Chapter 1

1266 Words
"Siang ini Bapak ada jadwal untuk meeting dengan pihak dari SNM Grup. Setelah itu jadwal Bapak kosong hingga jam 7 malam." Renata menjeda sejenak ucapannya untuk menunggu respon dari Hendra. Siapa tahu lelaki itu ingin memberikan komentar atas jadwal yang ia bacakan. Satu menit berlalu dan lelaki itu hanya diam saja. Renata memutuskan untuk lanjut membacakan jadwal Hendra. "Nanti malam ada pertemuan keluarga dengan-" "Bilang kalo saya sakit." Hendra memotong ucapan Renata dengan cepat. Seolah sudah tahu jadwal apa yang akan dibacakan Renata selanjutnya. Ia tidak akan mau hadir di acara itu. "Tapi, Pak. Pertemuan-" "Kamu mau membantah saya?" Renata memilih untuk diam sejenak. Ia sudah terbiasa menangani Hendra yang seperti ini. "Kalau Bapak beralasan sakit, keluarga Bapak pasti jadi cemas." Ucapan Renata itu membuat Hendra yang sedari tadi menatap berkas menjadi mendongakkan kepalanya. Ia lantas menatap Renata dengan sorot pandangan dingin nan tajam. Pandangan mata yang selalu ia tunjukan ke siapapun. "Kalau begitu cari alasan logis yang lain." Hendra kemudian kembali menatap berkasnya. Hal itu pun membuat Renata menghela napas. Renata sebenarnya tidak mau ikut campur dengan apapun masalah keluarga Hendra. Hanya saja semenjak dirinya setuju dengan tawaran Hendra, maka mau tidak mau dirinya juga harus mengetahui semua masalah lelaki itu. "Kenapa Bapak tidak hadir saja, Pak? Hadir sesekali disana tidak akan masalah." Hendra kembali mengalihkan pandangan dari bekas. Namun, kali ini ia menatap layar laptop di hadapannya. "Sampai jam berapa acaranya?" Renata tersenyum ketika mendengar Hendra menanyakan hal itu. Dirinya sungguh merasa bersemangat bila Hendra mau datang ke acara pertemuan keluarganya. "Sembilan malam, Pak." Renata yakin bisa lebih dari jam sembilan malam. Hanya saja bila ia mengatakan yang sebenarnya, maka bisa saja Hendra justru tidak jadi datang. Setelah Renata menjawab pertanyaannya, Hendra pun mendongakkan kepala dan kemudian menatap gadis itu. Tatapan dalam dari Hendra itu membuat Renata langsung menundukkan pandangannya. Jantungnya kini terasa berdebar. Ia khawatir bila Hendra sudah mulai menatapnya dengan cara seperti itu. "Kamu punya pilihan." Ucapan Hendra itu langsung membuat napas Renata menjadi tertahan. Ia tetap menundukkan pandangan dan tidak berani menatap Hendra. "Temani saya datang kesana atau saya tidak datang." Renata pun memejamkan matanya. Ia lantas mendongakkan kepala untuk menatap Hendra. "Tapi, Pak. Itu kan acara-" "Pilih salah satu," ujar Hendra seraya menatap Renata. --------- "Kerasukan apa kamu mau datang?" Hendra memilih untuk mengabaikan pertanyaan dari ayahnya itu dan langsung masuk begitu saja. Hal itu membuat sang ayah geram namun tidak ada yang bisa dilakukannya. "Ren, kamu ikut juga?" Kali ini pertanyaan dari ibu Hendra. Renata pun hanya bisa tersenyum canggung atas pertanyaan itu. Dirinya sebenarnya merasa tidak enak karena harus sampai ikut ke acara pertemuan keluarga seperti ini. Hanya saja dirinya tidak punya pilihan lain. Sudah terlalu lama Hendra tidak menemui keluarganya. Acara keluarga sendiri saja Hendra selalu absen, apalagi acara pertemuan keluarga dengan calon besan seperti ini. "Iya, Tante." "Hendra yang minta?" Renata pun menganggukkan kepalanya. Ayah Hendra pun kemudian menatap Renata. "Ayo masuk, Ren." "Iya, Om." "Ren, bantuin Tante bawa makanan ya?" "Boleh, Tante " Sebenarnya keluarga Hendra sangat baik kepada Renata. Itu salah satu alasan mengapa Renata merasa sedih bila Hendra tidak pernah mau datang untuk acara keluarga. Bila memang ada yang bisa Renata lakukan untuk membuat Hendra mau hadir, pasti akan ia lakukan. Seperti syarat yang dihadirkan Rendra kali ini. "Hendra kegiatannya gimana hari ini?" tanya Om Budi, ayah Hendra. "Ada meeting sama SNM grup, Om." "Oh iya. Om juga denger soal itu. Lancar nggak?" "Lancar, Om. Tapi masih mau meeting sekali lagi sebelum teken." "Udah dong ngomongin kerjaannya. Ayo, Ren." Tante Novia pun langsung mengajak Renata untuk pergi ke dapur. Renata selalu merasa senang namun juga bersalah disaat bersamaan setiap melihat orang tua Hendra. Mereka bersikap sangat hangat kepada dirinya namun Renata merasa seperti orang jahat. ------- "Hai, Ren!" Olivia yang melihat Renata sudah berada di meja makan pun langsung menghampiri gadis itu dengan bersemangat. Tadi Renata sudah mengirimkan kabar kepada tunangan Hendra itu bahwa Hendra hadir di acara makan malam kali ini. Awalnya Renata merasa khawatir Olivia dan keluarganya akan memandang sinis dirinya namun ternyata keluarga Olivia itu sama hangat dan ramahnya seperti keluarga Hendra. "Oh ini sekretarisnya Hendra yang selalu kamu ceritain ya?" Papa Olivia pun bertanya kepada Olivia. "Iya, Pa. Ini Renata yang selalu aku ceritain." Hendra datang ke meja makan setelah tadi dirinya pergi ke kamar yang sudah ia tinggalkan. Dirinya lantas menatap semua yang sudah berada di meja makan. "Malam, Om dan Tante." "Si Hendra udah lama nggak ketemu makin ganteng aja ya," ucap ibu dari Olivia. Hendra lantas menatap tunangannya sekilas. "Malam, Oliv." Olivia pun tersenyum manis karena disapa oleh tunangannya itu. Hal itu membuat orang-orang yang berada di meja makan dan menyaksikan interaksi antara Hendra dengan Olivia juga ikut tersenyum. Renata pun juga ikut tersenyum dan senang atas apa yang terjadi. Akan tetapi senyumannya menjadi terhenti seketika saat pandangan Hendra mengarah kepadanya terlebih lagi pandangan Hendra bersorot tajam nan dingin. ------ "Makasih banyak ya, Ren." Olivia membisikkan kalimat itu kepada Renata ketika mereka berpelukan. Lalu gadis itu dan keluarganya itu kemudian pamit setelah acara makan malam selesai. Segera setelah mobil keluarga Olivia berlalu, Tante Novia menatap Renata. "Ren, kamu pulangnya dianter supir aja ya? Jangan naik taksi." Renata hendak menyahut namun Hendra lebih dahulu berbicara. "Saya yang antar." Ucapan Hendra itu pun langsung membuat Om Budi menyahut. "Supir aja yang antar. Biar kamu nggak capek, Hen." "Iya, Pak. Saya pulangnya naik taksi atau di diantar supir saja." Renata sebenarnya tidak enak merepotkan begini. Akan tetapi ia juga belum bisa memutuskan untuk menolak diantar supir atau tidak. "Saya sekalian ke apartemen habis antar kamu," ujar Hendra menatap Renata. "Hen. Kamu nggak nginep disini aja, Nak?" Renata dapat merasakan kesedihan dari nada bicara Tante Novia itu. "Kamu di rumah saja. Sudah lama nggak pulang. Ngapain di apartemen terus?" tanya Om Budi. Hendra pun lantas menatap kedua orang tuanya. "Terima kasih makan malamnya," ujar Hendra. Lelaki itu kemudian menatap Renata. "Saya tunggu di mobil." "Hen.." Tante Novia ingin menahan putranya namun ia tahu tidak ada yang bisa dirinya lakukan. "Maaf ya Om, Tante." Renata sungguh menjadi tidak enak. Tante Novia pun menghela napasnya. "Ya sudah. Tidak apa-apa. Kamu hati-hati di jalan ya, Ren. Sering-sering ajakin Hendra kemari," ucap Om Budi kemudian melangkah memasuki rumah. Tante Novia lantas menatap Renata dan tersenyum. "Terima kasih ya. Hendra jadi mau datang malam ini." "Tapi saya nggak ngelakuin apapun, Tante." Meski sebenarnya bila Renata tidak mau ikut kesini maka Hendra tidak akan datang. "Pasti kamu memperlakukan Hendra dengan baik jadi mood dia bagus malam ini. Tante titip Hendra, ya? Bener kata Om. Kamu sering-sering dateng kesini ya ajakin Hendra." ----- Setelah menempuh perjalanan dalam keheningan tanpa saling bicara apapun, akhirnya mobil yang dikendarai Hendra itu berhenti Renata menghela napasnya begitu tahu dimana mobil ini berhenti. Hendra tidak mengantarnya pulang namun justru pergi kesini. Itu artinya Hendra tidak akan pulang ke apartemen malam ini seperti yang tadi ia katakan kepada orang tuanya. Renata sungguh merasa menjadi sangat bersalah dan berdosa kepada kedua orang tua Hendra. "Kita tidur disini." Kata tidur yang Hendra ucapkan itu sungguh terdengar sangat berbeda maknanya bagi Renata. Bila sudah pergi kesini, maka ia bisa pastikan bahwa dirinya tidak akan tidur malam ini. Padahal tubuhnya cukup letih dan besok jadwalnya akan sangat padat. Hendra mulai melepas sabuk pengamannya dan terdiam menatap Renata yang hanya diam saja dan tidak kunjung melepas sabuk pengamannya. Pandangan mata gadis itu lurus seolah tengah merenung atau memikirkan sesuatu. Hendra pun berdecak sebal. Ia mulai mendekati gadis itu dan hal itu membuat Renata menjadi terkejut. Renata kira Hendra akan menciumnya disini. Rupanya lelaki itu mendekat untuk melepaskan sabuk pengaman miliknya. "Tenang aja. Malem ini kita bener-bener cuma tidur."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD