Bab 2

1837 Words
Happy Reading *** Feli menatap ke arah leptopnya, ia masih berkonsentrasi penuh dengan presentasinya yang terbentang di layar proyektor. Karena toko kain yang ia miliki sudah semakin berkembang semenjak ada di tangannya. Ia juga sudah bekerja sama dengan para disainer-desainer ternama di tanah air. Binis tekstil yang di tanganinya ini merupakan perusahaan turun temurun yang di turunkan langsung oleh ayahnya. Tidak hanya menjual kain saja, ia juga mulai memproduksi pembuatan renda. Di tempatnya juga menyediakan kursus fashion seperti menjahit dan memayet yang di tangani langsung oleh ahlinya. Ia memberi inovasi baru bahwa ia merambah ke bisnis pembuatan baju pesta, seragam dan lainnya. Ketika ia berkecimpung di dunia ini ternyata banyak sekali para pekerja yang memiliki bisnis sampingan di rumah dengan menjahit. Sudah banyak sekali pelanggan setia yang ia miliki. Feli menyelesaikan presentasinya, karena setiap hari Jum’at sudah menjadi meeting tetap untuk para manager. Sejauh ini yang ia lakukan semakin maju, ia memberanikan diri membuka gerai toko kain Sultan di mall-mall besar di Jakarta. Kain yang mereka jual dengan kualitas import premium dan kain dengan hasil payetan sendiri oleh para pekerjanya. Feli melihat para manager toko sudah keluar dari kantornya, ia masuk ke dalam office, ia melihat ponselnya bergetar “Andre Calling” Feli tersenyum, ia lalu meletakan ponsel di telinga kirinya. “Iya, sayang,” ucap Feli, ia bersandar di sisi kursi. “Halo, sayang,” ucap Andre. “Iya.” “Kamu di mana?” Tanya Andre. “Aku di kantor.” “Buka pintu office kamu.” Alis Feli terangkat mendengar bahwa Andre berada di depan kantornya. Feli beranjak dari kursi, ia membuka hendel pintu. Ia memandang seorang pria mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung hingga siku. Wajah tampan itu tersenyum kepadanya. Inilah pria dua tahun yang menemaninya, dan sudah mengajarkannya banyak hal. “Sayang,” ucap Feli, ia tidak menyangka bahwa sang kekasih datang ke kantornya. Andre tersenyum, ia mendekati Feli, lalu memeluk tubuh ramping itu. Beberapa detik kemudian ia melepas pelukannya. Andre menyungging senyum, ia mengecup pipi kiri Feli. “Sudah selesai meetingnya?” Tanya Andre, karena ketika ia ke sini, ia melihat para karyawan Feli baru saja keluar. “Iya sudah. Kok, nggak ngasi tau kalau kamu mau ke sini?” Tanya Feli. Andre merangkul bahu Feli, “Kejutan, dong,” ucap Andre sambil tertawa. Andre memperhatikan penampilan Feli, sang kekasih mengenakan celana kulot berwarna putih dengan baju crop coklat tanpa lengan, dipadukan dengan jas berwarna senada. Ia dan Feli sudah menjalin hubungan selama dua tahun. Selama ini mereka menjalin hubungan yang dewasa. Jarang sekali mengalami pertengkar, karena pada dasarnya mereka adalah dua orang yang setipe, dan memiliki visi dan misi yang sama. Mereka tidak terburu-buru untuk mengikat janji suci sehidup semati di hadapan hukum dan agama. Selama ini mereka menyibukan diri dengan karir masing-masing. Mereka sama-sama saling berkomitmen dan menjaga. Selama ia mengenal Feli, wanita itu sangat dewasa. Wanita itu tidak pernah membiarkan emosi menguasainya. Dia mampu berpikir secara tenang, dan tidak menuntutnya lebih dewasa, apalagi mendikte nya. Feli juga selalu memberikan perlakuan terbaik, menganggap bahwa mereka setara. Hubungan mereka terjalin dengan baik dan sangat aman. Keluarga mereka juga saling mengenal satu sama lain dan ketika natal juga saling mengunjungi. Baginya memulai hubungan itu bukanlah mencari tipe secara fisik saja, melainkan mencari pasangan yang sesuai dengan kombinasi dari sifat terbaik. Sejujurnya orang-orang yang menarik selalu menarik perhatian yang sesuai dengan pilihan alam sadarnya. Ia pernah membaca sebuah artikel bahwa cinta bukanlah sekedar ketertarikan fisik, melainkan bagaimana hati dan pikiran satu sama lain terhubung dengan rasa hormat, kasih sayang dan apresiasi. Andre mengikuti langkah Feli masuk ke dalam. Ia bukanlah pertama kalinya datang ke sini, namun sudah sering, bahkan security di bawah sudah mengenalnya dengan baik. “Mau lunch di mana?” Tanya Feli, ia menggandeng lengan Andre masuk ke dalam. “Kita lunch di Loewy, mau nggak? Feli mengangguk, “Iya, boleh,” ucap Feli. Andre mengecup puncak kepala Feli, sang kekasih masih bergelanyut manja di tubuhnya. “Bagaimana dengan hasil meeting tadi?” Tanya Andre. “Baik, berjalan dengan lancar. Biasa, palingan ada permintaan pasar yang tiap hari kian banyak, karena banyak sekali pembisnis kecil mulai ingin mencetak kain sesuai dengan motif mereka sendiri.” “Tapi semua bisa di atasi, kita juga kerja sama dengan beberapa konveksi untuk pembutan seragam sekolah dan kantor,” Feli melepaskan pelukannya, ia mengambil tas Hermes di filling cabinet. “Cepat banget ya berkembangnya,” ucap Andre, ia mengakui kinerja sang kekasih. “Aku bangga banget sama kamu, sayang,” ia sebenarnya sangat bangga karena ia sudah memilih wanita yang tepat, tidak sia-sia ia menjalin hubungan Feli selama ini. Dia tidak hanya cantik namun juga sangat cerdas. “Siapa dulu dong yang ngajarin,” ucap Feli terkekeh. “Siapa?” “Kamu.” Andre tertawa, selama ia menjalani hubungan dengan Feli, ia banyak sekali mengajari Feli tentang bagaimana membangun perusahaan ini, menjadi lebih baik dan berkembang. Tidak hanya itu Andre juga mengajari Feli tentang mengelola uang perusahaan, sehingga perusahaan ini lebih baik dari kemarin. Baginya Feli sudah menjadi bagian dalam hidupnya, ia selalu memberikan hal yang terbaik buat pasangannya. “Besok weekend kita ke mana?” Tanya Feli kepada Andre, biasa mereka weekend selalu menyempatkan me time berdua, melepas penat bekerja. “Besok kita ke Puncak, mau nggak?” “Mau.” Andre dan Feli melangkahkan kakinya menuju pintu utama, mereka keluar dari office. Feli melihat kubikel karyawan mulai tampak sepi ada sebagian karyawan memilih makan di luar, ada juga makan di kubikel dengan bekal yang di bawa dari rumah. Andre meraih jemari Feli, ia genggam dengan erat. Mereka masuk ke dalam lift dan lift membawa mereka menuju lantai dasar. Andre dan Feli menuju parkiran depan, di sana lah mobilnya berada. Andre membuka kunci central lock, Andre membuka pintu untuk Feli. Feli mendaratkan pantatnya di kursi tidak lupa ia memasang sabuk pengaman. Semenit kemudian mobil meninggalkan area kantor, dan mobil melesat melawan angin menuju Loewy. *** Happy Reading *** Andre memarkir mobilnya di bagian depan bistro Loewy. Sebenarnya restoran ini tidak asing baginya, ia sudah ke sini beberapa kali dengan Andre dan ocha. Letaknya di Oakwood Mega Kuningan, restorannya sudah lumayan lama dan kualitas makanannya juga cukup baik. Andre dan Feli duduk di salah satu kursi kosong di bagian outdoor. Feli memesan duck confit dan Lasagna, tidak lupa mereka memesan beer. Untuk dessert ia memesan pavlova dan malted cake. Suasana jam makan siang lumayan ramai. Feli memandang Andre, “Nanti, kamu bisa nggak nganterin aku ke tempat Ocha?” Tanya Feli kepada Andre. Andre memicingkan matanya, “Ngapain ke tempat Ocha?” Tanya Andre. Masalahnya ia tidak terlalu suka dengan suaminya Ocha bernama Damian itu. Jika ke sana, ia merasa di awasi, padahal ia ketika ke sana ia bersama Feli. “Ocha kemarin dari Swiss sama suaminya. Katanya beliin aku jam tangan Swiss dan coklat. Ocha nggak bisa ke mana-mana, soalnya bentar lagi lahiran gitu.” Andre mengangguk, “Iya, bisa, sayang.” “Katanya dia beliin kita jam couple swiss, tau sendiri kalau selera Ocha gimana. Pasti high class,” ucap Feli terkekeh. “Ocha, sepertinya bingung bagaimana cara menghabiskan uang suaminya,” Andre terkekeh. “Sepertinya begitu.” Andre menarik nafas, ia masih ingat betul bagaimana perjuangan Ocha dan Damian seperti apa. Mereka nekat menikah meski di tentang oleh pihak keluarga. Namun perjuangan tetap perjuangan, tidak ada yang mengalahkan cinta mereka berdua. Kenekatan itu berbuah manis, akhirnya orang tua Ocha merestui hubungan mereka berdua. Karena pada dasarnya Damian juga sudah benar sangat gentel, melamar Ocha di hadapan kedua orang tua Ocha. Prihal karena bisnis, menyebabkan cinta mereka terhalang. Namun Ocha dan Damian memang dasarnya sudah cinta mati, apapun mereka lakukan dan saling menguatkan satu sama lain. Ocha juga dengan nekatnya kabur, mendesak Damian menikahinya. Ketika Damian dan Ocha menikah akhirnya orang Ocha tidak bisa berbuat banyak, lalu mereka menikah. Di saat genting itu, ia, Feli dan Leon juga ikut terlibat. Mengingat itu, jangan sampai ada pernikahan yang tidak di restu, masalahnya akan ribet dan ruwet. Jika ia jadi orang tua Ocha, maka ia akan membuat berbagai persyaratan, karena ia tahu betul seberapa banyak aset Damian. “Sayang.” “Iya,” Tanya Feli, ia memandang server membawa pesanan mereka, “Apa kamu kepikiran untuk menikah?” Tanya Andre, itulah alasannya kenapa ia ke sini mengajak sang kekasih, pada dasarnya ia ingin juga membangun rumah tangga. “Bukannya kita sepakat tidak terburu-buru untuk nikah,” ucap Feli, ia menyesap air mineralnya. “Tapi ini sudah dua tahun sayang, sudah cukup lama menjalin sebuah hubungan. Aku pikir kita sudah saling mengenal satu sama lain. Aku sudah kenal siapa kamu dan akupun begitu.” Feli menarik nafas, memandang Andre cukup serius, “Kenapa menikah? Kita menikah untuk apa? Seperti ini juga kita bahagia,” ucap Feli. Ia memang tidak terlalu suka dengan paham patriaki yang sudah mengakar kuat di Indonesia. Menurutnya akhir-akhir ini meningkat dan menjadi fenomena diberbagai negara, termasuk Indonesia, khususnya Jakarta. Karena makin ke sini, ia semakin nyaman dengan kebebasan dan kemandirian finansial dan tidak terbelenggu dengan kewajiban berumah tangga. Tidak harus menikah untuk menaikan status hidupnya. Ia takut menikah, karena takut gagal, takut disakiti dan takut macam-macam. Karena teman-temannya saat ini banyak sekali yang gagal dalam berubah tangga, dengan berbagai alasan. Oke, mungkin ia terlalu naif sekali jika ia berpikiran seperti ini terlalu dini. Tapi sebenarnya alasan itu hanya formalitas ia tidak ingin menikah. “Aku ingin berkomitmen dengan kamu Feli. Karena aku menganggap kamu sudah menjadi figure pacar, patner life, dan sebenarnya teman hidup itu sebutan paling indah, bagi aku.” “Aku ingin tetap bersama kamu dalam kondisi apapun. Menemani aku jatuh bangun, dan naik turun. Aku ingin kamu menemani aku membangun kehidupan yang aku impikan. Tetap bersama hingga maut memisahkan.” “Tugas kamu tidak harus menolong, tidak juga harus turut menyelesaikan masalah. Tidak harus sesak nafas untuk membahagiakan aku, dan tidak juga turut menyusahkan. Aku tidak akan menuntut sama sekali, sederhana hanya menemani.” “Bagi aku, tidak ada yang lebih indah dari pada ditemani.” “Pemikiran aku ini berasal dari papa aku langsung, tentang betapa sederhananya kasih sayang tulus seorang pria. Sederhana, namun ditemani itu sangat dalam. Sederhana, namun menguatkan jiwa, sesederhana membuat aku tidak ingin kehilangan. Sesederhana temani hidup aku.” Feli terpana dengan apa yang diucapkan Andre. Ia baru kali ini mendengar bahwa menikah dengan alasan ingin ditemani sepanjang hidupnya. Bukan alasan-alasan yang seperti orang kebanyakan dengan tujuan memiliki anak, namun Andre sangat berbeda. Feli memandang iris mata Andre, ia menelan ludah. “Kamu mau menikah?” “Bisa aku jawab nanti.” “Kapan?” “Besok, sebelum ke Puncak.” Andre tersenyum dan mengangguk, “Iya.” Feli mengambil gelas beer nya, ia lalu meneguknya sambil melirik Andre. Pria itu meneguk beer yang sama dengannya. “Makan dulu, kamu pasti laper, habis meeting tadi.” “Iya, laper banget.” “Oiya, nanti malam aku mau masakin kamu.” Alis Andre terangkat, “Owh, ya masakin apa?” “Spaghetti.” “Thank you, sayang. Aku selalu suka masakan kamu.” “Semenjak sama kamu, keahlian masak aku semakin bertambah.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD