Bab. 2

2318 Words
          Aku yang sedang menyapu lantai melihat ibu masuk bersama tumpukan pakaian yang sudah kering di kedua tangannya.           "Ibu mau aku bantu?" Ibu yang mendengar tawaran dariku pun langsung menolak nya, "tidak usah Aruna, kau lanjutkan kembali saja menyapu lantai nya, ibu akan langsung bersiap-siap setelah itu kita langsung pergi ke pasar ya,"          "Baik Bu," ucap ku. Aku dengan cepat menyapu semua lantai. Setelahnya, aku bersiap-siap untuk pergi ke pasar bersama ibu. Aku hanya menggunakan celana training dengan kaos polos dan di tutupi oleh cardigan lengan panjang.           "Ibu ayo aku sudah siap,"           "Baiklah, Aruna tolong kau pegang tas keranjang ini ya," ucap ibu. Aku mengambil tas keranjang tersebut. Setelah ibu mengunci pintu rumah, kami berjalan ke depan gang untuk mencari salah satu angkutan umum, yaitu Sudako (Sumatra Daihatsu Company). Ibu memberhentikan salah satu Sudako yang lewat. Aku dan ibu sama-sama menikmati perjalanan kami ke pasar. Tanpa ada percakapan. Selain tidak terdengar bicara apa karena suara musik yang cukup keras, sepertinya juga ibu sedang banyak pikiran. Terlihat sekali dari wajah nya seperti agak sedih?           Sesampainya kami di pasar. Aku dan ibu langsung masuk untuk mencari bahan-bahan makanan yang harus di beli.           "Aruna, biar cepat sepertinya kita harus berpisah. Kau ibu kasih uang untuk membeli makanan-makanan yang seperti food frozen ya Aruna, dan ibu akan membeli bahan-bahan lainnya," ucap ibu. Aku mengangguk. "Baiklah ibu, mana uangnya biar aku langsung beli," ucapku sambil menadahkan tanganku ke ibu. "Nah ini, ingat beli di tempat yang biasa kita beli, yang langganan kita ya Aruna," ibu memberikan uang sebesar dua lembar seratus ribuan.           "Hati-hati ya, nanti kalau sudah kau telpon ibu saja," aku mengangguk lagi mendengar perintah darinya. Ibu pergi ke arah barat dan aku pergi ke arah selatan. Kami berbelanja dengan berpisah. Aku mendatangi salah satu penjual langganan aku biasa beli food frozen.            "Hai Mak Beti," sapaku kepada ibu-ibu yang umurnya kurang lebih sudah kepala lima. Mak Beti. Begitulah aku memanggil namanya. Mak Beti pun yang sedang melayani para pelanggan nya langsung menoleh mendengar sapaan dariku. Dan tersenyum senang melihat aku.            "Eh ada Aruna, sendirian aja Na?" tanya Mak Beti yang tangannya masih sibuk melayani para pelanggannya. "Mak Beti, mendingan selesain dulu deh tuh, rame banget ya Mak pembelinya. Mau Aruna bantuin gak?" ucapku menawarkan bantuan kepada Mak Beti. Mak Beti pun mengangguk.           "Aku ke dalam dulu ya Mak, mau pilih-pilih dulu," pamitku. Mak Beti membalas dengan mengacungkan salah satu jari jempol tangannya. Aku memilih beberapa makanan food frozen untuk persediaan stok selama sebulan. Karena, ibu jarang sekali memasak di rumah. Jadi, yang paling sering menghabiskan makanan food frozen ini ya aku. Sedangkan, ayah lebih sering makan di luar rumah.  ---           "Mak Beti, ini!" Aku menaruh keranjang belanjaanku di atas meja nya. Mak Beti yang sedang menghitung uang pun langsung mendongak melihat ku dan menarik keranjang belanjaan ku ke dekatnya.           "ini udah semua Aruna?" tanya Mak Beti. Aku mengangguk menjawabnya. "Kesini sama siapa Na?"           "Itu aku sama ibu, cuman ibu lagi beli ke tempat lain, biar cepet jadi aku dan ibu belanja nya berpisah," aku menjawab menjelaskan kepada Mak Beti. Mak Beti orangnya sangat baik sekali. Bahkan, aku sudah dianggap seperti anak nya sendiri. Mak Beti adalah seorang janda. Suaminya sudah meninggal dunia sejak tiga tahun yang lalu. Dan Mak Beti tidak memiliki seorang anak satu pun. Mak Beti ini baru berumur 48 tahun. Aku pernah menyarankan kepada Mak Beti untuk menikah lagi saja, tapi jawabannya membuat aku tertawa. Katanya, "haduh ... Aruna, Mak beti ini umurnya udah empat puluh delapan tahun. Sebentar lagi udah mau kepala lima. Males sekali Mak beti ini kalo mau menikah lagi. Mak beti juga udah ga terlalu kencang lagi," Aku hanya bisa tertawa saja mengingat ucapan Mak Beti kala itu.           "Nah ini, udah semua," ucap Mak Beti sambil mendorong keranjang belanjaan ku.          "Berapa semuanya Mak?" tanya ku.           "Seratus lima puluh delapan ribu rupiah aja Aruna," aku yang mendengar harga yang di sebutkan oleh Mak beti itu pun langsung mengangguk. Dan membuka dompet ku untuk mengambil uang yang di berikan oleh ibu tadi. Dua lembar seratus ribuan.           "Nah, ini Mak uangnya," Mak Beti mengambil uang nya dan menaruhnya di laci tempat ia menaruh uang. Dan mengambil uang kembalian untuk ku. Aku menerima uang kembalian ku dan aku menghitung nya, tapi uang kembalian tersebut ternyata kelebihan. Aku bertanya, "Mak, ini kembalian nya kelebihan,"          "Oh itu gapapa Aruna, anggap aja itu bonus dari Mak," ucap Mak beti sambil mengibaskan tangan nya.           "Ih si Mak baik banget, jadi tambah sayang sama Mak Beti hihihi," Sembari aku menunggu balasan pesan dari ibu, aku duduk sebentar di kursi samping Mak Beti duduk. Aku melihat orang-orang yang berlalu lalang. Sibuk membeli ini dan itu. Tidak sengaja aku mendengar ada suara anak kecil yang merengek, entah meminta apa kepada ibu nya.           "Ibu ... Ibu ... Aku mau beli es krim itu ..." ucap anak laki-laki yang berumur sekitar 5 tahun. Anak itu menarik-narik tangan ibu nya.           "Apa sih Ari, kau ini sudah banyak jajan tadi. Ibu udah gak punya uang lagi," ucap ibu-ibu tersebut dengan nada sedikit membentak. "Tapi, aku mau beli es krim yang di sana ibu ..." lagi, anak laki-laki yang aku dengar bernama Ari tersebut mengucapkan keinginan nya. Ia menunjuk-nunjuk toko Mak Beti ini dan mata nya dengan berkaca-kaca melihat Box Freezer yang ada di dalam toko Mak Beti.           "Ari liat ibu! Ari! Kau mau nurut sama ibu atau mau ibu tinggal sendirian di sini?!" tanya ibu-ibu tersebut dengan mata yang melotot melihat ke anak nya yang masih kecil. Ari yang di tanya seperti itu pun langsung menurunkan jari-jari mungil nya yang menunjuk ke box freezer milik Mak Beti. Aku yang kasihan melihat anak tersebut di marahi seperti itu oleh ibu nya, lantas membuat aku melangkah menuju ke anak laki-laki tersebut. Aku langsung menyamai tinggi ku dengan anak kecil laki-laki itu. Aku bertanya nama anak tersebut, walaupun aku sudah mengetahui nama anak tersebut dari ibu nya yang memanggil nama anak nya dengan suara yang cukup keras.          "Hai anak ganteng," sapa ku tersenyum sambil mengusap kepala nya. Anak kecil itu pun menoleh dengan wajah yang bingung dan hidung yang memerah karena menahan tangis. "Nama adik kecil ini siapa hm?" tanya ku.           "Ari," jawab nya dengan sesekali mengucek mata nya yang ingin mengeluarkan air mata nya. Aku menarik tangan nya agar tidak mengucek mata nya lagi. Karena, mata nya sudah berubah berwarna merah.          "Oh Ari nama nya ya ... Ari kenapa kok tadi Kakak liat Ari narik-narik tangan ibu nya?" tanya ku. Sebelum Ari menjawab ia mendongak menatap wajah ibu nya yang sudah memerah karena terik matahari di siang hari ini. Lantas, Ari menoleh kembali ke arah ku.           "Ari ... Mau beli es krim itu, tapi gak di bolehin sama ibu," jawab nya sambil menunjuk box freezer yang ada di dalam. Aku mendongak menatap wajah ibu Ari dan tersenyum.            "Oh Ari mau beli es krim ya ... Yaudah ayo mau kakak beliin gak?" Ari yang di tanya seperti itu oleh ku pun dengan ragu-ragu langsung menatap ibu nya meminta izin. Aku juga menatap ibu nya.            "Eh jangan nak, gak usah nurutin Ari. Memang Ari kayak gitu anak nya banyak mau," ibu Ari pun menoleh ke bawah menatap anak nya. "Ari ayo pulang, ini udah siang. Ibu mau masak buat makan siang ayah kau," aku yang mendengar nya pun lantas menahan ibu Ari.            "Eh ibu gapapa kok, aku seneng kok malahan kalo bisa beliin Ari es krim," Ari yang mendengar ucapan ku pun langsung menunjukkan wajah nya yang senang kembali.             "Baiklah, ingat ya Ari jangan banyak-banyak milih es krim ny. Cukup satu," ucap ibu nya sambil mengangkat jari telunjuk nya kepada Ari. Ari yang mendengar nya pun mengangguk menuruti apa yang di katakan oleh ibu nya. "Kalau begitu, ayo Ari ikut kakak," ucap ku sambil menarik sebelah tangan Ari.            Aku dan Ari sudah berdiri di depan box freezer. Aku menyamakan tinggi ku dengan Ari. "Nah, Ari pilih deh yang mana aja Ari mau, kakak gendong ya?" Ari pun mengangguk. Aku menggendong Ari. Dan Ari pun langsung melihat dengan mata nya yang berbinar karena banyak nya es krim yang tersedia di box frezeer tersebut. "Sebentar ya kakak, Ari lihat-lihat dulu,"             Tiba-tiba ada Mak Beti yang berjalan melewati aku dan bertanya, "eh Aruna, ini anak siapa yang kau gendong?" Aku langsung menoleh. "Ini Mak, aku tadi liat anak ini di depan sama ibu nya mau beli es krim, tapi ibu nya ngelarang jadi aku ajak aja anak nya beli es krim," ucap ku menjelaskan.            "Mana ibu nya?"            "Itu Mak di depan, lagi nunggu jemputan kayaknya," Mak Beti pun mengangguk. "Oh iya Aruna, ibu kau mana? Belum selesai belanja nya?" tanya Mak Beti lagi.            "Belum kayaknya, ibu juga belum mengirimkan aku SMS,"            "Oh yaudah Mak Beti ke depan lagi ya?" Aku mengangguk. Mengingat ibu aku langsung saja mengambil handphone ku yang ada di kantong cardigan coklat ku dengan sebelah tangan ku.             "Ibu belanja nya sudah selesai belum?" Pesan pun terkirim.             "Kakak! Kakak!" Aku memasukkan handphone ku kembali ke kantong cardigan ku karena bocah laki-laki yang tampan ini memanggil ku. "Iya Ari, kenapa? Udah selesai memilih es krim nya?" tanya ku sambil menurunkan kembali Ari. Sungguh! Walaupun tubuh nya kecil tapi, berat sekali rasanya aku menggendong nya. "Sudah kak!" jawab Ari sambil menunjukan satu es krim yang ia pilih.            "Kau hanya milih satu saja? Apa tidak kurang?"            "Kata ibu hanya boleh satu, Ari gak boleh ambil es krim banyak-banyak," ucap nya dengan polos.            "Kenapa? Kan kakak yang bayar. Ari tinggal pilih aja es krim yang Ari mau. Jadi, sekarang ayo, pilih yang banyak es krim yang Ari suka ya! Jangan ragu-ragu okkey?"            "Tapi, nanti ibu marah," ucap nya sambil menunduk. "Hey, ibu Ari gak bakalan marah. Percaya deh sama kakak Aruna,"             "Beneran?" Aku mengangguk meyakinkan nya. Setelah mendapatkan persetujuan dari ku. Ari dengan semangat memilih kembali beberapa es krim yang ada di box freezer tersebut.             "Ini kak, udah!" Aku yang sedang mengecek handphone untuk menunggu balasan pesan dari ibu pun langsung mengalihkan pandangan ku kepada Ari.            "Udah? Cuman lima? Gak kurang?" tanya ku. "Udah, ini udah banyak kok," aku mengangguk. "Yaudah sini es krim nya Kakak semua yang pegang, biar kakak langsung bayarin ke depan. Yuk Ari," Ari dengan lucu nya berjalan mengikuti aku dari belakang.             "Mak Beti, ini semua nya berapa?" tanya ku ke Mak Beti yang sedang bermain handphone nya. "Tujuh belas ribu aja Aruna," ucap Mak Beti sambil mengambil semua es krim nya untuk di pindahkan ke dalam plastik berwarna hitam. Aku menyerahkan uang nya dan mengambil es krim nya.             "Nah, ini Ari es krim nya di abisin semuanya ya," ucap ku. Ari dengan semangat menerima plastik yang berisi es krim yang telah ia pilih tadi. "Terima kasih kakak cantik," ucap nya sambil tersenyum manis.            "Iya sama-sama ganteng. Udah sana tuh udh di tungguin sama ibu nya di depan. Hati-hati ya pulang nya,"            "Iyaa, oh iya nama kakak siapa?"            "Aduh anak ganteng ini udah di jajanin tapi gak tau nama kakak cantik ini ya?" ucap Mak Beti nimbrung. Ari hanya menggelengkan kepala nya.             "Nama kakak, Aruna," jawab ku.             "Oh kakak Aruna, nama nya cantik kayak orang nya,"            "Heh bocil bisa-bisa masih kecil gini mulut nya dah bisa gombal," ucap Mak Beti sambil berkacak pinggang. Aku hanya tertawa saja mendengar nya.             "Udah ... Udah, itu ibu nya nungguin loh, dah pulang ya. Hati-hati, sampai ketemu lagi. Dadahh!!!" Aku melambaikan tangan ke Ari sebagai salam perpisahan.             "Dahhhh!!!" balas Ari sambil berjalan ke arah ibu nya. Ibu Ari pun menatap ku sambil mengucapkan terima kasih. Aku tersenyum menanggapi nya.             Drrt ... Drrtt ... Drrtt             Handphone ku berbunyi. Aku mengambil dari saku cardigan ku. Dan melihat siapa yang menelpon ku. Ternyata ibu. Lantas, aku segera menggeser tombol berwarna hijau untuk segera menjawab telepon dari nya.             "Halo ibu"            "Halo Aruna, kau di mana nak?" ucap Ibu di seberang sana.             "Ini aku masih di toko nya Mak Beti, ibu udah selesai belum,"            "Oh yaudah, Aruna langsung ke depan ya. Ini ibu lagi di jalan mau ke depan. Ibu sudah selesai belanja nya,"            "Oh oke ibu. Tunggu sebentar ya," ibu menutup panggilan telepon tersebut.             "Mak beti, ini ibu udah selesai belanja nya. Aku mau pulang dulu ya," pamit ku.             "Yahh ... Aruna mau pulang? Sendiri lagi deh Mak beti nya," ucap Mak Beti sambil memasang wajah sedih.             "Aduh Mak Beti jangan sedih dong, makanya kan udah Aruna kasih saran. Mending nikah lagi aja Mak biar ada temen nya," ucap ku sambil mengelus-elus bahu nya. Tiba-tiba saja punggung tangan ku di pukul oleh nya.              "Heh ya kau pikir nikah tu gampang, ribet tau gak. Ngurus ini ngurus itu,"              "Eh kan aku cuman ngasih saran sama Mak beti,"             "Udah udah pulang aja lah kau Aruna,"             "Yaudah ... Dadah Mak beti yang cantik tapi jomblo,"             "Heh bocah kurang ajar kau ya Aruna," aku langsung berlari meninggalkan Mak Beti yang teriak-teriak karena ucapan dari aku. Tidak lupa aku mengambil belanjaan yang sudah aku beli dari toko Mak Beti. Aku tertawa saja mendengar teriakan Mak Beti yang samar-samar masih aku dengar.                  Aku berjalan terburu-buru menemui ibu yang mungkin saja sudah menunggu aku di depan pasar. Tidak lama aku pun sampai di depan pasar dan mencari sosok ibu yang paling aku sayangi itu. Aku mengedarkan penglihatan ku. Nah ketemu! Ibu sedang berdiri sendirian dengan keranjang-keranjang belanjaan yang cukup banyak. Kasihan sekali pasti ibu kesusahan membawa banyak nya belanjaan itu. Aku berjalan menghampiri nya.             "Ibu" panggil ku. Ibu yang dengan wajah nya sudah penuh keringat sekaligus wajah nya yang sudah memerah akibat menahan panas dari terik matahari menoleh ke arah ku. "Aruna lama sekali kau nak,"             "Maaf ibu," ucap ku.              "Yasudah ayo kita cari sudako ke depan sana," aku mengangguk. "Sini ibu aku bantu bawakan separuh nya," ibu memeberikan separuh belanjaan nya kepada ku. Kami berjalan ke depan menunggu salah satu sudako yang berhenti. Saat aku dan ibu berjalan aku menceritakan semua yang terjadi tadi, di mulai dari anak laki-laki yang bernama Ari dan ibu nya sampai aku memberi saran untuk menikah lagi saja kepada Mak Beti. Dan ibu pun yang mendengar saran aku pun hanya tertawa saja mendengar nya. []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD