Bab. 41

1991 Words
      Aku, Tiwi, Pak Bagus, Bu Iis, dan Bu Yeni sekarang sudah berada di dalam ruang BK. Aku menunggu penjelasan yang akan di berikan oleh pak Bagus dan guru lainnya tentang kebenaran yang mereka lihat tadi di dalam ruangan cctv.        "Benar kan Pak, Bu, kalau si Aruna ini adalah pelaku yang mengambil dompet ku," ucap Tiwi ketika kami semua sudah duduk di kursi. Ketika aku ingin membalas ucapan dari Tiwi, pak bagus pun langsung membuka pembicaraan.       "Bukan. Aruna bukanlah pelaku nya Tiwi," ucap pak Bagus sambil menatap aku dan Tiwi. Aku yang mendengar kabar yang keluar dari mulut pak Bagus pun akhirnya bisa bernapas lega. Akhirnya, kebenaran pun terungkap.       "Apa?! Terus siapa pelaku nya pak kalau bukan dia?" tanya Tiwi sambil menunjuk diri ku. Ya, aku pun penasaran siapa pelaku yang sebenarnya. Sungguh, jahat sekali ia melakukan perbuatan rendahan seperti ini.       "Sebentar, lebih baik kita langsung panggil saja murid itu ke ruangan ini biar lebih jelas motif dia melakukan perbuatan ini itu apa," ucap pak bagus.       "Iya pak, lebih baik murid nya langsung di panggil ke sini saja," ucap Bu Yeni setuju. Kemudian, pak Bagus pun berdiri dan melangkah menuju pintu. Sementara itu, kami semua di sini menunggu murid tersebut datang ke ruangan ini. ---       Pak Bagus menekan knop pintu ruangan BK. Kemudian, pak Bagus melihat-lihat mencari seorang murid untuk ia suruh memanggil seorang murid yang berada di kelas sebelas IPA satu juga. Kebetulan sekali Deni, ketua kelas sebelas IPA satu lewat dengan tangan nya yang memegang tumpukan buku-buku, karena Deni habis dari kantor guru.       "Deni!" panggil pak Bagus. Deni yang merasa terpanggil pun menolehkan kepala nya untuk melihat siapa yang memanggil namanya itu. Kemudian, Deni pun melangkah mendekati pak Bagus yang berdiri di depan pintu ruang BK. Deni menatap sebentar pintu ruang BK itu, sebelum mengalihkan pandangannya ke arah pak Bagus.        "Iya pak? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Deni dengan sopan.         "Kau ingin ke kelas kan?" tanya pak Bagus ingin memastikan. Deni pun mengangguk.        "Iya pak, ada apa ya pak?" tanya Deni. Kemudian, pak Bagus pun memberitahukan keperluan nya kepada Deni. --- Aruna        "Murid nya kenapa lama sekali datang nya pak?" tanya Bu Iis. Namun, telat sekali Bu Iis bertanya seperti itu ke pak Bagus, pintu ruang BK pun terdengar ada yang mengetuk. Aku pun menegakkan badan ku. Dan Tiwi pun sama. Kami semua sudah sangat penasaran siapa pelaku yang sebenarnya.        "Masuk!" ucap Bu Yeni mempersilahkan orang tersebut untuk membuka pintu. Ketika orang itu menampakkan diri nya dari balik pintu, aku dan Tiwi pun terkejut melihat murid tersebut. Ternyata murid itu adalah salah satu teman dekat dari Tiwi sendiri.        "Mela?!!" ucap Tiwi terkejut. Aku pun sama terkejut nya dengan Tiwi ketika pelaku yang sebenarnya itu terungkap.        "Jadi pelaku nya itu kau hah?!" todong Tiwi sambil berdiri dengan kedua bola mata nya yang terbuka dengan lebar. Aku melihat Mela yang hanya menundukkan kepala nya, tidka berani untuk menatap kami semua yang berada di dalam ruangan. Pak Bagus pun berdiri dan segera berjalan menuju Mela yang masih berdiam diri di dekat pintu. Pak Bagus mengajak Mela untuk duduk di tempat kursi bekas pak Bagus duduki tadi.        "Jadi, ini pak murid nya?" tanya Bu Yeni.        "Iya Bu, dia adalah Mela teman satu kelas Aruna dan Tiwi," ucap pak Bagus membenarkan pertanyaan dari Bu Yeni.        "Heh! Kau ada masalah apa dengan ku hah? Kenapa kau berani-berani nya mengambil dompet yang ada di dalam tas ku dan kau taruh di tas nya Aruna?" tanya Tiwi dengan marah nya. Namun, Mela tidak kunjung menjawab pertanyaan dari Tiwi. Ia masih tetap menundukkan kepala nya, tidak berniat untuk menatap kami semua.        "Heh jawab!!!" ucap Tiwi lagi.        "Tiwi, tenangkan diri kau. Sekarang kau sedang berada di dalam ruang bk, tolong jaga sikap kau," ucap Bu Iis mengingatkan Tiwi untuk tenang. Kemudian, Bu Iis pun langsung mengalihkan pandangan nya ke arah Mela.         "Mela, apa alasan kau mengambil dompet Tiwi?" tanya Bu Iis dengan baik-baik. Lalu, Mela dengan perlahan ia mendongakkan kepala nya, kemudian menatap kami semua. Aku melihat wajah Mela yang seperti menahan kesal? Entahlah aku tidak ingin menuduhnya macam-macam.        "Mela?" panggil Bu Iis lagi. Mungkin karena Bu Yeni sudah jengah dengan Mela yang tidak kunjung mengeluarkan suaranya, Bu Yeni pun berdiri menghampiri Mela.        "Mela jujur saja, kau ceritakan masalah mu ada apa? Sampai-sampai kau mengambil dompet Tiwi yang isi nya itu tentunya banyak yang penting dan kau menaruh dompet Tiwi di tas Aruna sehingga perbuatan kau itu bisa dikatakan merugikan Aruna, sejak daritadi Aruna yang di tuduh pencuri oleh Tiwi, tolong kau jelaskan sekarang agar masalah ini cepat selesai," ucap Bu Yeni.        "Iya Bu, pak, saya yang mengambil dompet Tiwi dan menaruhnya di tas Aruna ketika jam istirahat tadi, dan kebetulan Aruna pun sedang tidak ada di kelas, entah dia pergi kemana. Jadi, aku langsung buru-buru mengambil dompet Tiwi dan meletakkan nya di dalam tas Aruna," ucap Mela menjelaskan dengan santai, bahkan sebelah kaki kanan nya pun ia naikkan ke atas sebelah kaki kiri nya dan menyenderkan badan nya ke sandaran kursi.        "Apa masalah kau dengan ku hah?" tanya Tiwi yang sudah sangat emosi mendengar penjelasan dari Mela. Mela pun menggelengkan kepala nya.        "Tiwi, aku tidak memiliki masalah dengan kau, tapi aku memiliki masalah dengan si miskin ini," ucap Mela sambil melirik ku dengan sinis. Aku yang mendengar nya pun turut bingung. Hah? Dia punya masalah dengan ku? Masalah apa yang ia miliki dengan ku. Aku saja merasa kalau aku tidak pernah mencari masalah dengan anak-anak kelas.         "Tunggu tunggu! Jadi, kau Mela, sebenarnya kau ingin menjebak Aruna dengan sengaja begitu?" tanya Bu Iis dengan kening nya yang sudah mengerut.          "Apa masalah kau dengan ku Mela? Apa aku pernah melakukan kesalahan dengan kau?" tanya ku bingung.          "Tidak, kau tidak pernah melakukan kesalahan apapun Aruna. Di sini, sebab nya adalah aku ... Aku yang sangat kesal dengan kau yang sering sekali mencari perhatian sama guru-guru di sekolah ini," ucap Mela.          "Hah? Ada apa dengan kau Mela? Sungguh alasan kau itu sangat tudak jelas sekali," ucap ku.          "Maksud kau gimana Mela?" tanya pak Bagus yang ia sendiri pun juga ikut kebingungan dengan alasan yang tidak masuk akal yang di lontarkan oleh Mela.         "Iya, aku tidak suka jika Aruna selalu mendapatkan apresiasi dari guru-guru di sekolah ini, aku tidak suka jika Aruna mendapatkan nilai rapot nya yang tinggi. Karena, gara-gara dia, aku selalu di marahi terus oleh orang tua ku jika aku mendapatkan nilai di bawah kau," ucap Mela dengan mata nya yang sudah memerah sambil mengangkat jari telunjuk nya menunjuk-nunjuk diri ku.          "Hey Mela ... Di sini Aruna tidak salah, kau tidak boleh melakukan hal ini. Kau tidak boleh melampiaskan amarah kau dengan menjebak Aruna seolah-olah Aruna lah pencuri di kelas kau. Kau bisa saja belajar bersama dengan Aruna agar kau bisa mendapatkan nilai yang sama dengan Aruna, atau bahkan kau bisa mendapatkan nilai di atas Aruna. Di sini yang salah orang tua kau. Orang tua kau yang tidak bisa menghargai pencapaian dari anak nya sendiri," ucap Bu Iis sambil memeluk Mela yang sudah menangis. Tiba-tiba saja Mela pun melepaskan pelukan nya dari Bu Iis dan Mela langsung menyerang diri ku yang sedari tadi aku menundukkan kepala ku. Aku terkejut ketika tiba-tiba saja ada tarikan yang lumayan kencang dari rambut panjang ku yang ku gerai ini.          "Ini semua gara-gara kau!!!!!!! Aku sangat kesal sekali ketika melihat kau!!!" teriak Mela sambil menarik rambut ku dengan kencang sampai kepala ku pun langsung terdongak ke atas.         "Awwhhh ... Mel ... Melaaa lepasin Mel ... Sakit ..." ucap ku merintih kesakitan.          "Mela! Mela, lepaskan Aruna nak, Aruna tidak bersalah. Mela!" ucap pak Bagas yang berusah menarik tangan Mela yang sudah menggenggam rambut ku dengan kuat nya. Pun kepala ku sudah mulai sedikit pusing, karena tarikan dari tangan Mela.         "Mela ... Lepas Mel ... Sakit ... Pak, Bu tolong bantu Mela untuk melepaskan tangan nya dari rambut ku," ucap ku memohon.          "Iya Aruna, ini bapak juga lagi berusaha menarik tangan Mela," ucap pak Bagus. Aku membuka kedua mata ku untuk melihat wajah Mela. Sungguh, saat ini Mela terlihat seperti orang kesurupan dengan wajah yang memerah dan juga kedua mata nya yang memerah sambil melotot menatap ku. Aku pun memejamkan kedua mata ku agar aku tak melihat wajah Mela yang tepat berada di hadapan wajah ku. Tidak lama, tangan Mela pun akhirnya melepaskan rambut ku dari tarikan tangan nya. Aku pun bernapas lega. Aku memegang kepala ku. Terasa pusing sekali. Aku menyandarkan kepala ku ke sandaran kursi yang aku duduki. Aku melihat Mela yang sedang di tenang kan oleh pak Bagas, Bu Iis, dan Bu Yeni di dekat pintu.         "INI SEMUA GARA-GARA ANAK MISKIN ITU!!! KALIAN TIDAK TAU RASANYA BAGAIMANA SAKIT NYA YANG DI RASAKAN OLEH TUBUH KU HANYA GARA-GARA NILAI KU YANG BERADA DI BAWAH NILAI SI MISKIN ITU!!!!!" teriak Mela sambil melihat ku dengan melotot seperti ingin menyerang ku kembali. Namun, tiba-tiba saja segelas air putih berada di hadapan ku. Aku langsung mengalihkan pandangan ku kepada orang yang memberikan segelas air putih kepada ku. Ternyata itu Tiwi.          "Cepatlah minum air ini," ucap Tiwi dengan ekspresi wajah nya yang datar. Aku pun langsung menerima gelas berisi air yang di sodorkan oleh Tiwi. Tak lupa aku mengucapkan terimakasih kepada Tiwi. Dan aku pun langsung meneguknya hingga tandas.           "Tiwi, apa iya orang tua Mela melakukan perbuatan yang cukup kasar kepada Mela jika Mela mendapatkan nilai yang rendah?" tanya ku. Aku pun cukup penasaran dengan ucapan yang dilontarkan oleh Mela. Tiwi pun menolehkan kepala nya ke arah ku.          "Aku tak tau, dan aku tak ingin ikut campur masalah kehidupan nya. Yang jelas orang tua Mela sangat tegas sekali dengan pendidikan anak-anak nya. Orang tua Mela menuntut Mela agar menjadi orang yang sukses dan dalam belajar pun nilai Mela harus sempurna," ucap Tiwi yang tidak ingin menjelaskan secara rinci. Namun, aku paham bagaimana rumit nya kehidupan yang di jalani oleh Mela. Aku melihat Mela yang akhirnya di bawa oleh pak Bagus, Bu Iis, dan Bu Yeni keluar ruangan. Entah mereka membawa nya kemana. Aku tak tahu.          "Kau ingin pulang atau tetap di sini?" tanya Tiwi yang sudah berdiri dan merapihkan seragam nya. Aku menatap nya dan melihat jam yang berada di pergelangan tangan ku. Benar saja, sekarang sudah sore dan bel pulang pun sudah berbunyi dari dua puluh menit yang lalu. Tiwi pun berjalan keluar meninggalkan aku. Aku merapihkan terlebih dahulu rambut ku yang acak-acakan akibat di tarik oleh Mela tadi. Rasanya kulit kepala ku ingin lepas saja ketika Mela tadi menarik nya. Aku pun merapihkan seragam ku juga yang sedikit acak-acakan. Kemudian, aku berjalan meninggalkan ruangan BK ini.          Ketika aku sudah berada di luar ruangan BK. Aku langsung berjalan menuju kelas. Tiwi? Ia tentunya sudah duluan pergi ke kelas. Saat ini di sekolah sudah sangat sepi, hanya tersisa murid-murid yang mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang di sediakan oleh sekolah untuk murid-murid mengembangkan minat dan bakat nya. Ketika aku menaiki tangga. Ponsel ku pun berdering lagi. Pun aku langsung melihat siapa yang menghubungi ku. Ternyata itu ibu. Aku pun langsung saja menjawab nya.         "Iya halo, ibu?" sapa ku.         "Kau dimana nak? Kok belum pulang?" tanya ibu di seberang sana.          "Ini aku sedang berada di jalan mau pulang ibu," ucap ku sedikit berbohong kepada ibu.          "Oh baiklah, hati-hati sayang," ucap ibu.         "Iya, Bu," kemudian sambungan pun terputus. Di akhiri oleh ibu. Ketika aku ingin memasukkan ponsel ku ke dalam saku seragam ku, tiba-tiba saja ponsel ku pun berdering kembali. Aku menghela napas ku. Karena, kepala ku juga masih sedikit pusing aku pun berjalan dengan pelan-pelan menuju kelas sambil melihat ke ponsel ku siapa yang menghubungi ku lagi. Huh! Ternyata itu Duma, ku pikir siapa. Aku pun langsung mengangkat nya.          "Halo Duma?" ucap ku dengan suara yang lemah.           "Halo? Aruna? Kau tidak apa-apa?" tanya nya.          "Iya Duma, aku matikan dulu ya, soalny aku masih di jalan,"           "Oh oke," aku pun langsung mematikan sambungan nya. Ketika aku sudah berada di depan kelas, aku langsung saja masuk ke dalam untuk mengambil tas ku. Kemudian, aku pun langsung keluar dan pergi menuju halte untuk menunggu bus yang lewat yang akan mengantar ku pulang ke rumah. []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD