Bab. 50

1955 Words
      Tringg!! Tringg!! Tringg!!          Bel pulang sekolah pun berbunyi. Tepat sekali aku pun sudah berhasil menyelesaikan ujian ku pada hari ini. Dan besok adalah hari terakhir ku ujian. Setelah itu, akan ada pembagian rapot, yang mana nanti rapot ku pun pastinya akan di ambilkan oleh ibu ku sendiri. Setelah aku mengumpulkan kertas ujian ku ke guru pengawas ku di ruang ku ujian. Aku pun langsung mengambil tas ku, yang seperti biasa sebelum ujian di mulai semua tas murid-murid yang melaksanakan ujian akan di kumpulkan ke depan. Setelah itu aku kembali ke meja ku.        "Baiklah anak-anak, kalian boleh pulang. Dan ingat belajar yang giat ya, besok adalah hari terakhir ujian kalian. Tetap semangat ya!!" ucap bu Yaya sambil tersenyum menyemangati kami semua yang berada di dalam kelas.         "Iya Buuuu," ucap kami semua dengan kompak. Kemudian, Bu Yaya pun langsung keluar kelas. Aku pun langsung menyampirkan tas sekolah ku ke bahu ku.         "Aruna! Aku duluan ya, ayah ku udah menunggu di parkiran," pamit Duma tiba-tiba yang muncul dari belakang ku.         "Oh iya, hati-hati ya," ucap ku sambil melambaikan tangan ku. Duma pun mengangguk. Lantas, Duma langsung pergi keluar kelas menyusul ayah yang yang sudah menunggu nya di parkiran. Sebelum aku pulang, aku berjalan terlebih dahulu menuju toilet, karena aku ingin buang air kecil. Aku berjalan sendirian ke sana. Setiba nya aku di toilet, aku langsung membuka pintu salah satu bilik kamar mandi tersebut. Setelah aku menuntaskan keperluan ku di dalam bilik kamar mandi tersebut, aku langsung berjalan ke depan cermin. Aku membuka keran yang berada di hadapan ku, dan ku ulurkan kedua tangan ku ke bawah air keran yang sedang mengalir itu. Aku mengambil air tersebut dan ku usapkan ke wajah ku, mencuci wajah ku yang terlihat kusam agar wajah ku terlihat lebih fresh kembali. Aku mengambil tisu yang menggantung di dinding dekat kaca. Dan ku usapkan tisu itu ke wajah ku pelan. Setelah nya, aku membuang tisu itu ke tempat sampah yang tersedia. Lalu, aku pun kembali berjalan keluar toilet. Aku melihat suasana di sekolah sudah sangat sepi, semua murid-murid di sekolah ini tentunya sudah pada pulang semua. Biasanya, di lapangan ramai sekali murid-murid yang sedang melaksanakan ekstrakurikuler di sekolah, namun karena saat ini ujian kenaikan kelas sedang berlangsung. Maka, kegiatan ekstrakurikuler pun di tiadakan sementara. Aku menikmati angin-angin yang berhembus. Tenang rasanya. Namun, tiba-tiba ponsel yang ku taruh di saku almamater ku itu pun berdering. Aku langsung saja merogoh saku almamater ku tersebut. Aku melihat siapa yang menelpon ku saat ini. Ternyata itu ibu. Kenapa ibu menelpon ku sekarang? Bukannya ibu sedang sibuk bekerja? Tanpa pikir panjang lagi, aku pun langsung menggeser tombol berwarna hijau untuk menerima telpon dari ibu.         "Halo ibu?" ucap ku sambil menempelkan ponsel ku ke telinga kanan ku.         "Halo Aruna!" aku terkejut ketika mendengar suara yang membalas ucapan ku. Itu bukan suara ibu. Dan suara itu pun terdengar seperti sedang cemas?         "Iya? Mana ibu? Ini siapa?" tanya ku sambil berjalan di tengah-tengah lapangan sekolah.         "Ini ibu Winda, Aruna," jawab nya di telpon tersebut. Aku tau ibu Winda, aku kenal dengannya. Bu Winda adalah salah satu teman kerja ibu di cafe yang mereka itu sudah sangat dekat sekali. Bahkan aku pun suda di anggap oleh Bu Winda sama seperti anak nya.          "Iya Bu Winda? Ada apa ya? Ibu kemana?" tanya ku masih dengan menanyakan keberadaan ibu.          "Ibu kau ada di rumah sakit sekarang nak," jawab Bu Winda. Aku yang mendengar jawaban itu pun langsung menghentikan langkah ku. Aku pun langsung bingung ingin melakukan apa, karena mendengar ibu yang masuk ke rumah sakit. Rasa takut langsung menghampiri diri ku.           "A.... apa?? Eee... Ada apa dengan ibu ku Bu Winda?" tanya ku sedikit gugup sekaligus langsung khawatir tentang keadaan ibu ku.           "Iya Aruna, tadi sewaktu di cafe, ibu kau itu pingsan. Jadi, tadi kami semua di cafe pun langsung panik dan langsung membawa ibu kau ke rumah sakit," jelas Bu Winda kepada ku.           "Baiklah Bu Winda, dimana rumah sakit nya? Aku akan kesana sekarang," ucap ku.           "Aruna, tenang ya sayang ... Sekarang kan kau masih sekolah bukan? Kau fokus dulu ke sekolah kau ya nak, di sini ada Bu Winda yang menjaga ibu kau kok nak," ucap Bu Winda.           "Tidak Bu Winda, saat ini aku pun sudah pulang sekolah, karena saat ini aku ujian kenaikan kelas, jadi jadwal pulang sekolah lebih awal. Jadi, Bu Winda dimana rumah sakit nya?" tanya ku lagi.           "Baiklah, sekarang ini ibu kau berada di Rumah Sakit Murni Teguh, nak," jawab Bu Winda. Aku pun mengangguk. Letak rumah sakit itu tidak terlalu jauh dari sekolah ku.            "Baiklah Bu Winda, tunggu aku disana ya, aku akan segera kesana," ucap ku sambil ingin menutup sambungan telpon nya. Namun, ketika aku ingin menutup sambungan telpon nya, Bu Winda memanggil ku.           "Aruna, tunggu nak. Kau ke sini naik apa? Kau tunggu di sana saja ya, nanti Bu Winda menyuruh teman Bu Winda untuk menjemput kau di sekolah ya nak," ucap Bu Winda.            "Tak usah Bu Winda, saat ini aku juga masih ada di sekolah. Dan tentunya ini tidak terlalu jauh untuk ke rumah sakit itu, aku akan naik angkutan umum ke sana. Sudah ya Bu, Aruna matikan sambungan telpon nya," ucap ku.           "Baiklah nak, hati-hati di jalan. Kalau sudah sampai di depan telpon Bu Winda ya," ucap nya. Aku pun berdehem. Dan langsung ku matikan sambungan telpon tersebut. Pun aku langsung saja berjalan dengan tergesa-gesa menuju gerbang sekolah untuk mencari angkutan umum. Yap! Tepat sekali setibanya aku di depan gerbang aku melihat ada satu angkutan umum, yaitu bentor yang sedang berhenti di dekat pedagang jajanan yang biasa menangkring di depan sekolah ku. Aku pun langsung saja berjalan menuju bentor tersebut. Aku memanggil supir bentor itu.           "Bang!" panggil ku kepada supir bentor yang sedang asik mengobrol sambil makan siomay. Supir bentor itu pun menoleh ke arah ku.           "Eh iya dek? Mau naik bentor ya?" tanya supir itu. Aku mengangguk dengan cepat. Lantas aku pun langsung saja menaiki bentor tersebut. Supir bentor itu pun langsung menaruh siomay nya yang masih tersisa di atas meja di sana. Dan langsung berlari kecil menuju bentor nya yang sudah terparkir ini.           "Mau kemana dek?" tanya supir bentor itu ketika ia sudah duduk di kursi nya.           "Ke rumah sakit murni teguh ya bang," jawab ku. Tidak lama, bentor yang kunaiki ini pun langsung berjalan. Tidak terasa kedua bola mata ku pun berkaca-kaca, ingin menangis. Aku sedih ketika mendengar kabar ibu yang masuk ke dalam rumah sakit. Aku sangat khawatir dengan keadaan ibu sekarang. Cukup lama aku melamun di dalam bentor ini. Sampai-sampai aku tidak mendengar jika supir bentor pun memanggil ku berkali-kali.            "Dek! Dekk!! Kok ngelamun sih?" tanya supir bentor itu. Aku pun mengerjapkan kedua mata ku.            "Eh iya bang, maaf. Sudah sampai ya?" tanya ku.            "Iya sudah dek, daritadi," jawab nya. Aku pun mengangguk dan langsung turun dari angkutan bentor itu.             "Berapa bang?" tanya ku sambil mengambil ponsel ku yang berada di dal saku almamater ku.            "Lima belas ribu aja," jawab nya. Aku pun langsung saja membuka casing ponsel ku, dan mengambil uang lima belas ribu di dalam nya.            "Ini! Terima kasih ya bang," ucap ku sambil menyodorkan uang nya ke hadapan supir bentor tersebut. Setelah supir bentor itu menerima uang dari ku. Pun aku langsung berjalan masuk ke dalam halaman rumah sakit murni teguh ini. Tak lupa, aku menelpon Bu Winda agar menjemput ku di depan sini.            "Halo Bu Winda?"             "Iya nak, sudah sampai?" tanya nya.            "Iya Bu, tolong jemput aku di depan ya Bu," ucap ku kepada nya.            "Iya, sebentar ya nak," lalu, Bu Winda pun langsung mematikan sambungan telponnya. Sementara itu, aku menunggu Bu Winda di dekat pintu masuk. Tak lama, ketika aku sedang menunduk sambil memainkan kedua jari telunjuk ku, ada yang memanggil ku.            "Aruna," panggil orang tersebut. Aku pun mendongakkan kepala ku. Itu hu Winda dengan masih menggunakan seragam kerja cafe nya itu. Bu Winda menghampiri diri ku.            "Sudah makan nak?" tanya nya ketika sudah berada di hadapan ku. Aku tak menggubris pertanyaan dari Bu Winda.            "Ibu ku bagaimana Bu Winda?" tanya ku khawatir.            "Ibu kau tak apa-apa nak, ibu kau terkena tipes tadi dokter bilang," jawab Bu Winda. Aku pun semakin khawatir mendengar penyakit ibu.            "Udah tidak apa-apa, kau jangan terlalu khawatir seperti ini. Sudah yuk, kita ke ruangan ibu kau sekarang," ajak Bu Winda sambil menarik pelan lengan ku untuk mengikuti nya.            "Daritadi hanya Bu Winda yang menemani ibu ku di rumah sakit?" tanya ku ketika aku dan Bu Winda berada di dalam lift.            "Tidak sih, sebenarnya tadi ada teman Bu Winda juga, hanya saja tadi dia sudah pulang ke cafe duluan. Jadi, di sini Bu Winda ijin di cafe untuk menemani ibu kau," jawab nya.            "Terima kasih ya Bu Winda udah mau nemenin ibu di sini," ucap ku tulus kepadanya. Bu Winda pun mengusap puncak kepala ku.            "Memang sih Bu ketika di rumah tadi, wajah ibu terlihat pucat. Dan aku pun sudah menyuruh nya untuk mengambil cuti, namun dia tak mau, katanya nanti ibu akan minum obat aja, jadi yaudah aku pun meninggalkan nya ke sekolah," ucap ku bercerita kepada nya.            "Oh gitu, ya maklum lah Aruna, ibu kau itu kan orang nya sangat pekerja keras sekali. Nah ini kita sudah sampai di kamar rawat inap ibu kau," ucap Bu Winda sambil membuka pintu kamar rawat inap ibu. Kemudian, aku pun masuk duluan dan langsung berjalan ke arah ibu yang sedang berbaring dengan kedua mata nya terpejam di atas brankar tersebut. Aku pun duduk di kursi di samping brankar ibu. Aku memegang tangan ibu.              "Aruna sayang, kau sudah makan belum nak? Biar Bu Winda belikan di kantin sekalian," tanya Bu Winda yang berada di belakang ku.             "Nanti saja Bu Winda, nanti aku akan membeli makanan untuk aku sendiri kok," ucap ku menolak tawaran nya.             "Kau juga harus jaga kesehatan dong Aruna, kalau kau tidak makan sekarang, nanti yang ada kau malah ikutan sakit. Terus kalau kau sakit, nanti yang akan menjaga ibu kau siapa hm?" ucap Bu Winda sambil mengelus pelan bahu ku. "Ibu belikan di kantin ya nak?" tawar Bu Winda sekali lagi. Aku pun hanya mengangguk saja. Tidak lama, Bu Winda pun langsung beranjak pergi meninggalkan ku dan ibu ruangan ini. Aku menatap wajah ibu yang sangat pucat.             "Ibu ... Kenapa bisa seperti ini?" gumam ku pelan sambil menggoyangkan pelan punggung tangan ibu. Aku menghela nafas ku pelan. Aku pun berdiri dari kursi dan berjalan menuju sofa yang terletak di ujung ruangan. Aku menaruh tas sekolah ku di sana. Dan tiba-tiba saja aku kepikiran dengan ayah. Apa ayah tau kalau ibu saat ini di rawat di rumah sakit? Aku pun berinisiatif untuk menelpon ayah. Aku pun mengusap kunci layar ponsel ku dan langsung mencari kontak ayah. Aku pun langsung saja menelpon nya. Aku menunggu ayah untuk menjawab sambungan telpon dari ku.              "Ayah... Ayo dong jawab, kau kemana sih?" gumam ku sambil melihat layar ponsel ku. Namun, tiba-tiba pintu kamar rawat inap ibu pun terbuka. Aku mendongak melihat ke arah pintu tersebut. Yang membuka pintu adalah Bu Winda dengan tangan nya membawa sekantong plastik yang aku yakin, pasti itu adalah makanan yang telah di belinya.             "Aruna, ayo nak... Kita makan yuk, Bu Winda udah beliin nih makanan nya," ucap Bu Winda mengajak ku untuk mendekati nya yang sudah duduk di lantai dan menaruh makanan nya di atas meja.             "Iya Bu," jawab ku. Lalu, sebelum aku menghampiri Bu Winda yang sudah duduk di lantai, aku melihat kembali layar ponsel ku, dan sambungan telpon pun masih sama, ayah belum mengangkat telpon dari ku. Aku pun langsung saja memutuskan sambungan telpon tersebut.              "Huh! Kau ini kemana sih ayah," gumam ku pelan.             "Kenapa Aruna?" tanya Bu Winda. Aku pun menatap Bu Winda.             "Hah? Tidak apa-apa kok Bu," ucap ku. Lalu, aku pun langsung menghampiri Bu Winda dan duduk di hadapan Bu Winda. Kemudian, aku pun langsung memakan makanan yang telah di beli oleh Bu Winda. []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD