Prolog

523 Words
Mereka melakukannya lagi. Di ruangan Hendra seperti biasa. "Batalkan meeting siang ini." Renata sudah tidak terlalu terkejut karena Hendra memang suka tiba-tiba seperti ini. "Baik, Pak." Renata pun segera mengancingkan kemejanya kembali. Ia juga segera merapikan roknya. Meski rasanya masih begitu lemas karena ia baru selesai melakukannya, namun tetap saja Renata harus segera kembali bekerja. Hendra langsung melangkah menuju meja kerjanya. Sementara Renata juga melangkah menuju meja kerja lelaki itu untuk mengambil beberapa berkas yang dirinya antarkan tadi. Seharusnya Renata bisa menebak bahwa dirinya akan berakhir seperti ini. Tadi ia benar-benar hanya ingin mengantarkan berkas untuk persiapan meeting siang ini sekaligus membawakan makan siang yang dipesan oleh Hendra. Sayangnya bukan makan siang itu yang dinikmati oleh Hendra, melainkan tubuhnya. "Rapikan tubuh kamu di toilet. Masih kelihatan," ujar Hendra yang mengamati Renata sejak tadi. Siapa pun yang melihat gadis itu pasti akan langsung tahu bahwa Renata habis melakukan hubungan badan. "Baik, Pak." Renata pun meletakkan kembali berkas-berkas yang tadi telah dipegangnya. Ia hendak melangkah menuju toilet yang terdapat di dalam ruangan Hendra ini, namun ponselnya yang sejak tadi yang ia letakkan di atas meja tiba-tiba bergetar. Kontak atas nama 'Olivia - Tunangan Pak Hendra' pun muncul di layar ponselnya. Renata menatap ponselnya sejenak dan kemudian menatap Hendra. "Mbak Olivia menelpon, Pak." Hendra pun ikut menatap ke arah ponsel Renata. Ia hanya berdecak sebal. Dirinya kemudian bangkit dari kursi kerjanya. "Bilang ke dia kalo saya ketemu klien dan nggak bisa diganggu." Renata pun menganggukkan kepalanya dan mengambil ponselnya hendak mengangkat telepon masuk tersebut. Hendra kemudian menatap Renata lekat. "Tunggu," ucapnya. Gadis itu langsung mendongak menatap Hendra. Mata dengan sorot pandangan dingin itu menatap Renata dalam. "Bereskan pekerjaan kamu dengan cepat. Saya tunggu di tempat biasa." Napas Renata tercekat. Sepertinya ia harus sedikit bersabar karena Hendra belum merasa puas. Mungkin saja mood lelaki itu benar-benar sedang buruk hari ini. "Baik, Pak." Hendra kemudian melangkah pergi meninggalkan gadis itu di ruangannya. Tentu saja Renata paham tempat apa yang Hendra maksud. Ia sudah terbiasa pergi kesana. Ponselnya kembali bergetar dan menyala. Renata menghela napasnya. Ia lantas mengangkat telepon dari tunangan si bos. "Halo, Mbak." "Halo, Ren. Maaf ya ganggu jam makan siang kamu. Hendra dimana?" Renata dalam hati benar-benar mengutuk dirinya sendiri begitu mendengar suara lembut nan khawatir dari Olivia. "Pak Hendra lagi ada pertemuan sama klien, Mbak. Beliau lagi sibuk banget jadi nggak bisa diganggu," ucap Renata percis seperti yang Hendra minta tadi. "Oalah begitu. Pantesan aku hubungi dia nggak bisa-bisa. Hendra udah makan siang belum, Ren?" Pandangan Renata mengarah ke baki berisi makan siang yang tadi dibawanya. Hendra sama sekali belum menyentuh makanan itu. Tentu saja, karena Hendra menggunakan waktunya untuk menyentuh tubuh Renata. "Belum, Mbak." Renata sungguh merasa lega setiap kali ia bisa menjawab pertanyaan Olivia dengan jujur. Selama ini ia cukup banyak membohongi gadis itu. "Tuh kan! Hendra kebiasaan buruk banget. Ya udah nanti kalo kira-kira dia ada luang sedikit, minta dia makan ya, Ren? Aku khawatir nanti dia sakit." Renata dapat merasa hatinya tersayat setiap kali menyaksikan betapa Olivia sangat tulus dalam memberikan perhatian untuk Hendra. Akan tetapi tidak ada yang dapat dirinya lakukan. "Iya, Mbak. Nanti aku usahain." "Makasih banyak ya, Ren."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD