Bab. 3

2101 Words
        Abraham Halomoan. Suami dari Emma Fabiola dan ayah dari Aruna Ardella Felicia. Abraham bukan lah seorang suami sekaligus ayah yang baik. Abraham adalah seorang kepala kelurga yang bisa dibilang sangat buruk dalam membimbing suatu keluarga. Selama Abraham menjadi kepala keluarga, Abraham sama sekali tidak pernah memberikan nafkah kepada istri dan anaknya. Malahan, Abraham menyuruh istrinya. Emma Fabiola. Untuk bekerja, memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya tersebut. Abraham tidak memperdulikan keadaan istri dan anaknya tersebut. Yang penting, kebutuhan Abraham itu harus terpenuhi. Memang, Abraham ini hidupnya sangat tidak tahu diri. Sudah tidak memiliki pekerjaan, tapi hidupnya hanya bermain judi, judi, dan judi di setiap harinya. Pergi pagi pulang pun juga terkadang pada saat dini hari. Di saat orang-orang rumah sedang tidur terlelap. Hidup nya tidak berguna sama sekali.           Saat ini Abraham sedang menemui seseorang. Entah urusan apa yang ada di antara mereka. Abraham pergi ke suatu tempat. Dan disana sudah ada pria asing yang misterius? Pria yang menggunakan kaos hitam yang di lapisi oleh jaket kulit yang berwarna hitam juga. Dan satu lagi, pria tersebut menggunakan topi dan masker hitam yang menutupi setengah wajahnya. Pria tersebut menoleh ketika mendengar ada suara motor yang berhenti di belakangnya.          "kau sudah sampai?" ---           Aku dan ibu sedang berjalan pulang setelah kau berbelanja dari pasar. Tiba-tiba saja ketika aku dan ibu sedang mengobrol ringan. Ada yang memanggil ibu dari belakang.           "Emma!" Kami berdua pun menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang memanggil ibu. Ternyata ibu Yati. Pemilik salah satu warung di dekat rumah ku. Ibu Yati berjalan cepat seperti tergesa-gesa. Aku menatap nya dengan pandangan yang bingung.           "Emma! Mana suami kau itu" ucap ibu Yati dengan menahan amarah nya. Ibu menoleh ke arah ku dan aku juga. Kami saling bertukar pandangan. Ibu pun langsung bertanya kepada ibu Yati.           "Memangnya ada apa Bu? Suami saya ada buat salah?" tanya ibu dengan suara pelan. "Kau ini belanja banyak bisa, tapi melunasi utang suami kau gak bisa!" ucap Bu Yati dengan nada menyindir dan menatap ke arah belanjaan kami yang aku taruh di bawah. Karena berat. "Memang suami saya ada punya utang dengan warung ibu?"            "Iya!" jawab Bu hati dengan suara yang ketus. "Suami kau itu udah punya utang di warung saya dari bulan kapan! Saya tagih terus sama suami kau itu bilangnya nanti, nanti terus! Habis warung saya di utangin terus sama suami kau itu" lanjut nya.            "Memang suami saya utang apa di warung ibu ya?"            "Banyak lah, ya utang rokok, kopi, makan. Segala macem,"            "Berapa Bu emang semua utang suami saya?"            "Tiga ratus ribu! Nah, mana sini kau bayar kan saja utang suami kau itu. Kan kau abis belanja ke pasar, berarti kau lagi banyak duit kan. Jadi cepat lah bayar sekarang! Lunasi sekarang!" tukas Bu Yati sambil mengulurkan tangan nya untuk menerima uang dari ibu ku. Untuk kali ini aku tidak berani ikut campur.              Ibu dengan cepat membuka tas belanjaan nya dan mengambil dompet nya. Ibu mengeluarkan uang seratus ribuan sebanyak tiga lembar. "Ini Bu, jadi semua nya utang suami saya sudah lunas kan Bu?" ucap ibu sambil memberikan uang nya kepada bu Yati. Langsung saja Bu Yati mengambil uang yang ada di tangan ibu tersebut. Dengan wajah judes dan satu lagi, juga tatapan sinis nya Bu Yati langsung berbalik untuk pergi dari hadapan aku dan ibu.              Aku dan ibu masing-masing menghela napas. Sudah biasa perbuatan Ayah yang sering menyusahkan ibu. Aku semakin kasihan melihat garis wajah ibu yang sangat kelelahan.             "Yaudah, Yuk Aruna, sebentar lagi makan siang tiba, ibu belum memasak. Takut nya nanti, ayah kau pulang dan melihat di meja makan belum ada makanan. Nanti dia marah-marah lagi," aku mengangguk mendengar nya. Aku dan ibu kembali berjalan pulang ke rumah. ---              "Hey Abraham" panggil seseorang pria paruh baya yang berumur sekitar empat puluhan. Abraham yang sedang mengendarai motor matic butut nya tersebut, langsung saja menrkan rem ada motor nya untuk berhenti. Abraham membuka kaca helm hitam nya dan menoleh ke belakang.               "Hey Adi, mau ke mana kau?" Ya pak Adi yang memanggil Abraham tadi. Salah satu tetangga yang ada di dekat rumah Abraham dan keluarga.               Pak Adi berhenti tepat di samping Abraham. "Kau habis dari mana? Tumben kau tadi tidak ke warkop Bu Minah" letak warkop Bu Minah di bagian yang tidak terlalu terlihat oleh banyak orang. Tempat nya sangat di pojokan. Makanya warkop Bu Minah adalah tempat yang sangat cocok untuk di gunakan oleh para bapak-bapak yang biasa bermai judi setiap hari. Bu Minah adalah seorang janda. Tapi, umur Bu Minah pun sudah tidak muda lagi.              Abraham yang ditanya seperti itu pun langsung menjawab. "Aku ada urusan sebentar tadi. Kau mau kemana?"             "Mau ke tempat warkop Bu Minah lah, ayo kau mau ke sana juga kan? Aku nebeng kau saja lah, capek sekali aku berjalan," jawab Pak Adi. "Oh kau duluan saja Adi, aku ingin pulang ke rumah terlebih dahulu," ucap Abraham.              "Kau tidak ke tempat warkop Bu Minah?" tanya pak Adi. "Bukan, aku nanti ke sana, tapi ingin pulang terlebih dahulu," pak Adi pun langsung mengangguk. "Baiklah kalau begitu, aku duluan ke sana ya," ucap pak Adi sambil menepuk pelan bahu Abraham sebelum berjalan meninggalkan Abraham. Setelah pak Adi meninggalkan Abraham. Abraham langsung saja menghidupkan kembali motor nya dan langsung tancap gas untuk pulang ke rumah nya. ---                Drrtt ... drrtt ... drrtt ...               Ketika Emma ingin masuk ke dalam rumah, Emma merasakan handphone yang berada di kantong baju nya bergetar. Emma mengambil handphone nya tersebut dari kantong baju yang ia pakai. Ada yang menelpon. "Halo," ucap Emma sambil menemprlkan handphone nya ke telinga nya.               "Halo kak Emma,"               "Ya Dini, ada apa?" Dini adalah seseorang teman kerja Emma di cafe tempat ia bekerja. "Kak Emma, bisa ke cafe sekarang tidak?" ucap Dini di seberang sana.               "Loh? Emang kenapa Din?"              "Ini loh kak si Tika, hari ini kan dia izin tidak masuk bekerja hari ini. Terus kan gak ada yang menggantikan Tika, sedangkan di cafe lagi rame banget pelanggan. Jadi, kita-kita di sini kekurangan orang kak, kami semua kewalahan kak. Jadi kak Emma bisa dateng sekarang ke cafe gak?" ucap Dini menjelaskan. "Sekarang banget ya Din?"              "Iya kak, tolong ya kak Emma," Emma terlihat berpikir sebentar. Karena memang, ia juga lagi sibuk di rumah. Belum masak juga untuk makan siang buat suami dan anak nya. Tapi, sedangkan di cafe juga sedang kekurang orang untuk melayani para pelanggan. Memang akhir-akhir ini cafe tempat Emma bekerja sedang sangat ramai. Karena, di cafe juga sedang mengeluarkan menu makanan baru. Dan memang makanan itu sedang sangat viral sekali sekarang. Karena, rasa nya yang sangat unik tapi enak itu lah yang membuat para pelanggan yang telah memakan nya tidak akan pernah merasa bosan, malahan mereka menjadi ketagihan. Selain itu juga, pernah ada salah satu selebgram yang berkunjung untuk makan di cafe tempat Emma bekerja dan membuat video yang di unggah ke YouTube milik nya, mungkin juga karena itu lah membuat cafe tempat Emma bekerja menjadi ramai sampai sekarang.              "Baiklah Din, sebentar lagi kakak akan berangkat. Kakak ganti baju dulu ya. Soalnya kakak abis dari pasar ini sama Aruna,"              "Oh yaudah kak, di tunggu ya kak," setelah itu Emma mematikan sambungan panggilan dari Dini. Emma masuk ke dalam rumah dan mencari keberadaan Aruna. ---              Aku yang sedang mengeluarkan semua bahan-bahan makanan dari keranjang belanjaan untuk menaruh semua nya di tempat nya pun mendongak. Melihat ibu yang sedang berjalan ke arah ku. Aku tersenyum ke arah nya.              "Aruna, tadi ibu baru saja dapet telpon dari temen ibu yang ada di cafe. Ibu harus ke sana sekarang. Karena di sana kekurangan orang. Soalnya ada yang izin tidak masuk hari ini," ucap ibu sambil menarik kursi untuk ia duduki. Aku yang mendengar nya pun langsung menghentikan aktivitas tangan ku. "Sekarang juga Bu?" tanya ku.              "Iya Aruna, maaf ya ... Ini juga Dini ngasih tau nya mendadak banget, ibu juga tidak bisa menolak nya. Yang ada nanti ibu di pecat sama bos," ucap ibu dengan wajah yang sedih. Aku merubah raut wajah ku yang tadinya sedikit sedih menjadi senang, karena baru ini ibu bisa meluangkan waktu nya bersama ku. Aku tidak ingin ibu juga kehilangan pekerjaan nya bila menuruti permintaan ku untuk ibu tetap tinggal di rumah. Aku tersenyum.               "Tidak apa-apa ibu, pergi saja. Nanti biar aku yang mengurus semua ini. Dan aku akan memasak untuk makan siang ayah," ucap ku menenangkan ibu.               "Yaudah, ibu ke kamar dulu ya. Mau ganti baju," aku mengangguk. Ibu beranjak pergi ke kamar nya. Aku menghela napas. "Tidak apa-apa Aruna, ibu bekerja untuk kau, untuk keluarga ini," batin ku berucap. Aku sudah selesai menaruh semua bahan-bahan makanan ke tempat nya. Sekarang aku ingin memasak untuk makan siang. Takut nya nanti ayah tiba-tiba pulang dan belum ada satupun makanan yang di sediakan untuk nya, yang ada nanti dia bisa marah-marah.               Aku memasuk kan beberapa ikan ke dalam wajan yang berisi minyak panas. Ya, tadi ternyata ibu membeli ikan mas di pasar. Dan biar lebih gampang, simpel, dan lebih cepat. Aku menggoreng saja beberapa ikan untuk makan siang hari ini. Karena di rumah hanya ada aku dan ayah. Ibu pun mungkin saja pulang malam hari ini.               Aku mendengar suara pintu terbuka. Ternyata itu ibu. Ibu keluar dari kamar dengan pakaian seragam cafe nya. Ibu berjalan ke arah ku. "Aruna ibu berangkat dulu ya, sepertinya ibu akan pulang malam. Nanti, kau kunci saja pintu rumah nya. Ibu membawa kunci cadangan kok," aku yang sedang menggoreng ikan pun, hanya mengangguk kan kepala saja. "Iya ibu, hati-hati di jalan ya ..."              "Iya, ibu pergi dulu ya, hati-hati di rumah, kalau ada perlu kau telpon ibu saja ya," ucap ibu sambil mengelus lembut kepala ku. Setelah ibu pergi. Aku langsung melanjutkan kegiatan memasak ku yang sempat tertunda sebentar tadi. ---               Aku telah menyelesaikan kegiatan memasak ku. Saat ini aku sedang berada di kamar. Sedang belajar untuk mempersiapkan mengerjakan ulangan harian kimia esok. Aku yang sedang mengerjakan latihan soal pun, telinga ku mendengar ada yang membuka pintu. Aku memang sengaja membuka pintu kamar ku, karena kan di rumah juga hanya aku sendirian. Jadi, aku membuka pintu kamar ku takut ada yang memanggil ke rumah, dan takut nya aku tidak terdengar. Aku berjalan ke arah pintu kamar ku, untuk melihat siapa yang sudah pulang.               "Aruna!" terdengar suara ayah yang memanggil ku. Sepertinya dari arah dapur.               "Iya ayah, tunggu sebentar" jawab ku. Aku berjalan dengan cepat ke arah dapur untuk menemui ayah. "Iya ayah, ada apa?" tanya ku ketika aku sudah sampai di dekat nya yang sedang makan siang.               "Kemana ibu kau?" tanya ia.               "Tadi ibu dapat telpon mendadak dari tempat ibu bekerja. Katanya ibu harus datang hari ini ke cafe, karena di sana kekurangan pegawai. Soalnya ada yang tidak masuk yah. Jadi, mendadak ibu yang di suruh ke cafe," ucap ku menjelaskan kepada ayah.               "Benarkah? Kau yakin? Bagaimana jika ibu kau itu berbohong kepada kau? Bagaimana jika itu hanya alasan ibu kau. Karena, mungkin sebenarnya ibu kau itu ingin berkumpul-kumpul dengan teman-temannya, mengabiskan uang yang ia punya, tidak ingin mengurus kau dan saya di rumah hah? Bagaimana? Bisa saja kan?" ucap ayah dengan segala tuduhan-tuduhan yang tidak masuk akal kepada ibu. Aku yang mendengar ucapan ayah seperti itu pun sangat marah. Aku tidak suka ibu di tuduh-tuduh dengan tidak jelas oleh ayah.               "Apa maksud ayah? Apakah ayah tidak berpikir sedikit saja, bagaimana lelah nya ibu? pagi dan malam, bahkan di hari libur seperti ini saja ibu masih tetap bekerja. Memang menurut ayah, buat siapa ibu bekerja sekeras itu? Ibu bekerja itu buat keluarga ini, sampai saat ini ayah makan makanan itu dari hasil kerja keras ibu. Bagaimana bisa ayah memiliki pikiran kotor seperti itu terhadap ibu?" ucap ku dengan nada suara yang aku tahan agar aku tidak kelepasan membentak ayah. Walau begitu, aku masih tau bagaimana cara bersikap sopan kepada orang yang lebih tua. Aku yang sudah berbicara seperti itu pun, tetap saja ayah melanjutkan makan siang nya. Tidak memikirkan apa yang sudah aku katakan terhadap nya. Aku berbicara seperti itu, agar ayah sadar. Selama ini ibu yang menafkahi keluarga ini. Ayah tidak pernah sama sekali pun memberi uang untuk keperluan yang di butuhkan oleh keluarga ini. Ayah hanya bisa menyuruh ini itu saja, ayah mana pernah peduli dengan keadaan baik itu keadaan ibu ataupun keadaan keluarga ini.                "Halah sudah lah Aruna, kau itu tidak mengerti apa-apa. Kau ini masih kecil. Sudah lah tugas kau hanya belajar, belajar, dan belajar. Sekolah yang benar agar kau bisa memiliki masa depan yang sukses. Agar kau bisa menjadi orang kaya. Agar kau bisa membantu ke dua orang tua kau yang miskin ini. Sudah sana kau masuk ke kamar. Belajar yang benar!" ucap ayah sambil mengibaskan tangan nya. Menyuruh ku untuk pergi dari hadapan nya. Aku langsung saja pergi dari hadapan ayah dan kembali ke kamar untuk menenangkan diri ku. []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD