Orang Ketiga

1012 Words
Bel berbunyi menandakan pembelajaran hari ini telah berakhir. Dua orang gadis yang duduk di satu meja dengan cepat membereskan peralatan tulis mereka. "Kita harus cepat Dew nanti ketinggalan angkot," ujar gadis yang rambut nya dikuncir. "Ini udah cepat Mon," gerutu Dewi sambil beberapa kali memperbaiki kerudung nya yang melorot karena tadi pagi ia lupa membawa peniti lebih. "Sini, awas lo mau kabur," Mona menarik tangan Dewi membawanya berlari menuju pintu gerbang sekolah. "Pelan-pelan aja nanti jatuh," peringat Dewi. "Ga bakal," ucap Mona percaya diri. Dukk Baru saja Dewi memperingatkan. Dewi menatap Mona yang telungkup dengan wajah menghantam tanah. Dewi yang posisinya terduduk dengan cepat membantu Mona berdiri. "Tuh kan," omel Dewi. "Sakit Dew," Mona menyentuh pipinya yang bergesekan dengan tanah. "Apa gua bilang," Dewi menatap pipi Mona yang memerah dengan goresan halus. "Sini gua bantu," Dewi memapah Mona yang kakinya keseleo. Sesampainya di depan gerbang sekolah Dewi celingak-celinguk mencari angkot yang lewat tapi tidak ada satupun angkot yang lewat. "Butuh bantuan?" Dewi menatap mobil yang berhenti di depan nya lebih tepatnya menatap seorang cowok yang ada di dalam mobil. "Iya tolong sahabat gua," pinta Dewi. "Dimana naruh nya Vin?" Tanya cowok berambut keriting yang duduk di kursi belakang. Dewi yang paham akan situasi menatap cowok yang menawarinya bantuan tadi "gua ga papa. Tapi tolong anterin sahabat gua pulang ke rumah nya." "Mon lo pulang duluan ya sama mereka," ujar Dewi pada Mona yang bersandar di bahunya. "Terus lo naik apa?" Tanya Mona. "Gampang nanti. Yang penting lo pulang duluan biar luka lo bisa diobatin." Dewi membantu Mona masuk ke dalam mobil lalu memberitahu alamat rumah Mona pada cowok yang bertugas mengemudi. Setelah mobil yang membawa Mona pergi Dewi berjalan sambil mencari tukang ojek atau angkot. "Dew," panggil seseorang dari belakang. "Alan?" Dewi menatap Alan sambil tersenyum. "Pulang bareng gua," Alan menyodorkan helm pada Dewi. "Makasih," dengan senang hati Dewi menyambut helm yang diberikan oleh Alan lalu naik ke motor matic Alan. "Rumah lo atau rumah Mona?" Tanya Alan di tengah perjalanan. "Ke rumah Mona," sahut Dewi nyaring. "Ikut pendaftaran osis ga?" Tanya Alan. "Engga. Lo ikut?" "Iya. Gua kan orang nya suka gerak," Alan berucap sambil tertawa. "Cocok banget sama lo yang hiperaktif orangnya." "Lo tau kenapa gua ga mau ikut osis padahal Mona pengen benget jadi osis?" "Mang kenapa?" "Menurut gua jadi osis tuh kaya jadi babu," Dewi tertawa setelah mengatakan nya. "Kata siapa coba?" Balas Alan tidak terima. "Lah emang gitu." "Tapi keren jadi osis." "Ga juga tuh. Buktinya Arya ga ada keren-keren nya walaupun dia jadi osis," Dewi sedang membicarakan kaka kelas nya. "Itu beda Dewi," ucap Alan geregetan dengan keras kepala sepupunya itu. Alan menghentikan motor nya di depan gerbang rumah Mona. Dewi turun sambil menyerahkan helm pada Alan. Gadis itu berbalik ingin masuk ke dalam tetapi ditahan oleh Alan "bayar dulu." Dewi terperangah menatap Alan "bayar apaan?" "Ongkos nganterin lo lah." "Ga ada. Balik sana lo," Dewi mengibaskan tangan nya mengusir Alan lalu berlari dengan cepat masuk meninggalkan Alan yang menatap nya gemas. Dewi menemukan mobil yang mengantar Mona masih ada di halaman rumah. Gadis itu masuk ke dalam rumah langsung menemukan Mona yang sedang berbicara dengan tiga orang cowok di ruang tamu. "Dewi sini," panggil Mona. "Lo naik apa ke sini?" "Di anterin Alan," Dewi duduk di samping Mona. "Balik sekarang?" Tanya cowok yang duduk paling ujung. "Hmm," ujar cowok yang duduk paling depan. "Cepet banget Vin," cowok berambut ikal itu menatap sahabatnya memelas. "Kami balik sekarang." "Cepat banget Des?" Ujar Mona pada cowok paling ujung yang bernama Desta. "Ada urusan," dengan wajah lempeng Marvin berbicara. "Dew lo bisa tolong anter mereka ke depan?" "Bisa," Dewi berjalan di depan tiga orang cowok yang membuntutinya. "Eh, kita belum kenalan." "Nio gatel," Desta menepis tangan cowok berambut ikal. "Kenalin nama gua Dewi," Dewi menyodorkan tangan nya yang dengan cepat dibalas oleh Nio. "Gua Nio," cowok bernama Nio itu tersenyum lebar. "Eh. Gua duluan ya," Nio berjalan dengan cepat menyusul Marvin dan Desta yang sudah masuk ke dalam mobil. Setelah mobil sport yang dinaiki tiga cowok itu pergi Dewi masuk ke dalam rumah menghampiri Mona yang masih duduk di sofa bersama Ani, ibu nya Mona. "Dewi pulang nya nantikan?" Tanya Ani sambil menarik tangan Dewi. "Emang kenapa tante?" "Tadi tante sama bibi bikin makanan kesukaan kalian jadi abis makan malam baru boleh pulang ya?" Ujar Ani sedikit memaksa. "Okedeh tante." "Ganti baju dulu sana ke kamar Mona," suruh Ani sebelum wanita paruh baya itu pergi ke dapur. "Udah panggil tukang urut?" Tanya Dewi pada Mona yang senyam-senyum sendirian sambil memainkan ponsel nya. "Mon?" Panggil Dewi kesal karena tidak dihiraukan. "Udah Dewi," ucap Mona tanpa menatap Dewi. "Lo kenapa kaya orang kasmaran gitu?" "Lo liat cowok yang duduk di depan gua tadi?" Tanya Mona sambil tersenyum salah tingkah. Dewi menatap sahabatnya dengan wajah aneh "iya kenapa dia?" "Ganteng kan?" Mona menggigit bibirnya yang terus-terusan nyengir. "Lo suka?" Tanya Dewi sambil menatap Mona tersenyum. Dengan malu-malu Mona mengangguk. Dewi langsung menggeplak lengan Mona sambil tersenyum ikut salah tingkah melihat sahabatnya. "Ih gua jadi malu," Mona menutupi wajah nya. "Tumben juga lo suka sama cowok," Dewi menatap Mona antusias karena sahabatnya itu jarang sekali bilang naksir cowok. "Lo dukung ga kalau gua sama dia?" "Dukung lah." "Tapi kayanya orang nya susah dideketin deh," ujar Dewi. "Ga juga buktinya," Mona memperlihatkan balasan pesan dari Marvin. "Ih bagus dong," Dewi ikut senang. Keesokan harinya Dewi berjalan seorang diri menuju kelas nya karena Mona sudah berangkat pagi sekali. Saat berjalan di pinggir lapangan yang melewati kelas dua belas Dewi menatap tiga orang cowok yang duduk di gazebo. "Dewi," Nio melambaikan tangan nya pada Dewi. "Hai," sapa Dewi balik. "Mona mana?" Tanya Nio. "Udah di kelas mungkin." "Kayanya sebentar lagi kita bakal akrab deh," ujar Nio. "Oh ya kenapa?" "Teman kita ada yang sebentar lagi jadian Dew," Nio melirik Marvin yang duduk anteng. "Hm mudahan aja deh," Dewi tertawa kecil. "Gua duluan," pamit Dewi. "Udahlah Vin tembak aja langsung si Mona," bujuk Nio tak sabar. "Yang punya hati lo apa Marvin?" Tanya Desta malas. "Nanti keburu diambil orang Vin." "Ga naksir gua cewek murah modelan gitu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD