Bab. 5

1708 Words
        Hari sudah malam, tapi Emma bukan nya tertidur malahan Emma sedang mengubrak-abrik isi lemari baju nya. "Kemana uang yang ada di kotak ini ya ampun!!" ucap Emma dengan nada frustasi. Emma memijit kening nya pelan. Kepala nya terasa sangat pusing sekali. Sedari tadi, setelah Emma membersihkan tubuh nya, karena Emma baru saja pulang dari cafe tempat ia bekerja. Emma sempat terpikirkan tentang uang yang Emma simpan di dalam kotak kecil yang berwarna coklat dan Emma meletakkan kotak tersebut di tumpukan-tumpukan baju-baju nya.         Ketika Emma membuka kotak kecil yang berwarna coklat yang berisi kan uang tersebut, setelah Emma menghitung kembali uang yang ada di kotak kecil tersebut ternyata uang tersebut kurang. Hasil dari Emma menghitung uang itu ternyata berbeda dengan catatan milik Emma yang ada di buku kecil. Memang, Emma menyatat semua uang-uang yang telah ia tabung di kotak kecil berwarna coklat tersebut. Emma sudah menghitung berulang kali. Tetap saja hasil nya berbeda dengan yang ada di catatan buku kecil nya.         "Ya tuhan ... Tidak mungkin di rumah ini ada yang maling sehingga uang yang ada di kotak ini ada yang hilang," ucap Emma sambil menggigiti pelan kuku-kuku jari nya. Emma berpikir sebentar. Melihat ke arah jam dinding. Jarum sudah menunjukkan ke angka 11. Sudah malam. Emma berpikir untuk menanyakan soal ini kepada Aruna sekarang. Tapi, melihat jam ternyata sudah tengah malam sekali. Pasti Aruna sudah tertidur.           "Aruna sudah tertidur, baiklah besok akan aku tanyakan kepada Aruna. Semoga saja Aruna mengetahui nya," ucap Emma sendiri. Emma pun langsung saja membereskan semua barang-barang yang ada di kasur. Merapihkan kembali pakaian-pakaian yang sudah tidak tertata dengan rapi. Lantas, Emma pun langsung naik ke atas kasur. Merebahkan tubuh nya yang sudah sangat lelah. Suami nya? Entah lah mungkin malam ini suami nya. Abraham itu tidak akan pulang. Entah ia tertidur di mana. Sudah biasa Abraham tidak pulang. Emma tidak heran lagi.  ---            Pagi pun tiba. Matahari sudah menunjukkan keberadaan nya dengan sinar yang sangat terang. Membuat pagi ini sangat cerah. Aku membuka gorden jendela ku. Langsung saja sinar matahari pun langsung masuk ke dalam kamar ku. Membuat suasana kamar ku menjadi hangat. Aku melihat ke arah jam dinding. Ternyata sudah menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit. Mata ku pun langsung saja terbuka lebar. Ya! Aku bangun kesiangan. Aku langsung saja mengambil handuk yang tergantung di pintu kamar ku.             Tidak sampai tiga puluh menit aku pun sudah selesai bersiap-siap. Aku langsung mengambil tas ku dan memeriksa kembali di dalam tas ku, apakah ada yang ketinggalan atau tidak. Lengkap. Semua sudah lengkap. Aku berjalan ke arah pintu. Menekan knop pintu kamar ku. Dan langsung berjalan keluar. Sepi. Tidak ada orang. Aku pun ke kamar ibu. Aku mengetuk pintu kamar nya. "Ibuuu ...," panggil ku. Aku mengetuk sekali lagi pintu kamar nya. Tetap saja aku tidak mendapatkan sahutan apapun dari dalam kamar nya. Lalu, aku berbalik berjalan ke arah dapur. Kosong. Tidak ada siapa pun. Tidak sengaja mata ku melihat kertas kecil yang tertempel di pintu kulkas. Aku berjalan untuk membaca apa tulisa yang tertera di dalam kertas kecil itu.            "Pagi Aruna! Ibu sudah menyiapkan sarapan kau di meja makan. Kau makan lah sebelum berangkat ke sekolah. Pagi ini ibu sudah berangkat ke cafe. Karena suruhan bos ibu yang menyuruh ibu untuk cepat datang ke cafe pagi ini. Kau hati-hati berangkat ke sekolah nya ya!!! Uang saku kau ibu taruh di kantong taplak kulkas. Semangat untuk hari ini anak ibu yang tersayang!!!" ucap ku membaca note yang tertulis di kertas yang tertempel di pintu kulkas. Aku langsung saja duduk di meja makan untuk sarapan seperti apa yang di perintahkan oleh ibu.              Saat aku sedang ingin menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulut ku. Tiba-tiba saja ayah datang dengan bau alkohol yang sangat menyengat. Dengan jalan yang tidak seimbang ayah pun langsung saja menarik kursi yang ada di depan ku. Dan ayah langsung duduk dengan menaruh kan kepala nya di atas meja.              "Aruna ... Aruna ....," panggil ayah dengan suara yang tidak cukup jelas untuk di dengar.              "Iya ayah, ada apa?" tanya ku. Aku mengurungkan niat ku untuk menyuapkan sesendok nasi ke mulut ku. Aku berinisiatif untuk mengambilkan segelas air putih untuk ayah.              "Ini ayah, minum terlebih dahulu agar sakit kepala ayah berkurang," aku menyerahkan segelas air minum ke depan nya. Ayah pun menerima nya dan langsung meminum nya. Aku melihat jam yang berad di pergelangan tangan ku. Waktu sudah menunjukan pukul enam lewat tiga puluh menit.              "Ayah ... Aku sudah telat, aku berangkat sekolah dulu ya ayah. Ini makanan yang sudah di buat oleh ibu, jika ayah ingin makan," ucap ku pamit kepada ayah. Tidak ada tanggapan dari ayah. Aku melihat wajah nya yang membelakangi ku. Ternyata ayah tertidur. Biarlah, aku meninggalkan ayah yang tertidur di meja makan. Mungkin nanti siang ayah akan bangun. Aku berjalan ke arah pintu depan. Sebelum berangkat aku mengunci pintu nya agar tidak ada orang yang masuk.             Aku berjalan ke depan gang untuk naik bus yang biasa mengantar ku ke sekolah. Aku tersenyum ketika bertemu ibu-ibu tetangga yang lewat berapapasan dengan ku. "Mau sekolah ya Aruna?" tanya salah satu ibu-ibu yang lewat. Ibu Evi. "iya bu," ucap ku sambil tersenyum. ---             "Teman-teman ada pengumuman! Ada pengumuman!" ucap ketua kelas di kelas ku. Aku yang sedang menyatat catatan yang ada di papan tulis pun langsung menghentikan aktivitas ku. Memerhatikan apa yang akan di ucapkan oleh si ketua kelas.              "Guysss!!!! Tolong perhatian nya hei! hei!" teriak ketua kelas. Karena anak-anak kelas masih saja tidak mau diam. Setelah, anak-anak sudah diam. Duduk kembali ke tempat masing-masing. Ketua kelas pun kembali berbicara.              "Jadi, tadi saya di panggil oleh pak Anton, bahwasan nya pak Anton hari ini tidak masuk ke kelas," ucap ketua kelas. Deni.             "Yeeeeeeeey!!!!!!" teriak murid-murid yang ada di kelas dengan kompak. Senang sekali.             "Tapi teman-teman, kita dapat ada titipan tugas dari pak Anton yang harus di kerjakan hari ini juga dan di kumpulkan ketika bel pulang sekolah berbunyi,"             "Yahhhh.... Kok ada tugas sih," celetuk salah satu murid yang ada di kelas ku.             "Ya mana saya tau, sudah lah kerjakan saja. Lagian juga tidak banyak tugas nya. Jadi, untuk tugas hari ini buka buku cetak nya halaman delapan puluh delapan kerjakan semua nya," ucap Deni. Aku langsung saja membuka buku cetak dan halaman yang telah di sebutkan oleh Deni tadi. Dan langsung mengerjakan nya agar cepat segera aku kumpulkan ke Deni.            Tiba-tiba saja ada yang duduk di kursi sebelah ku. Memang, aku duduk sendirian di kelas ini. Tidak ada yang ingin duduk bersama ku. Aku mengangkat kepala ku yang sedang menunduk karena aku sedang mengerjakan tugas yang di berikan oleh pak Anton. Rendi. Dia adalah Rendi yang duduk di sebelah ku. Aku menatap nya. Ketika ia merasa ada yang memerhatikan nya. Ia pun menoleh ke arah ku. Aku mengangkat alis sebelah ku. Bermaksud menanyakan kepada nya kenapa duduk di sebelah ku. Tetapi dia maalh menanya balik kepada ku.             "Apa?" ucap nya dengan nada yang sedikit ketus. Aku pun menggelengkan kepala ku. Dan langsung melanjutkan mengerjakan tugas ku kembali.            "Heh!" Aku menoleh kembali ke arah Rendi.             "Kau memanggil ku?" tanya ku memastikan takut-takut bukan aku yang di panggil oleh Rendi. Rendi pun mendelik.             "Iya lah, memang siapa lagi!"             "Ada apa Rendi? kau membutuhkan bantuan?" tanya ku.             "Aku ingin lihat jawaban kau yang nomor lima sampai tujuh," jawab Rendi.             "Mau aku ajarkan saja? Biar kau paham. Jika kau hanya melihat punya ku saja. Kau mungkin saja tidak akan pernah bisa jika tidak belajar," ucap ku menawarkan diri ku untuk mengajari nya.             "Wah wah wah! Kau sudah berani ya ingin mengajari ku," ucap Rendi sambil tepuk tangan pelan dan menatap ku dengan tatapan yang sinis. Aku pun langsung menggeleng kan kepala ku.             "Bu-bukan begitu maksud ku Rendi, aku hanya ingin-" ucapan ku terpotong karena Rendi langsung saja menarik buku ku yang tergeletak di atas meja. Dan Rendi pun langsung menyalin jawaban yang ada di buku ku ke buku nya.             "Nah ini! Sudah beres, kan jadi lebih cepat, itu buku kau," ucap nya sambil bangun dari tempat duduk nya dan langsung beranjak untuk mengumpulkan tugas nya tanpa mengucapkan terima kasih kepada ku. Lagian, apa yang bisa di harapkan. Sudah biasa, mereka mengambil buku ku untuk menyontek tugas punya ku. Dan tanpa mengucapkan ucapan terima kasih. Aku pun langsung saja mengumpulkan tugas ku ke ketua kelas. Deni. Dan karena sebentar lagi juga akan berbunyi. Selain itu juga, tugas ku sudah ku selesaikan semua. Aku izin kepada Deni untuk langsung segera pulang. ---            Karena hari ini aku tidak ada ekskul di sekolah. Aku berniat untuk langsung pulang ke rumah. Tapi, sebelum itu aku ingin pergi ke kantin terlebih dahulu untuk mengisi perut ku yang sudah kosong. Sepertinya cacing-cacing yang ada di perut ku sudah memberontak ingin minta di beri asupan.            "Pak saya pesen bakso nya satu ya, pake mie dan sayuran nya juga ya pak, nanti antarkan ke meja yang di pojok itu ya pak," ucap ku sambil menunjuk ke arah meja yang akan aku tempati untuk memakan makanan ku.             "Oke siap neng," ucap pak Ujang. salah satu penjual bakso yang terenak di kantin sekolah ku.             Aku berjalan menuju meja yang ku tunjuk tadi. Membuka handphone dan membuka aplikasi **. Jarang sekali aku membuka akun ** ku. Aku pun langsung saja berselancar di salah satu aplikasi sosial media tersebut. Ketika aku sedang asyik men-scroll untuk melihat-lihat postingan-postingan selebgram yang aku ikuti. Tiba-tiba saja tanganku berhenti di postingan salah satu akun lambe yang ada di sekolah ku. Berita tersebut ternyata sedang heboh-heboh nya di sekolah ku. Bahwa ternyata ada seorang murid perempuan yang di bully oleh beberapa kakak kelas di karenakan siswi tersebut memiliki ayah yang seorang koruptor. Aku pun langsung saja membuka komentar-komentar yang di berikan dari para siswa-siswi yang ada di sekolah ku.            "DASAR ANAK KORUPTOR CIH,"            "Tidak berguna,"            "Dasar SAMPAH,"            "HAHAHA SAMPAH MASYARAKAT BANGET SIH,"            "Sungguh ia tidak punya malu sekali, masih saja berani menunjukkan wajah nya ke sekolah ini,"             "Kaya tapi hasil dari KORUPSI cihhh,"            Dan masih banyak lagi komentar-komentar yang pedas untuk siswi tersebut. Sungguh kasihan sekali siswi ini, sebenarnya kan anak nya tidak bersalah. Hanya saja, ayah nya yang sudah salah memilih jalan untuk mencari rezeki. Padahal kan, rezeki sudah ada yang mengatur. Entahlah, memang terkadang manusia selalu merasa tidak cukup. Tidak lama, pesanan bakso ku datang. Aku pun langsung saja mengeluarkan akun ku dari aplikasi ** tersebut. Dan langsung menyantap makanan ku. []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD