena aku banyak tugas jadi stress dan sampai sakit begini” ucapku untuk meyakinkan para pelayan di mansion. Via WhatsApp (Tiara: Aku sakit, itu semua karenamu)  Kukirim pesan singkat itu kepada Mike. Bodohnya aku yang mengharapkan balasan atau perhatian darinya. Karena pesanku tak pernah dibalas olehnya. Aku bahkan tak yakin apa Mike membaca pesanku atau tidak. Mike tidak menghubungi atau mengunjungiku setelah membuatku sakit. Luar biasa, aku salut sampai ingin membunuhnya. Kukatakan kepada diriku malam itu bahwa aku tak akan pernah mengejarnya lagi. Sudah cukup aku dipermainkan seperti ini. Sudah cukup segala rasa sakitku, akan kukubur cerita pedih ini dalam-dalam hingga bahkan akupun tak bisa mengingatnya lagi. Yah, aku akan berusaha. Aku akan melupakan pria b******k itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD