Bab. 66

2232 Words
        "Bang Abraham!" panggil Bonar ke Abraham yang sedang lewat di depannya. Abraham pun menolehkan kepalanya ke arah sumber suara yang memanggilnya. Dan ketika Abraham menolehkan kepalanya, tepat saja Bonar pun tertawa melihat wajah Abraham yang penuh dengan lebam. Abraham pun menatap datar Bonar.          "Sini dulu lah bang! Mau kemana sih, mampir dulu sini," ucap Bonar dengan masih tertawa sedikit. Abraham pun tanpa pikir panjang berjalan menghampiri Bonar. Kemudian, Abraham duduk di sebelah Bonar dan langsung saja mengambil segelas kopi milik Bonar dan langsung meminumnya.          "Masih biru-biru aja tuh bang wajahnya," ucap Bonar sambil menunjuk-nunjuk wajah Bonar yang banyak lebam akibat bekas pukulan. Abraham berdecak kesal.          "Sialan itu pria! belum aja saya balas pukulannya, kalau bisa bakalan saya buat mati itu orang. Berani-beraninya dia memukul wajah saya ini," ucap Abraham sambil mengelus pelan wajah nya. Bonar pun langsung saja tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan kesal dari Abraham.          "Tak usah ketawa kau!" ketus Abraham sambil melirik Bonar. Bonar pun akhirnya berusaha untuk menghentikan tawanya itu.          "Ya habisnya ngapain juga kau menggoda perempuan itu," ucap Bonar menyalahkan Abraham.          "Yakan saya juga mabok semalam, saya kan sedang tidak sadar. Udah lah liat aja nanti kalau saya ketemu pria itu lagi, akan saya habisi dia," ucap Abraham berniat untuk membalas dendam. Bonar pun menggelengkan kepalanya heran mendengar ucapan dari Abraham.          "Yaudah bang, nanti malam mau ada judi lagi nih, Abang mau ikutan tidak?" tanya Bonar. Abraham pun berpikir terlebih dahulu.         "Siapa lawannya? Kaya tidak? Kalau di miskin sih, saya tidak mau ah," ucap Abraham.          "Ya mana saya tau, tapi kan dia yang ngajak tidak mungkin dia tidak punya uang," jawab Bonar.         "Yaudah nanti saya kabarin,"         "Kalau Abang mau nanti malam datang kesini saja, saya juga nanti malam kesini, katanya sih denger-denger yang lawannya itu orang baru yang tinggal disini," ucap Bonar. Abraham yang sedang memakan gorengan pun menolehkan kepalanya ke Bonar dengan menaikkan salah satu alisnya.         "Orang baru? Emang ada yang pindahan? Dimana?" tanya Abraham. Bonar mengendikkan bahunya tidak tau.          "Saya sih denger-denger orang sini bicara aja sih bang," ucap Bonar. Abraham pun mengangguk sambil memikirkan orang baru itu. --- Aruna          Bel pulang sekolah pun berbunyi. Semua murid-murid pun bergegas keluar dari masing-masing kelasnya untuk pulang.           "Baiklah, saya tutup materi hari ini ya, dan jangan lupa untuk mengerjakan makalah dengan materi yang sudah ibu bagi. Kelompok nya bersama teman sebangku saja ya. Baiklah anak-anak, ibu pamit dulu. Tugas nya minggu depan harus di kumpulkan ya. Jangan sampai ada yang tidak mengerjakan," ucap ibu Yolanda selaku guru mata pelajaran biologi.          "Baik buuu!" jawab kami semuda dengan kompak. Kemudian, Bu Yolanda pun berjalan meninggalkan kelas dua belas IPA satu. Aku pun dengan segera memasukkan beberapa peralatan sekolahku yang masih tergeletak di atas meja.           "Jadi, kita mau kerjain kapan? hari ini?" tanya Duma. Aku berpikir sebentar. Hari ini? Karena aku sudah tidak bekerja lagi di minimarket paman Bontor, maka tentu saja hari ini dan seterusnya aku tidak memiliki kegiatan apapun. Pastinya aku akan mengisi hari-hari ku untuk belajar. Aku pun menyetujui usulan Duma. Karena, menurut ku lebih cepat lebih baik untuk mengerjakan makalah ini, aku tidak suka menumpuk-numpuk tugas-tugas yang diberikan oleh guru-guru di sekolah ku.           "Baiklah Duma, ayo kita ke rumah ku. Kita kerjakan di sana," ucap ku mengajak Duma. Duma terdiam sebentar, karena itu aku pun menatap Duma dengan salah satu alis ku terangkat, menatap nya dengan heran.          "Ada apa Duma? Kau tidak ingin mengerjakan nya di rumah ku ya?" tanya ku. Aku berpikir mungkin Duma tidak nyaman untuk mengerjakan di rumahku, mungkin karena rumah ku kecil jadi Duma tidak nyaman.           "Bukan begitu, kau jangan berpikir macam-macam terlebih dahulu oke? Di rumah kau ada siapa?" tanya Duma. Keningku pun mengernyit heran mendengar pertanyaan darinya. Dan aku berpikir pasti rumah ku saat ini kosong, karena ibu juga sedang bekerja dan ayah pun tentunya saat ini tidak ada di rumah.           "Di rumah ku kosong tidak ada orang, memang kenapa?" tanya ku. Duma pun langsung menggelengkan kepala nya.          "Baiklah!! Ayo kita kerumah kau!" ucap Duma dengan bersemangat sambil menampilkan senyumnya yang lebar. Aku menggeleng-gelengkan kepala ku heran.           "Tapi, sebelum itu aku mau kabarin ayah aku dulu agar dia menjemput ku di rumah kau nanti," ucap nya sambil mengeluarkan ponsel nya dari saku seragam sekolah nya. Aku mengangguk. Aku berjalan sambil menatap lapangan yang sangat ramai sekali dengan murid-murid yang mulai melakukan kegiatan ekstrakurikuler nya.          "Eh Aruna," panggil Duma. Aku pun menolehkan kepala ku ke arahnya.          "Kenapa?" tanya ku.           "Nanti kita beli makan dulu aja bagaimana? Kita beli cemilan untuk dirumah kau nanti," ucap Duma memberikan saran. Karena, aku tidak memiliki cukup uang untuk membeli cemilan, tentunya aku akan mengantar Duma saja tanpa ikut membeli.          "Baiklah, nanti kita ke minimarket," ucap ku. Duma pun mengangguk.  ---          Tibalah aku dan Duma di gerbang sekolah. Suasana di sini sangat ramai sekali. Karena, cukup ramai sekali aku dan Duma pun berjalan mengikuti segerombolan murid-murid yang ingin menyebrang jalan raya. Setelah itu aku dan Duma pun langsung berjalan menuju minimarket yang tidak jauh dari sekolah ku. Aku dan Duma pun masuk ke dalam minimarket tersebut, dan Duma langsung mengambil satu keranjang untuk menaruh cemilan-cemilan yang ia pilih nanti. Aku hanya mengikuti Duma tanpa berniat untuk mengambil salah satu makanan ringan yang ada di minimarket ini.           "Kau mau beli apa Aruna?" tanya Duma sambil menolehkan kepalanya ke arah ku yang berjalan di samping nya. Aku pun menggelengkan kepala ku. Aku tidak ingin merepotkan nya.          "Kok tidak mau? Udah ayo pilih aja terserah kau mau beli apa," ucap Duma.          "Tidak Duma, lihatlah di keranjang yang kau bawa itu saja sudah banyak sekali makanan yang kau pilih, kau jangan boros-boros belum tentu itu semua habis termakan kan?" ucap ku. Duma pun menatap keranjang yang ia jinjing tersebut. Kemudian, ia tersenyum paham.          "Baiklah, aku rasa kau benar ini sudah lebih dari cukup. Ah! Beruntungnya aku memiliki sahabat seperti kau yang selalu mengingatkan diri ku yang sering boros ini," ucap nya sambil memeluk lengan ku dengan sebelah tangannya yang kosong. Aku dan Duma pun berjalan menuju kasir. Kemudian, Duma pun langsung saja membayar semua belanjaan nya itu.          Setelah Duma membayar belanjaan nya, aku dan Duma pun segera berjalan keluar minimarket menuju halte bus. Tidak lama bus pun datang dan berhenti di depan halte. Aku dan Duma pun segera turun dari halte dan berjalan masuk ke dalam bus.          "Ibu Emma pulang kerja jam berapa memangnya Aruna?" tanya Duma sambil meminum s**u kotak yang ia beli tadi di minimarket. Aku yang sedang memainkan ponsel ku pun menoleh ke arah nya. Aku berpikir sebentar, karena memang jam pulang kerja ibu itu tidak tentu.          "Entah, ibu tidak memberitahu ku," jawab ku. Kemudian, aku melanjutkan kegiatan ku mencari bahan referensi untuk membuat tugas makalah kelompok ku dan Duma.  ---          Aku dan Duma pun turun dari bus. Kemudian, aku dan Duma berjalan untuk masuk ke dalam gang menuju rumah ku.           "Bu Ajeng, mau kemana Bu?" tanya ku ketika aku melihat Bu Ajeng yang berjalan dengan sebuah payung yang ia pegang. Bu Ajeng pun tersenyum.          "Ini Bu Ajeng mau ke butik sebentar, mau ngambil pesanan baju ibu dan suami ibu," jawab nya. "Teman Aruna ya?" tanya Bu Ajeng kepada Duma yang sedari tadi hanya menyimak pembicaraan ku dengan Bu Ajeng. Duma pun menyalami tangan Bu Ajeng.          "Iya Bu, teman sekolah Aruna," jawab nya.           "Yaudah ya Aruna, ibu pergi dulu," pamit Bu Ajeng. Aku pun mengangguk. Setelah Bu Ajeng pergi, aku dan Duma pun langsung berjalan kembali menuju rumah ku.          Tidak lama aku dan Duma pun tiba di rumah ku. Aku berjalan ke arah pot bunga dan mengambil sebuah kunci rumah ku yang memang ibu sengaja letakkan di dalam Poto bunga tersebut. Aku pun kemudian memasukkan kunci tersebut ke dalam lobang kunci pintu rumah ku, lalu aku membuka lebar pintu tersebut.          "Ayo masuk Duma," ajak ku. Duma pun melepaskan sepatunya, setelahnya ia berjalan masuk ke dalam dan duduk di salah satu kursi yang tersedia di ruang tamu.           "Sebentar ya, aku ke kamar dulu," ucap ku. Lalu, aku segera berjalan ke kamar ku untuk menaruh tas sekolah ku dan mengganti baju seragam sekolah ku. Setelah itu aku pun pergi ke dapur untuk menyiapkan minuman untuk Duma.           "Aruna, aku mau ijin ke kamar mandi dong," ucap Duma yang tiba-tiba menghampiri ku di dapur. Aku yang sedang membuatkan minuman untuk Duma pun menolehkan kepala ku ke arahnya.          "Itu kamar mandi nya," ucap ku sambil menunjuk ke arah letak kamar mandi. Duma pun dengan segera berjalan ke kamar mandi tersebut. Aku yang sudah selesai membuatkan minuman untuk Duma pun, lantas aku langsung membawa nya ke ruang tamu. Aku letakkan dua gelas minuman untukku dan Duma di atas meja tamu tersebut. Karena kebetulan di meja pun sudah ada laptop milik Duma, jadi aku berinisiatif untuk segera mengerjakan makalah kelompok ku ini.           Cukup lama Duma di kamar mandi, entahlah dia ngapain di dalam kamar mandi sampai selama ini. Aku pun berniat untuk menghampiri Duma. Namun, ketika aku ingin menghampiri ke kamar mandi, aku mendengar suara ribut-ribut yang berasal dari luar rumah dan mendekat untuk masuk ke dalam rumah ini. Tepat saja pintu rumah pun terbuka dengan lebar dan juga kasar. Aku melihat ibu yang sedang marah-marah lagi.          "Kenapa sih? Kau itu tidak pernah membuat masalah yang ada di keluarga ini berkurang? Ingat lah bang! Kau itu kepala keluarga di rumah ini, seharusnya kau bisa membimbing keluarga ini ke arah jalan yang benar!! Saya ini baru pulang kerja! Saya juga capek!!!" teriak ibu. Aku pun terkejut mendengar suara ibu yang cukup keras itu. Aku mengingat di rumah ini juga ada Duma, aku tidak ingin sampai Duma pun mengetahui bagaimana kacaunya kondisi keluarga ku ini.          "Ibu!" panggil ku dengan suara yang tertahan. Ibu pun menoleh ke arah ku.          "Ibu! Ayah! Jika kalian ingin berantem terus, jangan di rumah ini! Kalian tidak sadar ada aku disini? Aku capek loh setiap hari mendengar kalian selalu berantem seperti ini! Capek tau tidak?!! Dan kalian tau? Saat ini Duma sedang berkunjung ke sini, dia sekarang berada di dalam kamar mandi, aku tidak ingin sampai Duma tau ataupun mendengar adu mulut kalian ini. Jika kalian ingin berantem, adu cekcok nanti saja tunggu teman ku pulang!! Aku malu tau tidak kalau sampai Duma mendengar adu mulut kalian!!" ucap ku panjang lebar. Ibu pun langsung diam dan ayah pun hanya menatap ku dengan tatapan nya yang tidak merasa bersalah.           "Maafkan ibu nak, ibu tidak tau jika di rumah ini ada Duma. Baiklah, ibu akan ke kamar dulu," ucap ibu sambil mengelus pelan kepala ku. Kemudian, ibu berjalan ke arah kamar nya. Ketika aku ingin duduk aku mendengar suara ibu yang menyapa Duma.          "Eh Duma," ucap ibu. Aku menolehkan kepala ku melihat Duma yang sedang menyalami tangan ibu.           "Lagi main kesini atau bagaimana?" tanya ibu basa basi.           "Oh itu... Aku dan Aruna lagi mengerjakan tugas kelompok," jawab Duma. Aku berpikir sejak kapan Duma keluar dari kamar mandi? Apakah Duma sejak tadi mendengar keributan tadi? Aku harap Duma tidak mendengar nya. Sungguh aku akan malu sekali dengannya, jika memang benar Duma mendengar ataupun melihat keributan ayah dan ibu ku tadi. Aku pun langsung saja kembali melanjutkan pekerjaan ku untuk segera menyelesaikan makalah ini. Aku melirik Duma yang sudah duduk di sebelah ku.          "Bagaimana Aruna makalahnya?" tanya Duma ke arah ku. Aku pun menolehkan kepala ku ke arah nya, mencoba untuk tersenyum.          "Ini kau lanjutkan mengetik nya ya, tinggal sedikit lagi kok itu," ucap ku sambil menyerahkan laptop ke hadapan Duma. Kemudian, Duma pun langsung melanjutkan pekerjaan ku. ---          "Ini Aruna, sudah ku selesaikan," ucap nya. Aku yang sedang memainkan ponsel ku pun langsung melihat ke arah layar lapoto yang menunjukkan tugas kelompok ku dan Duma. Aku pun kembali membaca nya dengan teliti. Aku tidak ingin di dalam makalah ini ada yang salah.          "Iya, ini uda beanr semua kok, nanti kau kirimkan file nya ya, agar aku print nantinya," ucap ku. Duma pun mengangguk. Lantas, ia pun langsung saja mengutak-atik file tersebut.           "Aruna, Duma, ayo makan dulu," panggil ibu. Aku dan Duma pun menoleh.          "Iya, ayo Duma kita makan dulu," ajak ku.           "Tidak usah Aruna, aku langsung pulang saja ya, ayah sudah mengirimkan aku pesan, kalau dia sudah ada di depan," ucap Duma sambil memasukkan laptop nya ke dalam tas sekolah nya.          "Loh, ayo makan dulu," ucap ibu. Aku pun mengangguk menyetujui ibu. Lagi-lagi Duma pun menolak.          "Tidak usah ibu Emma, Duma langsung pulang aja ya," ucap Duma sambil berdiri menghampiri ibu. Kemudian, Duma langsung menyalami tangan ibu ku untuk pamit segera pulang. Aku dan ibu pun tidak memaksa nya lagi.          "Yaudah, Aruna anterin Duma nya dulu ke depan sana," suruh ibu kepada ku. Aku pun mengangguk. Pun aku segera mengantarkan Duma sampai ke mobil ayah nya yang sudah menunggu di depan gang rumah ku.          "Aku pulang dulu ya Aruna," ucap Duma. Setelahnya ia pun masuk ke dalam mobil. Kemudian, ayah Duma pun melajukan mobil nya tersebut. Aku membalikkan tubuh ku berjalan kembali menuju rumah ku.          Setibanya aku di halaman depan rumah ku. Aku pun kembali mendengar suara ribut-ribut dari dalam rumah yang aku yakini itu semua berasal dari ayah dan ibu yang aku pun tak tau mereka meributkan hal apalagi. Aku pun masuk ke dalam rumah dan berjalan pelan-pelan menuju ke kamar ku agar ibu ataupun ayah tidak mengetahui diri ku yang sudah berada di dalam rumah ini. Aku pun dengan segera masuk ke dalam kamar ku dan mengunci pintu kamar ku. Aku pun duduk di dekat pintu kamar ku, menelungkupkan kepala ku di sela-sela tangan ku yang bertumpu di kedua kaki ku. Aku menangis pelan, meratapi nasib ku yang lahir dari keluarga yang seperti ini. []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD